Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Kemajuan teknologi yang sangat pesat tentunya memudahkan semua aspek kehidupan masyarakat dalam menjalani kehidupan sehari-hari mereka, khususnya dalam bidang teknologi komunikasi.
Kemunculan smartphone ataupun gadget yang muat dalam genggaman, selain digunakan untuk berkomunikasi, juga dimanfaatkan oleh masyarakat pelaku usaha untuk melancarkan bisnis mereka. Bahkan tidak sedikit pula yang beralih secara menyeluruh dengan melakukan digitalisasi kegiatan usaha mereka.
Kondisi ini merupakan salah satu topik bahasan dalam gelaran seminar internasional untuk menyikapi revolusi industri 4.0 untuk mengantisipasi 10 tantangan Global yang direkomendasikan oleh ISSA (International Social Security Association).
Kondisi ini dikatakan disruptive atau gangguan karena merubah tatanan perekonomian konvensional yang selama ini berjalan. Hal ini tentunya bukan hal yang buruk, namun justru memberikan tantangan tersendiri, salah satunya dari sisi jaminan sosial.
(Baca Juga: VIDEO - Assist Evan Dimas Bikin Pemain Selangor FA Ciptakan Gol Indah)
ISSA merupakan organisasi internasional yang menaungi 330 organisasi jaminan sosial dari 158 negara di seluruh dunia.
BPJS Ketenagakerjaan selaku tuan rumah dari Seminar internasional yang digelar oleh ISSA ini bertempat di The Mulia Hotel, Nusa Dua, Bali pada selasa, (6/2), dimana kegiatan ini merupakan langkah strategis yang perlu ditempuh untuk dapat terus beradaptasi terhadap perekonomian global.
Ini merupakan salah satu seminar terbesar yang dicanangkan oleh ISSA untuk mengumpulkan praktisi-praktisi jaminan sosial untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan agar bisa menghasilkan rekomendasi bagi para pengambil kebijakan dan praktisi jaminan sosial.
Seminar ini dibuka oleh Bambang Brodjonegoro, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional RI, sekaligus juga menjadi narasumber utama bersama dengan Joachim Breuer, President of ISSA.
Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan, Agus Susanto mengatakan bahwa saat ini perekonomian bergerak secara digital, dimana semua orang mendapatkan kesempatan yang sama dan bisa bekerja tanpa mengenal batasan ruang dan waktu.
"Semua bisa dilakukan dalam genggaman, baik itu pekerja maupun pasar sasarannya. Semua menjadi semakin tidak terlihat, dan dari sisi jaminan sosial tentunya hal ini menjadi tantangan tersendiri," jelas Agus.
(Baca Juga: Minggir, Cristiano Ronaldo! Dua Nama Ini Akan Jadi Masa Depan Sepak Bola)
Agus menambahkan, disruptive economy ini selain membawa impact serius pada tatanan perekonomian, juga membawa dampak dalam hal ketenagakerjaan, hubungan industrial, keberlangsungan sistem jaminan sosial, bahkan juga berdampak pada cara masyarakat berkomunikasi dan berinteraksi.
Seminar internasional ini dihadiri sebanyak 125 pemerhati jaminan sosial dari 30 negara bersama dengan 350 orang praktisi dan pemerhati jaminan sosial di Indonesia.
Selain itu juga dilakukan penandatanganan kerjasama strategis antara BPJS Ketenagakerjaan dengan DGUV (German Social Accident Insurance) atau Lembaga Penyelenggara Jaminan Kecelakaan Kerja Jerman terkait K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) dan jaminan sosial.
"Semoga dengan terlaksananya seminar internasional ini dapat menghasilkan rekomendasi-rekomendasi yang membantu para pemangku kepentingan jaminan sosial di seluruh dunia dalam menentukan langkah ataupun kebijakan ke depan", tutup Agus.