Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Tidak semua anak usia 14 tahun berani mengambil keputusan untuk merantau demi mengejar impian. Witan Sulaeman, gelandang timnas U-19 Indonesia, adalah salah satu yang melakukannya.
“Saya yakin tidak akan berkembang bila tetap di Palu,” katanya dalam sesi wawancara khusus dengan Tabloid BOLA dan BolaSport.com beberapa waktu lalu.
Mengapa Witan menganggap bahwa pindah dari Palu adalah satu-satunya pilihan yang dimilikinya? Mengapa pula Sekolah Khusus Olahraga (SKO) Ragunan jadi pilihan? Simak wawancaranya:
(Baca Juga: Egy Maulana Vikri dan Status Wonderkid Sepak Bola Indonesia: Harus Belajar dari Kejadian Masa Lalu)
(Baca Juga: Wawancara Bima Sakti: Saya Bersedia Jadi Pelatih Timnas Senior)
Keberhasilan timnas U-16 menjuarai Piala AFF sekaligus mempertinggi harapan agar timnas U-19 bisa menorehkan prestasi terbaik di Piala Asia tahun ini. Bagaimana melihat hal ini?
Pasti demikian. Semua masyarakat Indonesia pasti senang kalau ada atlet Indonesia yang meraih prestasi seperti terlihat di Asian Games 2018.
Kami saling mendukung saja, semua pasti ingin meraih yang terbaik. Kami di tim juga optimistis, Insya Allah lolos ke Piala Dunia U-20.
Witan, Anda ini berasal dari Palu dan merantau ke SKO Ragunan pada usia 14 tahun. Mengapa dulu mengambil keputusan seperti ini?
Di Palu dulu minim ajang untuk pesepak bola usia dini. Kalaupun ada, sifatnya hanya pertandingan tarkam. Kalau di Jakarta, lebih banyak kompetisi yang diikuti. Begitu juga di Ragunan, malah bisa mengikuti turnamen internasional di luar negeri.
Bagaimana dengan program pembinaan yang kamu alami dulu di Palu?
Dulu di Palu bahkan belum ada Sekolah Sepak Bola (SSB). Memang ada pelatih sepak bola, tetapi tidak terlalu memerhatikan pemain anak-anak. Pelatih cuma datang dan menyuruh bermain, tidak ada program latihan. Bahkan tidak ada pemanasan, semua yang datang langsung disuruh bermain dalam gim. Tidak ada latihan teknik juga.
Berarti, skill Anda terasah secara otodidak?
Iya, saya banyak belajar sendiri soal skill sepak bola.
Anda merantau dan tinggal di asrama pada usia 14 tahun. Bagaimana rasanya dan adaptasi Anda?
Pertama-tama, saya merasa berat jauh dari orangtua. Tetapi, saya juga yakin tidak akan berkembang bila tetap di Palu. Mau tidak mau, saya memberanikan diri merantau ke Jakarta. Keputusan itu saya ambil bersama orangtua.
(Baca Juga: Timnas Indonesia Krisis Bek Kanan, Cuma Dua Sepanjang 2018)
Sebagai anak daerah di Ragunan, pernah merasa minder dengan rekan-rekan di Ragunan?
Tidak ada rasa minder sama sekali. Sewaktu saya masuk Ragunan, ada juga teman saya dari Palu yang sudah lebih dulu di sana.
Oleh pelatih di Ragunan ketika pertama kali berlatih, elemen apa yang diperbaiki dari Anda?
Semuanya diperbaiki, termasuk soal fitnes dan teknik.
Kamu disebut bintang sepak bola berikutnya dari Palu setelah Ferry Rotinsulu. Bagaimana menanggapi hal ini?
Saya merasa masih belum ada apa-apanya, terlebih kalau dibandingkan dengan Ferry Rotinsulu. Semua tahu Ferry Rotinsulu adalah kiper legendaris, sementara saya sama sekali belum apa-apa.
Bagaimana Anda melihat bakat pesepak bola muda dari Palu?
Menurut saya, kebanyakan mereka memiliki bakat alam bermain sepak bola. Hanya bila tetap di Palu, saya merasa mereka akan sulit berkembang.
Kalau demikian, apa harapan Anda buat junior-junior dari Palu?
Semoga mereka terus giat berlatih dan bisa meraih apa pun yang diinginkan di sepak bola. Kepada para pembina sepak bola usia muda di Palu, semoga lebih giat lagi membina mereka dan menggelar lebih banyak kompetisi. Semakin banyak para pemain muda menjalani pertandingan, mereka akan punya pengalaman tersendiri.
(Baca Juga: Wawancara Hargianto: Persija adalah Impian Anak Jakarta!)
Anda masih berusia 16 tahun. Apa rasanya menjadi pemain berumur 16 tahun di timnas U-19?
Rasanya sebenarnya biasa saja. Para pemain lain di timnas U-19 ini tidak melihat umur, mereka tetap respek pada pemain lain yang lebih muda. Mereka juga baik, selalu membantu bila saya mengalami kesulitan. Saya sendiri juga hormat pada mereka.
Lechia Gdansk Turut Wartakan Peran Egy Maulana Vikri dalam Kemenangan Timnas U-19 Indonesia atas Taiwan https://t.co/PA3Fdgb4PN
— BolaSport.com (@BolaSportcom) October 19, 2018
Siapa sebenarnya inspirasi Anda dalam bermain sepak bola?
Saya mengidolai Lionel Messi. Saat hendak bertanding, saya sering menonton Youtube bagaimana Messi menghadapi situasi dalam pertandingan.
Sejumlah rekan Anda di timnas U-19 sudah memperkuat klub Liga 1. Sahabat Anda, Egy Maulana Vikri, malah tampil di Eropa. Bagaimana dengan harapan Anda sendiri?
Harapan saya tentu semoga bisa berkarier di Eropa seperti halnya Egy.
Lihat postingan ini di InstagramPiala Asia U-19 2018 FT: INDONESIA 3-1 TAIWAN #timnasday #timnas #timnasindonesia #timnasu19
Sebuah kiriman dibagikan oleh BolaSport.com (@bolasportcom) pada