Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Sekretaris Kemenpora (Sesmenpora), Gatot S Dewa Broto angkat bicara soal tuntutan masyarakat kepada Ketua Umum PSSI, Edy Rahmayadi, untuk meninggalkan jabatannya.
Tuntutan itu ramai lagi akhir-akhir ini setelah kegagalan timnas Indonesia melaju dari fase grup Piala AFF 2018.
Edy Rahmayadi dinilai tak fokus memimpin PSSI lantaran juga menjabat sebagai Gubernur Sumatera Utara untuk periode hingga lima tahun ke depan.
Gatot S Dewa Broto menegaskan bahwa Edy Rahmayadi tak melanggar Undang-undang soal larangan jabatan, merujuk Pasal 40 UU Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional dan Pasal 56 PP Nomor 16 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Keolahragaan.
Namun, Gatot menilai bahwa sepak bola merupakan olahraga yang membutuhkan fokus dari pemimpinnya.
"Dalam pasal 40, yang dilarang adalah pejabat, eksekutif misalnya merangkap sebagai pimpinan atau pengurus KONI baik pusat dan daerah," kata Gatot kepada wartawan, Sabtu (24/11/2018).
"Kalau case Pak Edy, tidak ada yang dilanggar terhadap UU olahraga. Karena dia bukan ketua KONI atau pengurus KONI daerah. Tapi dalam hal ini, dinilai dari aspek kepatutannya."
(Baca juga: Timnas Indonesia Vs Filipina - Kata Bima Sakti soal Peluang Bermain Muhammad Ridho dan Bagas Adi)
"Itu yang diurusi adalah olahraga yang seksi, sangat strategis tapi masih dirangkap dari jauh dari Medan, meskipun orang bisa bilang teknologi memungkinkan."
Pria yang sebelumnya menjabat sebagai Deputi Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora itu menilai bahwa Ketum PSSI wajib mencurahkan banyak waktunya dalam memimpin organisasi ini.
Rangkap jabatan bisa dilakukan asalkan ada komitmen terhadap tanggung jawabnya bersama PSSI.
"Di Jakarta itu beberapa menteri rangkap jabatan, tetapi mereka bisa efektif berdialog. Lalu, ini adalah masalah mencurahkan waktunya kepada PSSI," tuturnya.
"Chemistry wakil ketua dan ketua itu berbeda. Ketua itu harus hadir, titik! Itu statement dari pemerintah," ucapnya tegas.