Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Sejarah Hari Ini - Selebrasi Pembawa Petaka, Jari Putus akibat Cincin Kawin

By Dimas Wahyu Indrajaya - Selasa, 5 Desember 2017 | 07:05 WIB
Pemain Servette FC Paulo Diogo menderita cedera parah di jari manisnya pada 5 Desember 2004. (LOLWOT)

Jangan neko-neko deh jika ingin selebrasi, salah-salah malah mencelakakan diri sendiri.

Begitu banyak pesepak bola berselebrasi usai mencetak gol yang tertimpa kemalangan karena selebrasinya yang di luar batas atau malahan terlalu lebay.

Nah, mantan pesepak bola asal Swiss Paulo Diogo menjadi salah satunya.

Namun selebrasi dilakukan Diogo bukan karena usai mencetak gol, ia hanya memberikan assist yang membuatnya tenggelam dalam euforia memabukkan yang kemudian berujung petaka.

Petaka? Ya petaka, karena usai berselebrasi jari Diogo putus!

(Baca Juga: Sejarah Hari Ini, Selebrasi Akrobatik Renggut Nyawa Pesepak Bola Muda India)

Tepat pada 5 Desember 2004, Diogo yang membela klub Liga Swiss Servette FC senang bukan kepalang umpannya dikonversi dengan baik oleh rekan setimnya Jean Beausejour.

Gol Beausejour ke gawang tuan rumah FC Schaffhausen pada menit 87 menjadi gol ketiga timnya di laga yang dimenangi Servette 4-1.

Melihat rekan setimnya menjebol gawang tentu Diogo turut senang dan berselebrasi.

Saat rekan setimnya berselebrasi dengan Beausejour, di sisi lain Diogo asyik berselebrasi dengan suporter di tribun yang dipisahkan pagar jaring besi.

Gelandang keturunan Portugal itu memanjat pagar jaring besi demi merayakan gol dengan fan yang rela jauh-jauh menyambangi Stadion Breite dengan menempuh jarak dua ratus kilometer lebih dari Jenewa.

Usai meluapkan kegembiraannya Diogo pun turun kembali ke rumput pertandingan.

Sayang beribu sayang, pria yang kala itu berusia 29 tahun dan baru saja menikah sebelum berpijak di tanah tak sadar cincin kawin yang menghias di jari manisnya tersangkut di pagar.

Dan terjadilah kejadian mengerikan itu, jari manisnya robek dan putus akibat cincin kawinnya yang tersangkut.

Jari beserta cincinnya dikabarkan tetap menggantung di pagar jaring besi.

Di hari itu Diogo memang sedang tertimpa badai sial tampaknya, karena wasit Florian Etter tidak memperlihatkan simpati.

Etter menilai Diogo yang berselebrasi kemudian kesakitan hanya upayanya mengulur-ulur waktu pertandingan.


Dalam 'Laws of Game' di perayaan 100 tahun FIFA pada 2004, dijelaskan pesepak bola yang memakai perhiasan seperti kalung, anting, gelang, dan cincin wajib melepasnya saat bertanding.(FIFA.COM)

Wasit pun memberikan kartu kuning padanya.

Di saat yang sama steward atau petugas keamanan pertandingan sedang sibuk mencari jari putus dan cincin Diogo.

Usai pertandingan malam itu, Diogo langsung dilarikan ke rumah sakit di Zurich.

Tetapi dokter yang menangani cederanya tak bisa menyambung kembali jari yang sudah putus dan menganjurkan melakukan amputasi hingga ruas jari.

Menanggapi cedera mengerikan yang menimpanya Diogo hanya bisa berpikir praktis, bahwa kenyataannya ia masih hidup dan hanya satu bagian jarinya yang hilang dari badannya.

(Baca Juga: Sejarah Kelam Hari Ini, Meninggalnya Diego Mendieta Menodai Citra Sepak Bola Indonesia)

"Yang penting saya tak mati dan hidup harus tetap berjalan terus," ungkap Diogo yang BolaSport.com kutip dari buku 'A Random History of Football' yang dihimpun Colin Murray.

"Jadi saya harus tetap menjalani kehidupan tanpa satu jari," katanya lagi.

Pasca kejadian tersebut Diogo tetap melanjutkan kariernya sebagai pesepak bola sampai akhirnya pensiun pada 2009.

Nikmati berita olahraga pilihan dan menarik langsung di ponselmu hanya dengan klik channel WhatsApp ini: https://whatsapp.com/channel/0029Vae5rhNElagvAjL1t92P