Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Brasil, meski negara Amerika Selatan itu bukanlah tempat sepak bola dilahirkan namun di sanalah gudangnya pesepak bola top dunia.
Sejak era Pele hingga Neymar, sudah banyak talenta-talenta negeri samba selain keduanya yang menorehkan tinta emas di olahraga si kulit bundar.
Dari kesekian banyaknya talenta Brasil, mungkin Garrincha menjadi yang paling unik di antara yang lain.
Lahir di Pau Grande, Brasil, pada 28 Oktober 1933, Garrincha yang berarti burung kecil bernama asli Manuel Francisco dos Santos.
Mane, panggilan awalnya (diambil dari nama Manuel), dipanggil Garrincha oleh sang kakak Rosa karena perawakannya yang kecil bak burung wren.
Lihai menggiring bola dengan kecepatan mumpuni, itulah karakteristik permainan Garrincha.
Namun bukan itu yang menjadi keunikan dari mantan pesepak bola yang berperan sebagai winger dan pemain depan itu.
Keunikannya terletak di fisiknya, karena ia memiliki kaki yang bengkok.
Ya, bengkok. Kaki kanan Garrincha bengkok ke dalam dan kaki kirinya enam centimeter lebih pendek dan melengkung keluar.
Juga jangan lupa, tulang punggung Garrincha membentuk huruf kapital 'S'.
Jurnalis kenamaan Uruguay, Eduardo Galeano pernah mendeskripsikan seperti apa Garrincha dari kacamata dokter di kotanya.
"Mereka (dokter) memprediksi orang (Garrincha) cacat yang selamat dari kelaparan dan polio, bebal serta pincang, dengan otak seperti bayi, tulang punggung seperti huruf S dan kedua kakinya tertekuk ke dalam, tidak akan menjadi seorang atlet," kata Galeano dalam buku 'Soccer in Sun and Shadow'.
"Bagaimanapun itu, Garrincha menjadi lebih dari seorang atlet."
"Dalam tatanan sosial dimana hal berharga berada di tubuh bagian bawah, seperti menari (samba) dan seni bela diri (capoeira), dan olahraga yang berfokus pada kaki, Garrincha secara ironis menjadikannya simbol nasional dari kegembiraan, keindahan, dan permainan kreatif."
Sama seperti pesepak bola Brasil kebanyakan, Garrincha kecil harus berjuang hidup dalam keadaan miskin.
Dalam buku 'The World through Soccer: The Cultural Impact of a Global Sport' dijelaskan sekelumit kisah kecil Garrincha.
Pada pemaparan buku tersebut juga dijelaskan tentang hal tabu mengenai Garrincha yang kehilangan keperjakaan dengan seekor kambing.
Garrincha, the “Angel With The Bent Legs”, lost his virginity to a goat, was an alcoholic and fathered 14 children. pic.twitter.com/AtWXl5VxVy
— All-time squad (@alltimesquad) 26 April 2015
"Si burung kecil hidup dalam kemiskinan dengan ayah yang kecanduan alkohol. Ia mulai bekerja di pabril lokal saat berumur 14 tahun."
"Mulai kecanduan minum-minuman beralkohol di waktu yang sama, dan kehilangan keperjakaan dengan seekor kambing," seperti itulah yang dijelaskan di buku karya Tamir Bar-On itu.
Garrincha kecil yang bekerja di pabrik tekstil dikenal pemalas, sehingga ia dipecat dari tempat kerjanya.
Meski dipecat ia masih dibutuhkan klub sepak bola pabriknya, Esporte Clube Pau Grande, yang menginginkan dirinya tetap memperkuat tim.
Bebas, simpel, dan tidak ambisius itulah Garrincha.
Ruy Castro dalam buku biografi 'Garrincha: The Triumph and Tragedy of Brazil's Forgotten Footballing Hero' mengungkapkan bagaimana figur pria dengan tinggi 169 centimeter menjalani kariernya.
"Garrincha adalah pesepak bola paling amatir yang sepak bola pernah ciptakan," begitulah kata.
"Ia tak pernah berlatih. Tak punya agen pemain, tidak peduli membaca kontraknya, dan sering langsung menandatangani sebelum sadar tentang isinya usai ia mengisi (kontraknya)."
"Saat ia mendapat bonus setelah Piala Dunia, ia menyerahkan semuanya pada sang istri, dimana istrinya kemudian menyembunyikan bonus itu di bawah kasur anaknya."
"Beberapa tahun kemudian, mereka ingat tentang uang itu, dan menemukan kertas (uang) yang basah kuyup. Bonus itu hancur karena ompol (anaknya)."
Alex Bellos juga menuliskan di bukunya, 'Futebol: The Brazilian Way of Life', tentang perasaan Garrincha yang terkesan santai terhadap sepak bola saat Brasil kalah di Piala Dunia 1950.
"Saat Brasil kalah di Piala Dunia 1950 ia menganggap konyol melihat orang-orang bersedih dan kecewa."
"Ia memilih memancing daripada harus mendengarkan final lewat radio."
Garrincha tak pernah berkarier di Eropa sama seperti kompatriotnya Pele.
(Baca Juga: Begini Respons Cristiano Ronaldo Saat Ditawari PSG Gaji Rp 15 Ribu di FIFA 18!)
Jika Pele membesarkan nama klub Brasil Santos, Garrincha membela klub Brasil lainnya yakni Botafogo.
Pada tahun 1953, dimana saat itu ia sudah menikah dengan Nair Marques dan mempunyai anak, ia bergabung dengan Botafogo klub profesional pertamanya.
Garrincha boleh santai terhadap sepak bola, namun torehan 245 gol dalam 614 laga di kompetisi domestik bersama Botafogo sejak 1953 hingga 1965 menjadi bukti talenta emas yang dimilikinya.
Galeano, masih di bukunya yang sama, tak lupa menggambarkan permainan Garrincha di lapangan yang tak peduli fisik tak sempurnanya.
"Saat ia di luar sana, lapangan menjadi seperti sirkus, bola dijinakkan seekor binatang, laga layaknya sebuah pesta."
"Seperti bocah kecil melindungi binatang peliharaannya, Garrincha tak akan melepaskan bola begitu saja."
"Ia akan memperlihatkan trik-trik licik pada lawan yang membuat orang-orang mati tertawa."
Tak jauh beda dengan Galeano, Djalma Santos, rekan satu timnya di timnas Brasil turut mengatakan hal yang hampir sama.
"Ia punya jiwa anak-anak. Garrincha adalah jawaban siapa Charllie Chaplin-nya sepak bola," ungkap Djalma Santos dalam video dokumenter 'Garrincha - The Genius of Dribble'.
Timnas Wales yang pernah merasakan kekuatan Brasil pada 19 Juni 1958 juga mengungkapkan pujiannya pada talenta Garrincha.
"Garrincha lebih bahaya ketimbang Pele, seorang fenomena, sentuhannya gaib," ujar mantan bek Wales, Mel Hopkins.
Pele sebagai tandemnya di lini depan tentu melontarkan pujian padanya.
"Garrincha pemain luar biasa, salah satu yang terbaik yang pernah ada."
"Ia sanggup melakukan apapun dengan bola dibandingkan pemain lain," ucap Pele.
Tahun - tahun bersama The Lone Star (A Estrela Solitária), julukan Botafogo, paling manis Garrincha rasakan pada 1957.
Pada tahun tersebut Botafogo dibawanya menjuarai Campeonato Carioca dimana ia mencetak 20 gol dalam 26 laga.
Usai membawa Botafogo ke level tertinggi di tahun 1957, Garrincha akhirnya mendapatkan kesempatan memperkuat skuat Brasil untuk Piala Dunia 1958 Swedia.
(Baca Juga: Sejarah Hari Ini - Mengenang Jules Rimet, Anak Pedagang Pencetus Piala Dunia)
Brasil pada tahun itu dikenal powerful karena lini serangnya.
Selain Garrincha terdapat pemain andalan seperti Didi, Vava, Mario Zagallo, dan remaja 17 tahun yang kemudian mendunia, Pele.
Pada tahun itu trofi Jules Rimet berhasil diamankan oleh Brasil.
Di Piala Dunia 1962 di Cile, Brasil kembali menjadi juara dengan kembali lewat duet Pele dan Garrincha.
Melawan Ceska di final, Garrincha tetap bermain meski menderita demam tinggi di laga yang berkesudahan 3-1 untuk keunggulan Brasil.
Garrincha total mencetak empat gol di ajang empat tahunan pada edisi itu dan meraih gelar Pemain Terbaik.
Headline surat kabar Cile, El Mercurio, sampai-sampai menggunakan judul hiperbolis mengenai Garrincha.
"Dari planet mana Garrincha itu?" seperti itulah judul tersebut.
Kariernya yang mentereng sayangnya tak menular di kehidupannya di luar lapangan.
Garrincha terlibat skandal percintaan dengan penyanyi Brasil, Elza Soares, yang membuat pernikahannya dengan Nair Marques kandas pada 1965.
Kabarnya, pernah suatu kali Elza menghampiri dan memeluk Garrincha yang sedang berdiri di bawah shower usai bertanding.
Hubungan terlarang itu membuat kehidupan sepak bolanya dibalut dengan kehidupan selebritas yang membuat performanya menurun.
Pada Piala Dunia 1966 Garrincha dibayang-bayangi sosok dirinya yang lama saat menjuarai Piala Dunia empat tahun sebelumnya.
Di Piala Dunia yang digelar di Inggris, Garrincha yang hanya menyarangkan satu gol hanya sanggup membawa Brasil finis di posisi tiga di babak grup karena kalah saing oleh Bulgaria dan Portugal.
(Baca Juga: Sejarah Hari Ini - Hebatnya Timnas Swedia, Lakoni Dua Laga di Hari yang Sama dan Sukses Raih Kemenangan)
Usai gagal membawa Brasil kembali juara Piala Dunia Garrincha menyudahi kisah manisnya di Botafogo.
Ia menghabiskan kariernya di banyak klub di antaranya adalah Corinthians dan Flamengo sebelum akhirnya pensiun pada 1972.
Malang baginya, sebelas tahun berselang Anjo de Pernas Tortas atau Malaikat Berkaki Bengkok dipanggil yang maha kuasa pada usia 49 tahun akibat konsumsi alkohol berlebihan.
Jutaan orang mengiringi prosesi pemakamannya, membentuk barisan dari StadionMarcana menuju tempat peristirahatan terakhir di Pau Grande.
"Di sini telah tidur dalam damai seorang yang bersuka cita dengan orang-orang - Mane Garrincha," jelas tertulis di nisan pria yang juga dijuluki Alegria do Povo yang berarti Sukacita Rakyat.
Nama besarnya dikenang publik lalu diabadikan menjadi nama salah satu stadion di Brasil, yakni Stadion Nacional Mane Garrincha.