Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Laga derby Roma yang panas pada tahun 1979 menjadi hari kelam bagi fan Lazio, Vincenzo Paparelli.
Pada 2 September 2017 seorang pendukung timnas Indonesia bernama Catur Yuliantono tewas saat menonton pertandingan melawan Fiji di Stadion Patriot Chandrabhaga, Kota Bekasi, Jawa Barat.
Tewasnya pria yang tewas di usia 32 tahun itu diakibatkan kecerobohan suporter Indonesia lain yang menyulut petasan di stadion.
Petasan, flare, kembang api, atau bahkan rokok, memang tak seharusnya diperbolehkan dibawa penonton masuk ke dalam stadion sepak bola.
Hal itu terkandung dalam regulasi keselamatan menonton di stadion yang dikeluarkan FIFA, alasannya karena barang-barang tersebut akan mengganggu jalannya pertandingan dan bisa saja memakan korban.
(Baca Juga: Sejarah Hari Ini - Mengenang Giorgio Chinaglia, Simbol Lazio yang Disangka Santo oleh Putri Donald Trump)
Dalam kaitannya dalam pelanggaran membawa perangkat api ke dalam stadion yang bisa memakan korban, tewasnya Catur Yuliantoro karena benda tersebut bukanlah yang pertama.
Insiden seperti itu sudah pernah terjadi pada 28 Oktober 1979 di laga Liga Italia Serie A, antara AS Roma versus Lazio.
Dalam pertandingan bertajuk Derby della Capitale yang berakhir imbang 1-1, suporter Lazio bernama Vincenzo Paparelli menjadi korban.
Dikutip BolaSport.com dari berbagai sumber termasuk buku Two Left Feet, Paparelli saat itu tewas di usia 33 tahun karena tembakan flare dari suporter fanatik (ultras) AS Roma, Giovanni Fiorillo.
A proposito di intolleranza e razzismo. Lui, biancoceleste, il 28 ottobre 1979 era allo stadio per la #Lazio ed è stato ucciso. #Paparelli pic.twitter.com/A41uB6vhBb
— Tommaso Montesano (@TommasoMont) 27 Oktober 2017
Sebelum dinyatakan tewas, kala itu pria 33 tahun tersebut sedang asyik menonton pertandingan di curva nord sambil memakan sandwich bersama istrinya, Wanda.
Paparelli, yang merupakan suporter biasa, mendapat tempat di area menonton ultras Lazio dari kakaknya yang tak bisa hadir.
Nahas bagi Paparelli karena di hari itu menjadi hari terakhirnya menonton pertandingan Lazio.
Baca Juga:
Rusların yediği bu haltın aynısı Roma derbisinde bir taraftarın ölümüne neden olmuştu: Vincenzo Paparelli. pic.twitter.com/MD9hiTLJV7
— Tribun Dergi (@tribundergi) 11 Juni 2016
Tiba-tiba tembakan flare dari curva sud, yang merupakan tribune ultras Roma, mengarah tepat padanya dan mengenai mata kirinya, melihat hal itu Wanda pun berusaha mematikan api yang membakar mata suaminya.
"Kau tak boleh meninggal Vincenzo, kau tak bisa meninggalkanku di sini sendirian! Kita punya dua anak," kata Wanda yang memohon pada Paparelli untuk bertahan.
Dokter yang kemudian datang tidak sanggup menolong Paparelli karena sudah tidak bernyawa.
Stadion Olimpico pun ricuh karena tembakan flare Fiorillo menelan korban.
28.10.1979 - Stadio Olimpico: durante il derby Roma-Lazio, un razzo uccide il tifoso biancazzurro Vincenzo #Paparelli pic.twitter.com/07EnnNYd9i
— Libro dei Fatti (@librodeifatti) 28 Oktober 2014
Fiorillo mengira tembakan yang ia sulut hanyalah kembang api biasa dan bukanlah flare.
AI FALSI MORALISTI..A CHI SI SCANDALIZZA .#curvanord #curvasud #paparelli@AleAntinelli #raisport #lazio #roma #derby #irriducibili pic.twitter.com/rfAItntHj8
— elvislazio (@AQVILAROMANA) 9 Mei 2017
Remaja 18 tahun yang berprofesi sebagai pelukis itu kemudian menghilang menjadi buronan polisi.
Dikabarkan Fiorillo kabur ke Swiss dan selama pelariannya ia sering menelepon kakak Paparelli untuk meminta permohonan maaf, ia mengaku tak bermaksud membunuh.
Dua tahun atau 14 bulan setelah kejadian, Fiorillo kemudian kembali ke Italia untuk menyerahkan diri.
(Baca Juga: Sejarah Hari Ini, Si Hantu Belanda Cetak Gol Tercepat Liga Champions)
Pada 1987, delapan tahun pasca wafatnya Paparelli, Fiorillo divonis hukuman penjara selama 6 tahun 10 bulan karena kesalahannya itu.
Fiorillo kemudian meninggal pada 1993 karena pengaruh obat-obatan terlarang dan penyakit.
Sebelum meninggal ia menulis surat pada keluarga Paparelli untuk kembali meminta permohonan maaf.
Insiden flare yang merenggut Paparelli pada 28 Oktober menjadi hari berkabung bagi fan Lazio atau Laziale setiap tahunnya.
Derbi de Roma, violencia en las gradas y la muerte de Vincenzo Paparelli. Fútbol italiano.
[Por @Pinturicchia13] https://t.co/fXhbsOsYlr pic.twitter.com/RzTFXzD2lz
— Soy Calcio (@SoyCalcio_) 21 Januari 2017
Walau sayang, kubu fanatik Roma beberapa kali terlihat tidak menaruh respek pada kematian Paparelli dengan membentangkan spanduk berisikan namanya untuk memprovokasi fan Lazio.