Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Dipecat Crystal Palace, Ada Apa dengan Frank de Boer?

By Dian Savitri - Senin, 11 September 2017 | 18:54 WIB
Reaksi Frank de Boer (kiri) dalam partai Liga Inggris antara Crystal Palace melawan Burnley di Stadion Turf Moor, Burnley, 10 September 2017. (PAUL ELLIS/AFP)

Saya kenal, atau tepatnya saya tahu sebab dia tidak kenal saya, Frank de Boer sejak ia masih menjadi pemain di Ajax Amsterdam. Kiprahnya bersama saudara kembar, Ronald, menjadikan keduanya pemain kembar paling diperhatikan di sepak bola kala itu.

Frank dan Ronald lahir pada 15 Mei 1970. Ronald adalah yang tertua di antara keduanya.

Katanya sih anak kembar biasanya sangat kompak. Demikian pula dengan Frank dan Ronald.

Ronald, berposisi sebagai gelandang, lebih dulu masuk akademi Ajax yang beken itu pada 1983.

Sementara Frank, berposisi sebagai bek, satu tahun kemudian. Akan tetapi, keduanya ‘lulus’ pada waktu bersamaan, 1988.

Keduanya kemudian masuk tim senior Ajax pada tahun itu juga.

Hanya, Ronald sempat pindah ke Twente Enschede pada 1991 hingga 1993. Frank anteng saja di Ajax.

Dilihat dari segi prestasi di Ajax, Frank hanya unggul satu trofi, yaitu juara Piala UEFA 1991-1992.

Ronald tidak memilikinya, sebab ketika itu ia berada di Twente.

Akan tetapi, semua trofi lainnya di Ajax sama. Lima kali juara Eredivisie, dua kali juara Piala Belanda, tiga kali juara Johan Cruijff Shield, satu kali juara Liga Champion, satu kali Piala Super Eropa, dan satu kali juara Piala Dunia klub.

Bukan hal yang aneh kalau keduanya mendapat didikan soal totaal voetbal dengan paripurna.

Gaya itu juga yang mereka bawa ke FC Barcelona, direkrut oleh eks pelatih mereka di Ajax, Louis van Gaal.

Lompat beberapa tahun kemudian, keduanya ada di Al Rayyan, sebuah klub Qatar.

Keduanya sama-sama membawa klub itu menjuarai Piala Emir Qatar pada 2005.

Ronald lantas pensiun pada tahun itu, Frank sempat bermain satu kali untuk klub Qatar lain, Al Shamal, dan kemudian gantung sepatu.

Ronald dan Frank de Boer kemudian merintis karier untuk menjadi pelatih.

Awalnya, Frank menjadi pelatih di Jong Ajax dan Ajax U-19, dilanjutkan dengan menjadi asisten Bert van Marwijk di tim nasional Belanda.

Setelah itu, Frank dipercaya sebagai pelatih Ajax senior sejak Desember 2010.

Ronald berbeda. Ia menjadi asisten pelatih tim Olimpiade Qatar dan Qatar U-23.

Ronald de Boer kemudian bergabung dengan Ajax. Hanya, ia tidak berada di tim inti, melainkan di tim junior.

Frank sukses bersama tim senior Ajax. Ia membawa klub itu menjadi juara Eredivisie mulai 2010-2011 hingga 2013-2014, empat kali beruntun.

Sudah pasti namanya kemudian menjadi incaran banyak klub Eropa lain. Yang paling kepincut adalah Inter Milan.

Resmilah Frank berada di Italia sejak 9 Agustus 2016.

Masa depan cerah tampaknya akan menjadi milik Inter, meski untuk pertama kali Frank de Boer menginjak tanah Italia sepanjang kariernya.

Masalah mulai terlihat di Inter. De Boer sulit membuat anak asuhannya paham dengan sistem totaal voetbal.

Inter Milan bukan AC Milan yang pernah memiliki trio Belanda. Sebaliknya, Inter beken dengan trio Jerman, yang memiliki sistem permainan yang berbeda.

Selama di Ajax, mengawal 262 laga di semua ajang, formasi yang dipakai De Boer adalah 4-3-3.

Formasi lain bisa dihitung jumlahnya dengan jari tangan.

Selama di Ajax, Frank de Boer membawa Ajax menang 157 kali, sisanya 58 kali seri dan 47 kalah.

Di Inter, Frank de Boer mencoba formasi 4-3-3, namun tak rutin.

Dari 14 kali laga selama di Inter, 4-3-3 dipakai sebanyak empat kali.

Yang lainnya memakai 4-2-3-1 (8 kali) serta masing-masing satu kali dengan 4-1-4-1 dan 3-5-2.

Frank de Boer pun dipecat pada 1 November 2016.

Rekor yang dilaluinya di Inter adalah hanya 5 kali menang, 2 kali seri, dan yang terbanyak ialah kekalahan, 7 kali.

Gaya melatih Frank de Boer pun dipertanyakan. Bukan hal yang mudah untuk sebuah tim memelajari totaal voetbal dalam waktu singkat.

Sebagai pemain, De Boer butuh berbelas tahun untuk itu.

Tambahan lagi, pada musim 2016-2017, tidak ada satu pun pemain Belanda di skuat Inter.

Seperti gaya Van Gaal dan pelatih lain penganut totaal voetbal, Frank de Boer ingin setiap pemainnya bisa menjadi pendukung ketika tim sedang dalam posisi menyerang.

Lalu, ketika kehilangan bola, setiap pemain harus menekan dengan agresif demi mendapatkan kembali si kulit bulat.

Sementara, De Boer juga menganut gaya Cruijff, yaitu possession football kelas berat dan mampu melakukan serangan yang dibangun melalui sayap.

Memasuki musim 2017-2018, Frank de Boer direkrut oleh klub Premier League, Crystal Palace, menggantikan Sam Allardyce.

Sejak itu, banyak artikel yang intinya berisi “bagaimana cara Frank de Boer mengajari pemain Crystal Palace bermain menyerang untuk bisa bermain seperti Barcelona dan Ajax”.

Presiden Palace, Steve Parish, sangat optimistis ketika De Boer mau bergabung dengan klubnya.

Parish menganggap Frank de Boer akan mampu mengubah Palace menjadi sebuah klub yang lebih menyerang.

Apa dikata? Dalam 5 penampilan, empat di Premier League dan satu di babak II Piala Liga, Palace hanya menang satu kali.

Bisa ditebak di ajang mana Palace menang? Benar! Di Piala Liga.

Di Premier League, Palace keok empat kali, termasuk yang terakhir kali, dijamu Burnley, 10 September 2017.

Catatan Buruk, belum ada satu pun pemain Palace yang bisa mencetak gol di Premier League.

Bisa jadi, para pemain Palace butuh waktu lebih banyak untuk memahami sepak bola menyerang gaya totaal voetbal.

Hanya, yang membuat saya heran, separah itukah para striker Palace?

Bukankah tugas mereka memang untuk menyerang, dengan sistem apa pun yang dipakai?

Jadi, kesalahan ada di pihak siapa?

Dalam empat kali tampil di Premier League, De Boer memakai tiga formasi: 3-4-2-1, 3-5-2, dan 4-3-3. Semua tak berfungsi.

Kini, De Boer dipecat lagi. Dia menganggur lagi. Palace tidak punya waktu lebih banyak.

Menurut berita The Telegraph, Palace akan memutuskan nasib De Boer dalam waktu 48 jam dimulai dari 10 September lalu. Ternyata, keputusan itu lebih cepat, dilakukan pada Senin (11/9) siang waktu setempat.

Sebenarnya, Frank de Boer punya kontrak tiga tahun dengan klub London itu. Kini, ia membuat rekor baru, yakni menjadi manajer dengan masa kerja paling pendek di Premier League.

Kalau begitu, saya sudah pernah menulis soal ini, jabatan yang paling cocok untuk Frank de Boer adalah menjadi pelatih tim nasional Belanda.

Di timnas Belanda, totaal voetbal jelas bukan masalah.

Belanda bisa membangun sebuah tim yang akan dipersiapkan untuk Piala Eropa 2020.

Belanda di Piala Dunia 2018 sudah sangat tipis peluangnya untuk bisa lolos.

Jadi, De Boer bisa punya banyak kesempatan untuk membuat sebuah tim, berisi pemain-pemain Belanda yang kalau bisa tidak lagi diisi dengan para senior yang saat ini masih bermain.

Frank de Boer dapat membangun sebuah tim yang sangat kental dengan sepak bola total gaya Belanda, impian Johan Cruijff.

Nikmati berita olahraga pilihan dan menarik langsung di ponselmu hanya dengan klik channel WhatsApp ini: https://whatsapp.com/channel/0029Vae5rhNElagvAjL1t92P