Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Saya tidak menjalani ibadah puasa. Meski begitu, saya menantikan Bulan Ramadhan karena satu hal: bisa berburu takjil alias penganan buka puasa. Hal itu yang saya lakukan beberapa waktu lalu.
Saya ingat pada pekan pertama Ramadhan 2017. Bak tidak ada hari esok, saya kalap berburu makanan di sore hari. Rasanya, semua makanan itu memanggil saya untuk dibeli.
Pada akhirnya, saya memang membeli banyak penganan, tapi hanya sedikit yang saya konsumsi. Perut saya menyerah untuk melahap semuanya. Sejak itu, di hari-hari berikutnya, saya lebih cermat memilih tajil.
Orang biasa menyebut hal itu sebagai lapar mata. Ternyata, ini juga dialami rekan-rekan saya yang berpuasa.
Saya mengibaratkan hal yang saya alami itu dengan kiprah AC Milan di bursa transfer musim panas 2017.
Baru masuk awal Juli sementara summer transfer masih akan berakhir pada akhir Agustus, Setan Merah dari Italia telah merekrut enam pemain baru.
Para wajah anyar Milan itu adalah Mateo Musacchio, Franck Kessie, Ricardo Rodriguez, Andre Silva, Fabio Borini, dan Hakan Calhanoglu.
Geliat transfer Milan sepertinya belum akan berhenti. Setidaknya, ada satu target yang segera mendarat ke San Siro, yaitu Andrea Conti.
Saya tidak akan membahas banyaknya uang yang Milan kucurkan yang berpotensi menghadapi masalah Financial Fair Play andai klub itu terus kalap berbelanja.
Di satu sisi, masuk akal Milan sibuk mendatangkan armada untuk 2017-2018. Mereka membidik finis di zona Liga Champions, kompetisi yang terakhir kali mereka rasakan pada 2012-2013.
Sebagai kolektor terbanyak kedua gelar LC, yakni tujuh kali, semua di kubu Milan sepakat bahwa sudah saatnya mereka kembali ke ajang antarklub Eropa paling bergengsi itu.
Hanya, Milan perlu menyadari bahwa merekrut banyak pemain bukan selalu jawaban untuk mengangkat prestasi.
Malah, aktivitas itu bisa menjadi batu sandungan buat tim di musim baru.
Perlu diingat, musim baru berarti harus ada adaptasi lagi antara strategi pelatih dengan komposisi pemain yang dimiliki. Maka, tugas berat menanti Vincenzo Montella selaku arsitek Milan.
Tidak diragukan lagi, semua pemain baru Milan berkualitas. Yang jadi soal, apakah mereka akan cepat beradaptasi dengan taktik Montella dan atmosfer Serie A?
Belum lagi, para pemain lama Milan yang pastinya enggan menyerahkan tempat, berusaha sekuat tenaga unjuk kemampuan kepada Montella.
Milan bukan klub pertama yang mendatangkan enam pemain atau lebih dalam satu bursa transfer beberapa tahun terakhir. Alarm buat Milan, klub-klub berikut cenderung kesusahan selama musim kompetisi berjalan.
Di Inggris, ada Queens Park Rangers pada 2012-2013 yang merekrut 11 pemain baru di musim panas 2012.
Yang didatangkan adalah pemain tenar macam kiper yang melegenda di Inter Milan, Julio Cesar, sayap asal Korea Selatan yang sukses di Manchester United, Park Ji-sung, dan bek Jose Bosingwa dari Chelsea.
Bukannya tampil hebat, QPR malah terjungkal. Mereka terdegradasi di akhir musim tersebut.
Masih dari negeri yang sama, ada Middlesbrough pada 2016-2017.
Pada musim panas 2016, mereka mendatangkan 12 pemain baru. Beberapa di antaranya juga nama beken seperti eks bintang Barcelona, Victor Valdes dan striker Alvaro Negredo.
Semua klub tersebut punya benang merah yang sama: terlalu nafsu berbelanja pemain, tapi tidak semua dibutuhkan tim.
Boro gagal total seperti QPR. Mereka terjun ke Divisi Championship di akhir musim lalu.
Bagaimana dengan Italia? Inter musim lalu dapat dijadikan acuan. Merekrut 12 wajah baru di musim panas 2016, La Beneamata hanya berakhir di posisi ketujuh klasemen Serie A 2016-2017.
Padahal, Inter bermaterikan pemain bagus seperti Antonio Candreva, Marcelo Brozovic, Ever Banega, Joao Mario, hingga Gabriel Barbosa yang menggebrak di klub Brasil, Santos.
Semua klub tersebut punya benang merah yang sama: terlalu nafsu berbelanja pemain, tapi tidak semua dibutuhkan tim.
Kembali mengambil contoh Inter. Gabigol lebih akrab dengan bangku cadangan. Banega kini malah telah kembali ke Sevilla, klub yang ia perkuat sebelum hijrah ke Inter musim lalu.
Dari nasib klub-klub tadi, dapat disimpulkan bahwa adaptasi yang cepat sangat diperlukan bagi setiap tim di musim baru. Banyaknya opsi pemain dalam skuat dapat menghambat proses adaptasi taktik pelatih manapun.
Saya ingin menekankan pentingnya adaptasi dengan mengambil contoh Juventus 2015-2016 yang merekrut 11 pemain baru pada musim panas 2015.
Si Nyonya Tua memang mengakhiri musim itu dengan hebat, yaitu kampiun Serie A, Coppa Italia, dan mencapai final LC. Meski begitu, Juve sempat terperosok di awal musim tersebut.
Sampai akhir Oktober 2015, I Bianconeri sulit menang di liga. Pelatih Massimiliano Allegri mencoba berbagai formasi sebelum akhirnya nyaman dengan pola 3-5-2.
Dia juga tidak memakai semua anak asuh barunya. Hanya Paulo Dybala, Mario Mandzukic, Juan Cuadrado, dan Alex Sandro yang rutin masuk line-up.
Mulai November, Juve merangkak. Sempat di luar 10 besar, mereka berhasil di posisi pertama pada pekan ke-25, yaitu pada pertengahan Februari.
Terbantu performa naik-turun para pesaing utama seperti Napoli dan Roma, posisi Juve tak tergoyahkan hingga akhir musim tersebut.
Kembali ke Milan, melihat geliat transfer Milan sekarang memang mengasyikan, terutama bagi suporter. Asa menyaksikan klub kesayangan kembali kompetitif terus terpupuk oleh setiap pemain baru yang datang.
Saya tidak ingin mengganggu antusiasme yang tengah membumbung. Namun, fan Milan perlu menyiapkan diri andaikata tim telat panas di musim baru. Karena pada akhirnya, adaptasi lah yang berbicara, bukan banyaknya pemain baru yang direkrut.
Jangan sampai Milan seperti saya yang berburu tajil: hanya lapar mata karena tidak semua pembelian berguna.