Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Belum lagi nama-nama seperti Ponirin Meka, Ronny Pasla sang penepis tendangan penalti Pele, Ansyari Lubis, Peri Sandria, Mahyadi Panggabean, Saktiawan Sinaga, dan masih banyak lagi.
Menyebut Medan dan Sumatra Utara sudah berhenti menghasilkan talenta hebat tentu tak benar.
Paulo Sitanggang lahir serta mengenyam masa kecil di Deli Serdang. Sementara si bocah ajaib Egy Maulana Vikri yang fenomenal itu lahir di Medan.
Namun, mereka lahir bukan dari pembinaan yang sistematis dan berjenjang.
Paulo meninggalkan Medan saat masih SMU karena menilai Jember lebih tepat untuk mengembangkan kariernya.
Adapun kisah Egy yang nyaris berhenti bermain sepak bola karena dimintai uang untuk bisa bermain di Jakarta menjadi secuil gambaran betapa mengerikannya atmosfer bal-balan di Sumatra Utara.
PSMS bukannya tak punya andil bagi terciptanya kondisi ini. Sebagai tim profesional, semestinya dan tidak bisa tidak PSMS memiliki akademi atau diklat berjenjang.
(Baca Juga: Sempat Tepuk Jidat Saat Diskusi dengan Essien, Eka Ramdani Tak Masalah di Pos Nomor 6)
Bukankah lewat cara seperti itu Persib kini bisa memiliki pemain seperti Febri Hariyadi?
Karenanya, kemunculan Febri bisa dimaknai sebagai indahnya cara Persib 'menegur' PSMS terkait pembinaan usia dini.
Saya yakin para pelaku sepak bola di Sumatra Utara telah menyampaikan hal semacam ini serta solusinya.
Pertanyaannya, jajaran manajemen PSMS, termasuk sang pembina yang juga Ketua Umum PSSI, Edy Rahmayadi, tidak anti-kritik dan saran kan?