Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Pesona dan Makna Ultras Inter Milan dan AC Milan di Derby della Madonnina

By Emier Erlanda - Minggu, 15 Oktober 2017 | 21:52 WIB
Para suporter Inter Club Indonesia membentuk koreografi pada laga Inter Milan vs Chelsea di International Champions Cup 2017 di Stadion Nasional, Singapura, 29 Juli 2017. (INTER CLUB INDONESIA)

Liga Italia mungkin kini disebut liga “orang tua”. Selain banyaknya bintang uzur di Serie A, di Indonesia pun Liga Italia sangat popular pada 1990an.

Serie A ketika itu diisi legenda–legenda macam Ronaldo Luiz, Juan Veron, Paolo Maldini, sampai Francesco Totti.

Generasi milenial mungkin lebih mengenal Liga Inggris, Liga Spanyol, atau bahkan Liga Prancis yang diisi klub kaya macam PSG dan Monaco

Salah satu penyebab merosotnya Serie A adalah minimnya prestasi klub–klub italia di kancah antarklub Eropa.

Beberapa tahun terakhir hanya Juventus yang akrab dengan final Liga Champions.


Paolo Maldini menjalani partai AC Milan kontra AS Roma pada lanjutan Serie A di San Siro, 24 Mei 2009.(FILIPPO MONTEFORTE/AFP)

Lalu, di mana klub–klub legendaries macam Inter dan AC Milan?

Ya, beberapa tahun terakhir mereka tercecer di persaingan papan atas.

Tetapi, beberapa jam lagi, dua klub legendaris ini akan berduel dalam tajuk Derby della Madonnina.

Ketika berbicara Liga Italia, tentu kita akan ingat dengan yang namanya Ultras.

Ya, ultras dalam bahasa latin mempunya arti “di luar kebiasaan”.

(Baca Juga: Pemain Mitra Kukar Ini Berkisah tentang Perilaku Zlatan Ibrahimovic dan Steven Gerrard di Ruang Ganti)

Di sepak bola, kalangan ultras tidak pernah berhenti menyanyikan yel–yel lagu klub mereka sepanjang pertandingan tanpa jeda.

Negara–negara yang mempunyai tradisi ultras seperti Italia dan Argentina bahkan menyediakan tribun berdiri di stadion.

As an ultra identify myself with a particular way of life. We are differet from ordinary supporters because of our enthusiasm and excitement. This means, obviously, rejoicing and suffering much more acutely than everybody else,” ujar salah satu anggota brigata Rossonere, Fossa dei Leoni.

Ia merupakan kelompok pertama ultras yang lahir pada 1968.

Setahun kemudian, muncul tandingan dari Inter Club Fossati yang kemudian berubah nama menjadi Boys S.A.N (squadra d’Azione Nerazzura)yang merupakan rival mereka.

Ultras merupakan pelopor supporter yang amat terorganisir, dengan gaya dukungan “teatrikal”.


Beberapa suporter Milanisti Indonesia berpose di acara ZINC Bola Sports Race 2016 di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta, Minggu (27/11/2016).(LARIZA OKY ADISTY/JUARA.NET)

Gaya tersebut sangat kita kenal dengan pertunjukan spektakuler macam kostum yang terorganisir, kibaran bendera, panji raksasa, pertunjukan bom asap warna–warni, nyala kembang api dan nyanyian hasil koreografi yang dipimpin oleh capotifoso.

Dalam tradisi calcio, ultras menempati tribun di belakang gawang yang kemudian dikenal dengan sebutan curva baik itu corva nord (utara) atau curva sud (selatan).

Muncul juga tradisi unik yaitu polisi tidak diperkenankan berada di kedua sisi curva tersebut.

Menjelang Derby della Madoninna kita tentu ingat beberapa insiden ultras ketika perempat final Liga Champions 2005. 

Ketika itu muncul foto unik ketika Marco Materazzi dan Rui Costa tampak akur bersandar melihat cerawat yang masuk ke lapangan.

Atau juga kisah Christian "Bobo" Vieri yang sempat mendapat intimidasi terkait loyalitas.

Teranyar, Gianluigi Donnarumma mendapat gelar “Dolaruma” bahkan dihujani uang ketika membela timnas italia.

Sebenarnya, Ultras tidak seseram yang kita bayangkan. 

Bahkan, bila dibandingkan dengan Hooligans di Inggris sekali pun. Sejatinya, ultras menjauhi keributan, mereka hanya mempunyai kecintaan besar terhadap klub yang dibela dan kreativitas luar biasa dalam mendukung klub tersebut.

Selain pertandingan nanti malam, hal lain yang yang kita tunggu pasti adalah aksi apa yang akan ditunjukan oleh Curva Nord dan Curva Sud.

Duel ini juga menjadi bumbu dalam Derby della Madoninna. 

(Baca Juga: Liverpool Vs Manchester United - Romelu Lukaku Buntu Lagi, Catatannya Masih Kalah Jauh dari Jamie Vardy)

Mungkin memang benar Liga Italia liga uzur.

Namun, derbi kota Milan tetaplah derbi yang mempunyai sejarah panjang, tradisi dan drama khas italia. 

Bahkan, aroma derbi sudah sampai ke Indonesia ketika Inter Club Indonesia dan Milanisti Indonesia juga menggelar nobar di beberapa kota.

Ya, hanya sekedar dukungan tapi juga kreativitas ala ultras sudah sampai ke kedua komunitas ini.

Dari segi bisnis pun hanya El Classico Real Madrid vs Barcelona yang bisa menandingi pemasukan tiket. 

Kali ini Giuseppe Meazza full house dengan pemasukan 4,8 juta euro yang merupakan rekor baru penjualan tiket dalam sejarah serie A.

Tidak salah ketika kita sebut Derby della Madonnina tetaplah derbi bergengsi.

Selamat meniikmati!

Nikmati berita olahraga pilihan dan menarik langsung di ponselmu hanya dengan klik channel WhatsApp ini: https://whatsapp.com/channel/0029Vae5rhNElagvAjL1t92P