Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Germain (PSG) yang memiliki komposisi pemain super mahal kalah dari klub kaya lainnya, Real Madrid, dan tersingkir dari Liga Champions musim ini. Pasca kegagalan itu ada usulan agar PSG melakukan perombakan pengelolaan.
Kurangnya orang dari unsur sepak bola asli di puncak pimpinan Paris Saint-Germain (PSG) dianggap jadi latar belakang kuat kegagalan mereka di Liga Champions.
Kata-kata itu datang dari mantan bos besar Olympique Marseille, Bernard Tapie.
Tapie adalah presiden klub dari pantai selatan Prancis itu pada akhir 1980-an sampai awal 1990-an.
(Baca juga: Jika Sang Ayah Tinggalkan Indonesia untuk Gabung Klub Belanda, Dua Pemain Singapura Ini Mengejar Asa di Eropa)
Selama waktu itu, Marseille cukup Berjaya dengan memenangi empat gelar kompetisi domestik Ligue 1 dan sekali mengangkat trofi Liga Champions edisi 1992/1993.
”Mereka yang menjalankan PSG hanya seperti menjalankan perusahaan minyak saja,” kata Tapie, pengusaha sekaligus politisi tersebut.
”Semua itu tidak akan pernah jalan dan cocok jika bekerja dengan cara yang ada saat ini di PSG.”
(Baca juga: Laga Khusus untuk Kiper Timnas Indonesia Era 1980-an Digelar Satu Klub Liga 3 asal Jawa Tengah)
Menurut Tapie, kekuasaan harus diserahkan kepada seseorang yang tahu apa itu sepak bola.
Orang tersebut hidup untuk sepak bola dan memiliki pengetahuan yang spesifik.
”PSG tidak memiliki bos, bosnya adalah orang yang telah membayar semuanya. Emir Qatar bukan bagian dari tim,” tutur Tapie yang dikutip BolaSport.com dari Marca.
(Baca juga: Tiger, Satu Lagi Orang Kaya dari Thailand yang Memiliki Saham Mayoritas Klub Liga Inggris)
Real Madrid mengalahkan juara Ligue 1 dengan meyakinkan untuk melaju ke perempat final Liga Champions.
Los Blancos menang agregat 5-2 atas PSG, bahkan pada leg kedua babak 16 besar, Real Madrid menang 2-1 di Parc des Princes.
”Sepak bola bukan olahraga individual,” ujar Tapie melanjutkan.
(Baca juga: Pemain dengan Status Marquee Player Ini Bersinar dan Produktif, setelah Meninggalkan Klub Indonesia)
”Tetapi untuk PSG itu adalah olahraga individu yang dimainkan sebagai sebuah tim,” katanya.
Diakui Tapie, Madrid memainkan pemain muda yang bukan terbaik, tetapi ada budaya sebagai sebuah tim dan semua orang menganut proyek ini.
”Di PSG, posisi sayap satu adalah (Kylian) Mbappe, lalu sayap lain ada pemain lain. Mereka harus saling melengkapi dan untuk saat itu tidak terjadi.”
(Baca juga: Mandul di Liga Jepang, Lukas Podolski Mengamuk pada Laga J.League Cup 2018)
Oryx Qatar Sports Investments (QSi) telah menjadi pemilik PSG sejak 2011.
Pengambilalihan tersebut membuat PSG menjadi klub terkaya di Prancis dan salah satu yang terkaya di dunia.
Sayang, mereka sulit memenangi Liga Champions dengan sejumlah pemain mahal mereka seperti Neymar dan yang lain.
A post shared by BolaSport.com (@bolasportcom) on