Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Kisah Nyonya Meneer dan Antonio Conte

By Daniel Sianturi - Kamis, 10 Agustus 2017 | 12:45 WIB
Pelatih Chelsea, Antonio Conte, memberikan instruksi pada laga Community Shield antara Arsenal dan Chelsea di Stadion Wembley, London, 6 Agustus 2017. (DANIE: LEAL-OLIVAS/AFP)

TIBA saya teringat sebuah pertanyaan, "Siapa perempuan paling kuat di Indonesia?" Nyonya Meneer!! Kenapa dia?? Itu karena dia telah berdiri sejak 1919.

Sebuah humor klasik yang kerap menghadirkan gelak tawa, yang saya percaya juga tersimpan di ingatan banyak orang Indonesia.

Namun apa daya, lelucon itu tak lagi sama. Vonis yang dikeluarkan Pengadilan Negeri Semarang beberapa waktu lalu, memastikan salah satu pelopor produsen jamu di negeri ini dinyatakan pailit.

Berita tersebut tentu saja menghadirkan kegetiran bagi dunia bisnis terutama untuk industri jamu.

Betapa tidak, Nyonya Meneer boleh jadi salah satu legenda dalam industri minuman rempah berkhasiat tersebut, bersanding dengan nama-nama lain macam Sido Muncul atau Jamu Jago.

Pada tahun di mana Nyonya Meneer berdiri yakni 1919, sepak bola di tanah Inggris juga bergeliat.

(Baca Juga: Ini 5 Pemain Asia Termahal Sepanjang Sejarah)

Setelah 4 tahun kompetisi Liga Inggris dihentikan sebagai implikasi dari Perang Dunia I, kompetisi pun digelar kembali.

Saya tidak akan bercerita tentang kompetisi Liga Inggris tahun 1919 pada tulisan ini.

Seiring kompetisi Premier League yang akan memainkan pekan pertamanya minggu ini, tulisan khas #RinganJari pun bergulir kembali.

Antonio Conte dan Chelsea menjadi benang merah tulisan pembuka setelah beberapa waktu jari-jari ini kaku nan vakum menyapa Anda semua.

Gaung Premier League 2017/2018 sesungguhnya telah ditandai dengan pertandingan dalam ajang Community Shield 2017 pada Ahad, 6 Agustus 2017.

Arsenal menjadi juara dalam lagdi Stadion Wembley.

The Gunners mengangkat trofi setelah menang 4-1 atas The Blues dalam drama adu penalti, setelah sebelumnya kedua tim mengakhiri laga dengan skor 1-1.

Hasil tersebut mengulangi pil pahit bagi Chelsea dalam laga di Wembley pada minggu terakhir bulan Mei 2017.

Kala itu Chelsea juga ditekuk Arsenal dengan skor 1-2 kala melakoni 90 menit di Final Piala FA musim lalu.

(Baca Juga: 5 Alasan Chelsea Masih Bisa Juara Liga Inggris)

Menariknya dalam dua laga kontra Arsenal di Stadion Wembley baik Final Piala FA maupun di ajang Community Shield pada tahun ini, Chelsea harus mengakhiri waktu normal dengan 10 pemain.

Jika pada pertandingan Mei silam, Victor Moses dikeluarkan wasit kurang lebih sembilan menit setelah pertandingan berlangsung 60 menit, maka giliran Pedro yang harus menerima pahit kartu merah sang pengadil, 9 menit sebelum laga berakhir di laga 6 Agustus 2017 lalu.

Bagi Antonio Conte, dua kekalahan di Stadion Wembley tersebut menunda asa pria kelahiran Lecce pada 48 tahun silam untuk menambah koleksi trofi di kota London.

Setelah berhasil merebut gelar Liga Inggris musim lalu maka ekspektasi tinggi semua pihak terhadap Antonio Conte makin tinggi.

Musim lalu penggila sepak bola mengacungkan dua jempol atas kerja keras Conte dan anak asuhnya, terlebih dalam mengarungi Premier League.

Conte yang baru musim lalu merasakan kerasnya persaingan di tanah Inggris berhasil melewati manajer dengan nama-nama besar lainnya bak Jose Mourinho, Pep Guardiola dan tak ketinggalan Sang profesor, Arsene Wenger.

Pertanyaannya, bagaimana dengan musim baru ini?

Dengan bertambahnya frekuensi pertandingan yang akan dijalani Chelsea sebagai efek masuk Liga Champions, maka sudah otomatis harus ada beberapa strategi Conte untuk bisa mempertahankan gelar domestik.

Belum lagi tekanan dari sang taipan, Abramovich, yang menginginkan Chelsea bisa kembali mengangkat dan membawa pulang trofi Liga Champions musim ini.

Sudah barang tentu, Conte pun tak bisa berpuas diri akan pencapaian musim lalu.

(Baca Juga: 5 Kiper yang Jago Mengambil Penalti (Tidak Ada Thibaut Courtois)

Sedikit memutar kembali ingatan musim lalu, setelah kekalahan dari Arsenal dan Liverpool di paruh pertama, Conte langsung melakukan pergantian formasi dari 4-1-4-1 ke 3-4-3.

Ia pun mampu memaksimalkan peran dan talenta pasukannya seperti Victor Moses dan Marco Alonso yang menghadirkan decak kagum bagi penikmat sepakbola dengan penampilan mereka yang konsisten sebagai wing-back sepanjang musim 2016/2017.

Rasanya musim ini Conte pun akan tetap mempertahankan pakem 3-4-3 nya.

Manajer asal Negeri Pizza ini sangat menyukai pemain yang cepat beradaptasi, sehingga seperti yang kita ketahui bersama, hingga jelang musim ini digelar para pemain inti musim lalu mayoritas dipertahankan dalam skuad, termasuk Marco Alonso dan Victor Moses.

Salah satu kunci sukses keberhasilan Chelsea musim lalu adalah duet Nemanja Matic dan N'golo Kante dalam menjaga kedalaman permainan The Blues.

Matic musim ini pun telah hengkang ke klub rival, Manchester United.

Chelsea memang telah berhasil mendatangkan Tiemoue Bakayoko dari AS Monaco. Kehadiran Bakayoko akan menjadi kepingan permainan bersama Kante musim ini.

Namun, mengingat begitu banyak dan padat pertandingan yang akan dijalani, mungkin ada baiknya bagi Conte mencari pelapis sepadan bagi keduanya.

Bisa jadi nama Claudio Marchisio jadi salah satu opsi yang bisa dipilih selain memikirkan kembali untuk memulangkan Marco Van Ginkel yang musim lalu dipinjamkan ke klub Eredivie, PSV Eindhoven.

Setelah gagal mendapatkan Romelu Lukaku yang akhirnya berlabuh di kubu Manchester United, Chelsea memperoleh Alvaro Moratta sebagai striker utama mereka musim ini.


Alvaro Morata bermain dalam ajang ICC melawan Bayern Muenchen di Singapura (25/7/2017)(BERY BAGJA/BOLASPORT.COM)

Rumor segera hengkangnya Diego Costa musim ini pun membumbungkan harapan para pendukung fanatik Chelsea akan kontribusi gol dari Moratta, pemain yang musim lalu meraih gelar juara Liga Champions bersama raksasa Spanyol, Real Madrid.

Bursa transfer musim ini pun belum lagi tertutup. Dalam rangka memperkuat tim, maka Antonio Conte pun belum usai untuk mencari dan membeli pemain-pemain baru yang akan melengkapi skuadnya musim ini.

Yang jelas, Chelsea harus mempunyai skuad yang dalam lagi kuat bila tidak ingin terseok-seok.

Selain mempertahankan pemain pilar musim lalu, lantas aktif dan tepat di bursa transfer, keputusan untuk melakukan kebijakan rotasi bisa menjadi kunci dalam melakoni musim ini.

Selain persaingan keras di liga domestik (Premier League, FA Cup, Piala Liga) maupun di Liga Champions, ancaman badai cedera bisa jadi menyambangi para pemain The Blues.

Untuk itulah seraya memotivsi para punggawa Chelsea memunculkan hasrat dan kreativitas bermain, Conte harus cermat dalam melakoni kebijakan rotasinya di musim 2017/2018 ini.

Minimal setiap akhir pekan, saya pun minum jamu.

Bagi saya perpaduan kunyit asam dan beras kencur merupakan racikan jamu favorit. Saya pun meyakini sesungguhnya pangsa pasar jamu meningkat dari tahu ke tahun.

Entah masalah apa yang membuat Nyonya Meneer tak lagi berdiri.

Bisa jadi faktor gagal atau gagap menghadapi perubahan zaman dan trend para penikmat jamu menjadi awal dari kejatuhan Nyonya Meneer.

(Baca Juga: Menanti Dunia Berubah Setelah Neymar Terpatri di Buku Sejarah)

Satu hal jelas, kejatuhan Nyonya Meneer yang telah berdiri sejak tahun 1919 mengingatkan kita bahwa "dia yang bertahan bukan hanya paling kuat tapi juga yang paling adaptif".

Penggalan kalimat terakhir di atas bukanlah kata-kata bijak klasik tapi juga harus jadi motivasi bagi Antonio Conte dalam mengarungi musim baru.

Setelah musim lalu mencatatkan namanya sebagai manajer keempat asal Italia (setelah Carlo Ancelotti, Roberto Mancini dan Claudio Ranieri) yang memenangi Premier League maka target musim ini ialah menyamai prestasi Jose Mourinho.

Mou menggondol titel Liga Inggris back-to-back (2004/2005 dan 2005/2006) serta juara Liga Champions seperti apa yang telah ditorehkan Roberto Di Matteo bersama Chelsea di musim 2011/2012.

Bagi Conte, semuanya akan diawali Sabtu, 12 Agustus 2017, saat Chelsea menjamu Burnley, klub yang mengakhiri Liga Inggris musim pertama setelah Perang Dunia I, di posisi kedua, satu tingkat di atas Chelsea di akhir musim 1919/1920.

Sekali lagi kursi panas Manajer Chelsea akan jadi bagian dalam fragmen musim 2017/2018. Semoga kita semua tidak perlu lagi menyaksikan tragedi Liga Inggris berupa pemecatan Antonio Conte di musim ini.

Mungkinkah Antonio Conte bisa berdiri lebih lama dari para pembesut Chelsea sebelumnya di sisi lapangan kala The Blues bermain, terlebih di era Roman Abramovich? Entahlah!!

Satu yang pasti, saya tak tahu, apakah Antonio Conte seorang penikmat jamu, atau mungkin pernah mencicipi jamu bahkan produksi merek Nyonya Meneer?

Nikmati berita olahraga pilihan dan menarik langsung di ponselmu hanya dengan klik channel WhatsApp ini: https://whatsapp.com/channel/0029Vae5rhNElagvAjL1t92P