Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Penjelasan PSSI soal Pembajakan Situs dan Sanksi bagi Persib

By Eris Eka Jaya - Jumat, 15 September 2017 | 13:04 WIB
Koreografi Save Rohingya oleh suporter Persib Bandung pada laga Persib Bandung Vs Semen Padang di stadion Si Jalak harupat Sabtu (9/9/2017) (www.vikingpersib.co.id)

Situs resmi PSSI tidak dapat diakses. Hingga pukul 13.00 WIB, saat BolaSport mencoba untuk membuka situs tersebut, terdapat tulisan, "Under maintenance, please check back later (tengah dalam pemeliharaan/pembetulan, silakan cek (buka) kembali nanti)."

Sebelumnya, sejak sore kemarin, situs PSSI tersebut dikabarkan mengalami pembajakan.

Hal itu diduga atau ada yang mengaitkannya dengan adanya sanksi yang dijatuhkan kepada Persib terkait aksi suporternya yang melakukan koreografi "Save Rohingya" pada saat laga melawan Semen Padang, Sabtu (9/9/2017).

Komdis PSSI memang telah menjatuhkan sanksi berupa denda sebesar Rp 50 juta kepada Persib karena aksi tersebut.

Baca juga: Resmi, Persib Bandung Terkena Sanksi Komdis PSSI

Dalam surat bernomor 92/L1/SK/KD-PSSI/IX/2017 pada Kamis (14/9/2017), Komdis PSSI menyebutkan bahwa konfigurasi yang dilakukan bobotoh jelas merupakan pelanggaran.

PSSI melalui Direktur Media, Gatot Widakdo, memberi pendapatnya soal pembajakan situs dan sanksi yang dijatuhkan kepada Persib.

"Sampai saat ini, kami masih memperbaiki website PSSI. Tentu sangat disayangkan adanya pembajakan website ini," kata Gatot, Jumat (15/9/2017).

Adapun terkait sanksi yang dijatuhkan kepada Persib, Gatot mengatakan hal itu sepenuhnya menjadi kewenangan Komite Disiplin berdasarkan kode disiplin.

"Kami menghargai dan menghormati solidaritas untuk saudara kita di Rohingya. Namun, sepak bola tidak boleh dicampuri dengan masalah lain di luar nilai-nilai olahraga," ujarnya.

"Karena itu, suporter tidak boleh membawa atribut atau pesan-pesan yang tidak ada kaitannya dengan sepak bola atau olahraga saat menyaksikan pertandingan di stadion," ucap Gatot.

Gatot mengatakan, hal seperti itu bukan hal yang baru dalam dunia sepak bola. Dia mencontohkan yang pernah dialami Celtic FC.

"Badan Sepak Bola Tertinggi Eropa (UEFA) menjatuhkan denda sebesar 10.000 euro (sekitar Rp 145 juta) kepada Celtic FC. Ini karena tindakan suporter mereka mengibarkan bendera Palestina dalam pertandingan Kualifikasi Liga Champions melawan tim Israel, Hapoel Beer-Sheva, pada 18 Agustus 2016," ucap Gatot.

"UEFA menganggap bendera tersebut sebagai spanduk terlarang dan dianggap melanggar Kode Disiplin UEFA artikel 16 Ayat 2," lanjutnya.

Selain itu, Gatot pun mencontohkan kejadian yang pernah dialami oleh pesepak bola asal Denmark, Nicklas Bendtner.

"Bahkan, pesepak bola Denmark, Nicklas Bendtner, juga terkena sanksi denda 80.000 poundsterling gara-gara sengaja menurunkan celananya agar merek celana dalam yang dipakainya dilihat penonton. Demikian juga dengan pesepak bola Brasil, Neymar," tutur Gatot.

"Dalam olahraga tindakan ini disebut ambush marketing (iklan terselubung). Jadi, bukan cuma urusan politik, agama, dan SARA, penyampaian pesan marketing pun dilarang dalam sepak bola," ucapnya.

Gatot pun berharap masyarakat dan PSSI bisa bekerja sama dan saling mendukung dalam menjaga nilai-nilai sepak bola.

"Untuk menjaga marwah sepak bola memang bukan pekerjaan yang ringan. PSSI yang sudah diberi mandat oleh masyarakat pun tidak bisa jalan sendirian. Harus ada dukungan dan kesadaran semua pihak," ujarnya.

"Sepak bola Indonesia bukan hanya milik PSSI. Sepak bola Indonesia milik masyarakat Indonesia. Karena itu, harus kita jaga bersama-sama," ujar dia.

Nikmati berita olahraga pilihan dan menarik langsung di ponselmu hanya dengan klik channel WhatsApp ini: https://whatsapp.com/channel/0029Vae5rhNElagvAjL1t92P