Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Tim nasional U-22 Indonesia gagal lolos ke final SEA Games 2017 setelah kalah dari Malaysia dengan skor 0-1 pada babak semifinal di Stadion Shah Alam, Sabtu (26/8/2017).
Meski timnas Indonesia lebih menguasai jalannya laga dengan penguasaan bola mencapai 57 persen, namun Malaysia yang lebih mampu memanfaatkan peluang dengan mencetak gol jelang akhir laga.
Gol semata wayang Thanabalan Nadarajah di menit ke-87 cukup untuk membawa timnas Malaysia lolos ke babak final sepak bola SEA Games 2017.
Berikut ini lima hal yang bisa kita pelajari dari kekalahan timnas Indonesia di babak semifinal tersebut:
Tanpa Tulang Punggung
Indonesia bermain tanpa tulang punggung mereka di pertandingan ini.
Hansamu Yama, kapten tim sekaligus pengawal utama lini belakang, harus absen akibat kartu kuning yang diterimanya pada laga melawan Kamboja.
Andy Setyo dan Ricky Fajrin yang menjadi duet baru jantung pertahanan memang mampu bermain apik dalam menghalau serangan Malaysia.
Namun kehilangan sosok kapten, lini belakang kadang terlihat limbung tanpa teriakan dan dukungan moril dari sang kapten.
Di lini tengah, kehilangan Hargianto sangat terasa.
Hanif Sjahbandi tak bisa melindungi lini belakang sebaik Hargianto, pun dalam pembagian bola, Hanif tak bisa mengambil peran yang biasa diemban oleh Hargianto.
Tapi kehilangan paling terasa adalah cederanya Septian David Maulana di menit ke-60.
Ia sepertinya harus menerima akibat dari kelelahan yang menghantui karena selalu bermain di setiap pertandingan timnas sejauh ini.
Serangan Indonesia menjadi tak begitu berbahaya sejak Septian keluar dari lapangan permainan.
Monoton yang Mudah Terbaca
Cederanya Septian David memaksa Evan Dimas menjadi satu-satunya kreator serangan timnas.
Hal ini bisa dilihat dari jumlah umpan yang diterima Evan, angka 51 adalah yang terbanyak dibandingkan pemain Indonesia yang lain.
Presentase 84 persen umpan berhasil dengan jumlah mencapai 48 menjadikan Evan Dimas nyawa satu-satunya serangan timnas.
Namun hal ini menjadikan pertahanan Malaysia mudah untuk membaca permainan Indonesia.
Mereka bisa menetralisir serangan Indonesia sebelum masuk ke daerah berbahaya.
Sepanjang laga, Indonesia cuma berhasil melesakkan 7 kali tembakan dengan tiga di antaranya mengarah ke gawang.
Bandingkan dengan Malaysia yang punya 13 tembakan dengan 4 tepat sasaran.
Dinding yang Tertembus Menjelang Akhir Laga
Tidak, pertahanan Indonesia tidak bermain jelek sama sekali, bahkan bisa dibilang pertahanan timnas bermain cemerlang.
Namun tampaknya jumlah 15 intersep dan 20 sapuan belum cukup untuk membawa Indonesia menuju partai puncak.
Meski Malaysia hanya punya penguasaan bola 43 persen, namun mereka mampu memanfaatkan hal tersebut menjadi banyak peluang berbahaya.
Terutama dari bola mati yang biasanya dieksekusi oleh pemain bernomor punggung 6, Safawi Rasid.
Sebanyak 7 kali sepak pojok, selalu bisa dimanfaatkan Malaysia untuk mengancam gawang yang dijaga Satria Tama.
Puncaknya di menit ke-87, Nadarajah yang tak terkawal melakukan tandukan keras untuk menghentikan mimpi Indonesia meraih medali emas sepak bola SEA Games 2017.
Permainan Menarik Tanpa Hasil Apik
Meski gagal mencapai partai final, permainan timnas U-22 Indonesia layak diacungi jempol.
Dengan beberapa pemain jebolan timnas U-19 asuhan Indra Sjafri dulu, Indonesia asuhan Luis Milla menjadi harapan baru para pecinta sepak bola.
Walaupun gagal di dua kejuaraan yang diikuti, kualifikasi Piala Asia U-23 dan SEA Games 2017, pelatih asal Spanyol itu tampak pantas untuk dipertahankan.
Sudah lama timnas tak bermain dengan ketenangan, bermain sabar dari kaki ke kaki, dan banyak menguasai bola.
Kemajuan yang sudah dibuat oleh era kepelatihan Milla tak seharusnya dibiarkan hilang begitu saja dengan menganggap sang pelatih gagal lalu melepasnya.
Mereka yang Tak Biasa, Indonesia Luar Biasa
Bukan, ini bukan akhir dari penantian rakyat Indonesia yang terakhir kali melihat timnasnya memenangi medali emas SEA Games pada tahun 1991.
Penantian selama 26 tahun itu setidaknya harus kembali ditunda selama dua tahun saat SEA Games dilangsungkan lagi 2019.
Namun perjuangan belum usai, masih ada kehormatan bangsa yang harus dijaga, masih ada medali yang bisa Indosia bawa.
Perebutan medali perunggu melawan Myanmar bisa menjadi obat luka bagi masyarakat nusantara.
Bukan kemenangan yang ingin dirasa namun kebanggaan saat memakai garuda di dada itu yang ditunggu oleh rakyat Indonesia.
Semoga semangat para pemain tetap terjaga dan bisa membawa kehormatan itu tetap tak ternoda.
Indonesia, kalian luar biasa!