Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Insiden pengeroyokan yang merenggut nyawa seorang anggota The Jak Mania, Haringga Sirla, di Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA), Bandung, Jawa Barat, turut mendapat sorotan tajam dari sejumlah media di luar negeri.
Peristiwa ini pun segera menjadi perbincangan hangat setelah video pengeroyokan tersebut tersebar luas di dunia maya.
Aksi kejam tersebut terjadi sebelum pertandingan antara Persib Bandung kontra Persija Jakarta pada pekan ke-23 Liga 1 2018, Minggu (23/9/2018).
(Baca Juga: Orang Tua Haringga Sirla Ungkap Firasat Sebelum Anaknya Tewas Dikeroyok Oknum Bobotoh)
Berdasarkan video yang beredar di duna maya, Haringga Sirla dianiaya oleh puluhan orang yang di antaranya menggunakan atribut suporter Persib Bandung.
Tak hanya bogem mentah, pemuda berusia 23 tahun ini juga dipukuli menggunakan balok kayu, helm, hingga batu.
Selain itu, tak terlihat ada satu pun orang yang mencoba menghentikan aksi brutal tersebut hingga akhirnya pemuda asal Cengkareng, Jakarta Barat itu meregang nyawa secara tragis.
Salah satu media asal Negeri Jiran, New Straits Times (NST), turut menyoroti aksi pengeroyokan tersebut.
(Baca Juga: Anggota The Jak Mania Tewas, 7 Korban Harus Meregang Nyawa di Antara Rivalitas Persib Vs Persija)
"Pendukung sepak bola dihajar hingga tewas oleh suporter rival," tulis NST dalam tajuk beritanya.
Selain memberitakan latar belakang dan deskripsi insiden ini, NST pun mencoba membuka ingatan publik soal kisruh yang pernah terjadi di dunia sepak bola Indonesia.
Tak hanya soal perselisihan antarsuporter yang kerap kali memakan korban jiwa, tetapi juga sejumlah krisis yang terjadi di dunia kulit bundar Tanah Air.
Setidaknya, ada tiga hal yang menjadi fokus NST dalam pemberitaannya.
Pertama ialah aksi tak terpuji pendukung Indonesia yang melakukan pelemparan terhadap pemain dan ofisial Malaysia.
(Baca Juga: Skenario Piala Asia U-16 2018 - Pelatih Timnas Vietnam Khawatir Indonesia dan India Bermain Mata)
Aksi tersebut terjadi seusai pertandingan babak semifinal Piala AFF U-19 2018 di Gelora Delta, Sidoharjo, beberapa waktu lalu.
Peristiwa ini sebetulnya dipicu oleh kekecewaan pendukung yang terpaksa menyaksikan anak asuh Indra Sjafri ditumbangkan timnas U-19 Malaysia di kandang sendiri.
Kedua, NST dalam laporannya kembali mengingatkan betapa publik Indonesia tentu masih ingat betul sanksi yang dijatuhkan FIFA kepada PSSI pada tahun 2015 silam.
Saat itu Indonesia diganjar sanksi larangan mengikuti turnamen internasional lantaran kisruh yang terjadi antara pemerintah dan federasi (PSSI).
Sanksi tersebut dijatuhkan FIFA lantaran BOPI (Badan Olahraga Profesional Indonesia) dan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) dinilai sudah melakukan intervensi terhadap PSSI.
Hal tersebut menyebabkan berbagai krisis selama bertahun-tahun lantaran tak adanya kompetisi yang digelar.
Pada poin ketiga, NST membahas perlakuan buruk klub Indonesia kepada pemain asing.
Bahkan keteledoran itu turut merenggut nyawa dua pesepak bola asing karena tak mampu membayar biaya pengobatan lantaran tak kunjung menerima gajinya.
Salah satu kisah tragis tersebut menimpa Diego Mendieta di mana pemain asal Paraguay itu tak kunjung mendapat gaji dari Persis Solo hingga akhirnya meninggal dunia pada akhir 2012 lantaran tak mampu membayar biaya pengobatan.
Mendieta bahkan sempat meminta ongkos untuk pulang ke negara asalnya, tetapi hal itu tak bisa dipenuhi.