Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Musim panas 1990 menjadi momen menyakitkan buat penduduk Firenze, domisili Fiorentina.
Mereka mendapatkan kabar bahwa manajemen melepas Roberto Baggio ke Juventus. Nilai delapan 7,75 juta euro (kini setara Rp 120,1 miliar) mengantarkan Baggio menjadi pemain termahal dunia saat itu.
Transfer seperti Baggio tergolong langka. Sebab, kali terakhir Juventus merekrut pemain dari Fiorentina pada 1937.
Terasa lebih menyakitkan karena Juventus berstatus sebagai rival. Gara-gara tim asal Turin itu pula, Fiorentina gagal menjuarai Piala UEFA (sekarang Liga Europa) pada Mei tahun yang sama.
Menumpahkan rasa kecewa, para buruh di Firenze melakukan mogok masal. Bendera Juventus dibakar. Akses menuju Turin ditutup.
Seiring dengan serangkaian aksi tersebut, predikat pujaan buat Baggio meluntur. Dia lebih dikenal sebagai pengkhianat buat publik Firenze.
Ucapan selamat dari Yeyen Tumena untuk https://t.co/zMBby1oPuP, terima kasih @tumena_yeyen! ???????? #BolaSport pic.twitter.com/mK2G0zcOIw
— BolaSport.com (@bolasportcom) July 24, 2017
Hampir tiga dekade berselang, Federico Bernardeschi mengambil langkah serupa. Dia menyeberang ke Turin dengan biaya 40 juta euro.
Tak pelak, media-media Italia mengumandangkan pertautan antara Bernardeschi dengan Baggio. Label "Yudas" juga mulai melekat dalam diri pemain sayap berusia 23 tahun itu.
Namun, Alberto sebagai ayah sang pemain, memiliki dalih terkait keputusan anaknya. Bernardeschi dianggap memilih pindah demi pengembangan karier.
"Seperti Baggio, anak saya akan bermain buat Juventus. Ini merupakan impian buat setiap pemain yang memiliki ambisi," ujar Alberto.