Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Dengan pengalaman melatih berbagai klub selama 22 tahun, Luciano Spalletti jelas bukan tandingan Vincenzo Montella perihal jam terbang.
Penulis: Christian Gunawan
Montella baru enam tahun terakhir menggeluti dunia manajemen klub.
Dengan sejumlah kolaborasi di masa lalu, kepelatihan Spalletti setidaknya mendasari gagasan Montella dalam menangani timnya.
Seperti Spalletti, Montella menyukai permainan menyerang daripada bertahan yang menjadi warna kebanyakan klub di Serie A.
Proses falsafah ofensif itu juga sama-sama berdasarkan dominasi dalam penguasaan bola. Perbedaan gaya kedua pelatih akan mudah disebut kembali kepada soal pengalaman.
Spalletti and Montella.#DerbyMilano pic.twitter.com/zJEd9EzJZS
— InterClubIran (@InterClubIran) October 14, 2017
Namun, kendati tak bersinar sebagai pemain seperti Montella, Spalletti sudah terlihat memiliki naluri bagus pada awal kepelatihannya yang bisa dikatakan lebih oke daripada Montella.
Spalletti dikenal memiliki kemampuan mencari yang terbaik memanfaatkan amunisi yang ada, bahkan ketika jam terbangnya masih rendah.
(Baca Juga: Isi Curhat Philippe Coutinho soal Peran Jose Mourinho dalam Kariernya)
Dari kondisi dengan keterbatasan itu, karya terbaik pria kelahiran Certado ini terlihat saat membesut AS Roma bagian pertama (2005-2009).
Saat itu Spalletti memilih pola 4-2-3-1. Yang unik, ujung tombak ditempati Francesco Totti.
Sang kapten berposisi gelandang serang pada musim sebelumnya dan masih membawa peran yang memang ia sukai pada tugas barunya.
Dengan kata lain, Roma tak memiliki striker murni dalam tim Spalletti. Alhasil, Totti disebut memainkan peran 9 palsu (false 9) dan pola Roma sejatinya 4-6-0. Di Zenit, Spalletti menerapkan pola 4-2-3-1.
Tak seperti di Giallorossi, pelatih berkepala plontos itu mengandalkan penyerang murni sebagai ujung tombak, antara Alexander Kerzhakov atau Danko Lazovic, sebagai pengisinya.
Hasilnya adalah dua gelar Liga Premier Rusia dan sebuah Piala Rusia. Sekembalinya ke Roma, Spalletti cukup tahu tak bisa lagi meminta Totti, yang menua, kembali menjadi false 9.
Vincenzo Montella would love a career like Luciano Spalletti, but "with my own hair" https://t.co/pu7oHEmJup #InterMilan #ACMilan #FCIM pic.twitter.com/jkXwuIwSTQ
— footballitalia (@footballitalia) October 14, 2017
Sang pelatih memainkan beberapa formasi di Tim Serigala, antara 4-2-3-1, 4-3-3, atau 3-4-1-2, lagi-lagi sesuai ketersediaan sumber daya manusia alias pemain.
Sejauh ini, Montella masih terpaku kepada keharusan memanfaatkan pemain-pemain terbaik di setiap posisi.
Si Pesawat Terbang Kecil belum menampilkan keberanian ekstra untuk meminta pemain tampil di posisi yang bukan tempat aslinya.
Hanya, soal pemahaman taktis, Montella cukup fasih menggunakan pengalamannya saat bermain dan dilatih sosok seperti Spalletti.
Pelatih asal Pomigliano d’Arco itu lumayan berani memainkan formasi berbeda sesuai kebutuhan atau stok pemain, yang boleh jadi ia pelajari dari Spalletti.
Hal itu telah tampak saat menangani Fiorentina. Secara luwes, Montella mengubah 4-3- 3 menjadi 3-5-2 atau 3-5-1-1.
Di Milan, L’Aeroplanino kembali ke pakem empat bek dan kini menjajal tiga bek lagi.
Keras Kepala
Di luar segi teknis, Spalletti boleh jadi tak seluwes Montella. Spalletti dikenal sebagai sosok yang lumayan keras kepala.
Sebagai contoh, tekanan memainkan Totti, di bagian kedua dirinya sebagai pelatih di Olimpico, tak ia gubris. Di Inter, Spalletti menekankan otoritasnya.
“Sejak saat ini, saya hanya akan berbicara kepada orang yang ingin memanfaatkan kemampuan saya dalam melatih," ucap Spalletti dikutip BolaSport.com dari La Gazzetta dello Sport setelah hengkang dari Roma menuju Inter pada akhir musim lalu.
(Baca Juga: Anggota Timnas Belanda yang Gagal Lolos Piala Dunia 2002, di Mana Mereka Sekarang?)
"Saya akan mengatur sesuatu dengan siapa pun yang menawarkan saya sesuatu tersebut. Itu pun kalau saya menyukainya. Kalau tak suka, saya akan mengabaikannya,” katanya.
Montella mempunyai kelenturan yang lebih baik dibandingkan seniornya itu. Demi menjawab tuntutan petinggi Milan, Montella sanggup merombak staf kepelatihannya.
Montella mungkin juga menilai kekeraskepalaan seperti yang disodorkan Spalletti tidak selalu berguna.