Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
"Karena itu, suporter tidak boleh membawa atribut atau pesan-pesan yang tidak ada kaitannya dengan sepak bola atau olahraga saat menyaksikan pertandingan di stadion," ucap Gatot.
Gatot mengatakan, hal seperti itu bukan hal yang baru dalam dunia sepak bola. Dia mencontohkan yang pernah dialami Celtic FC.
"Badan Sepak Bola Tertinggi Eropa (UEFA) menjatuhkan denda sebesar 10.000 euro (sekitar Rp 145 juta) kepada Celtic FC. Ini karena tindakan suporter mereka mengibarkan bendera Palestina dalam pertandingan Kualifikasi Liga Champions melawan tim Israel, Hapoel Beer-Sheva, pada 18 Agustus 2016," ucap Gatot.
"UEFA menganggap bendera tersebut sebagai spanduk terlarang dan dianggap melanggar Kode Disiplin UEFA artikel 16 Ayat 2," lanjutnya.
Selain itu, Gatot pun mencontohkan kejadian yang pernah dialami oleh pesepak bola asal Denmark, Nicklas Bendtner.
"Bahkan, pesepak bola Denmark, Nicklas Bendtner, juga terkena sanksi denda 80.000 poundsterling gara-gara sengaja menurunkan celananya agar merek celana dalam yang dipakainya dilihat penonton. Demikian juga dengan pesepak bola Brasil, Neymar," tutur Gatot.
"Dalam olahraga tindakan ini disebut ambush marketing (iklan terselubung). Jadi, bukan cuma urusan politik, agama, dan SARA, penyampaian pesan marketing pun dilarang dalam sepak bola," ucapnya.
Gatot pun berharap masyarakat dan PSSI bisa bekerja sama dan saling mendukung dalam menjaga nilai-nilai sepak bola.
"Untuk menjaga marwah sepak bola memang bukan pekerjaan yang ringan. PSSI yang sudah diberi mandat oleh masyarakat pun tidak bisa jalan sendirian. Harus ada dukungan dan kesadaran semua pihak," ujarnya.
"Sepak bola Indonesia bukan hanya milik PSSI. Sepak bola Indonesia milik masyarakat Indonesia. Karena itu, harus kita jaga bersama-sama," ujar dia.