Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Abdul Rohim merupakan kiper PSMS Medan yang namanya melambung pada turnamen pra-musim Piala Presiden 2018.
Nama Abdul Rohim semakin diperbincangkan setelah mempertontonkan aksi ciamik di bawah mistar gawang PSMS Medan.
Paling terkahir, Abdul Rohim pun menjadi pahlawan kemenangan PSMS atas Persebaya pada perempat final Piala Presiden 2018.
Ia menepis empat sepakan penalti pemain Persebaya yang dilakukan Otavio Dutra, Ferinando Pahabol, Abu Rizal Maulana, dan Osvaldo Haay.
Kiper yang menjadi penjaga gawang tumpuan PSMS Medan di Piala Presiden 2018 dan Liga 1 musim 2018 itu, ternyata adalah suporter tim berjulukan Ayam Kinantan sejak remaja.
(Baca Juga: David Laly Ingin Segera Persembahkan Kemenangan bagi Felcra di Liga Premier Malaysia)
Bahkan, ia mengidolakan kapten PSMS saat ini, Legimin Raharjo.
"Satu keinginan saya untuk bermain di PSMS. Saya pun berkata ke teman saya, kapan bisa main untuk PSMS dan bisa main sama Bang Legimin," ujar Abdul Rohim di Hotel Riyadi Palace, Kamis (8/2/2018) malam.
"Mungkin itu ucapan saya dan sampai sekarang terus teringat. Itu mungkin tujuan saya, kapan bisa satu tim sama Legimin."
Abdul Rohim pun berbagi kisah dalam membangun karier di dunia sepak bola menjadi kiper, berikut cerita lengkap dalam wawancara khusus BolaSport.com:
Sejak Kapan Anda Bermain Sepak Bola?
Awal saya bermain sepak bola, kelas lima SD dan saat itu bermain di kampung.
Kelas lima SD sampai kelas dua SMP itu, saya belum menjadi kiper, ya maksudnya jadi pemain dengan posisi lain.
Seingat saya, main untuk bek sayap kanan. Saya masih bermain di sekitar kampung, belum ikut turnamen seperti Danone Cup atau Piala Soeratin.
Setelah itu, waktu kelas dua SMP mulai ikut sekolah sepak bola (SSB).
Pelatih melihat postur tubuh saya, jadi langsung jadi kiper. Setelah saya jadi kiper, saya dimasukkan ke SSB di daerah saya.
Setelah SMA, saya masuk Diklat PPLP Sumatra Utara sampai tamat sekolah.
Lulus dari bangku SMA, kemudian saya mengikuti seleksi dan gabung tim Sumatera Utara untuk Pra-PON.
Saat itu, Pra-PON digelar di Riau pada 2012.
(Baca Juga: Djadjang Nurdjaman Jadi Eksekutor Penalti PSMS Medan)
Setelah PON 2012, saya masuk jadi anggota TNI.
Pada 2014, karier sepak bola pro saya diawali dari UNI Bandung yang bermain di Divisi II.
Lalu pada 2015, saya bermain untuk Bintang Jaya Asahan, sebuah tim asal Kabupaten Asahan, Sumatera Utara yang bermain di Divisi Utama (kini Liga 2).
Kemudian pada 2016 ada turnamen Indonesia Soccer Championship (ISC) B, saya masuk PSMS.
Cuma waktu itu, saya sebagai pelapis, karena masih ada kiper senior jadi saya belum ada kesempatan jadi pilar utama.
Memasuki musim 2017, saya diberikan kesempatan menjaga gawang PSMS Medan untuk kompetisi Liga 2.
Saya terus memberikan peforma yang terbaik sampai selesai Liga 2 hingga final dan berlanjut hingga kini tetap bersama PSMS.
Siapa Orang yang Paling Berjasa untuk Karier Sepak Bola Anda?
Orang yang berjasa itu orang tua ya.
Soalnya awal karier waktu mau gabung diklat itu, pengorbanan orang tua sangat luar biasa.
Jarak kampung saya ke kota Medan itu jauh, saat itu pengorbanan orang tua dan pelatih untuk hanya mengantarkan saya.
Pelatih saya yang dari kampung sudah meninggal sekarang, termasuk salah satu orang tua saya, yakni bapak.
(Baca juga: Rapor Pemain Indonesia pada Dua Laga Awal Liga Malaysia 2018 - Evan Dimas Paling Sukses)
Sampai sekarang, saya masih mengingat dan mendarah daging, pengorbanan orang tua.
Kemudian saya berterima kasih dengan saudara yang membantu dan pelatih-pelatih di Medan yang menangani saya dari nol.
Banyak pelatih-pelatih seperti Almarhum Pak Irul, kemudian ada Pak Sahlan.
Lalu pelatih kiper pertama kali saya itu Pak Waluyo. Pas masuk tim Sumatera Utara untuk PON 2012, ada pelatih kiper bagus yakni Pak Mardianto.
Untuk sekarang ini di PSMS, Pak Sahari Gultom yang menangani saya.
Dia bagus, karena kiper yang berkualitas dan pernah bermain untuk timnas serta membela klub-klub besar Indonesia.
Momen yang paling berkesan yang membuat Anda memutuskan bermain di PSMS Medan?
Dulu pada 2006, jaman Bang Legimin, saya itu masih SMP saat nonton dia berlaga.
Waktu itu, PSMS Medan itu melawan Persib Bandung.
PSMS kalah di kandang saat main di Stadion Teladan. Setelah itu pada 2011, tetapi bukan jamannya Legimin, melainkan Edy Kurnia, yang jadi kiper, dan saya juga nonton.
(Baca juga: Klub Inggris yang Berusia 86 Tahun Ini Berpeluang Dimiliki Grup Bisnis Keluarga Kaya asal Hong Kong)