Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Winger Persija Jakarta, Riko Simanjuntak, mengungkapkan alasan dirinya lebih memilih nama punggung "Simanjuntak" ketimbang "Riko".
Riko Simanjuntak melanjutkan trah Batak di skuat utama Persija.
Barangkali, pemain kelahiran Pematangsiantar itu menjadi putera Batak pertama di tim ibu kota setelah Vennard Hutabarat pada pengujung 90an.
(Baca Juga: Riko Simanjuntak, antara Suporter Persija, Kelinci Enerjik, dan Sepak Bola Kaki Ayam)
Riko memang mengaku bahwa dia lebih nyaman menggunakan nama marga di belakang kostumnya. Dengan pilihan tersebut, pemain kelahiran Pematangsiantar itu merasa lebih termotivasi.
"Dengan nama punggung 'Simanjuntak', saya merasa tidak lagi mewakili individu. Kini, yang saya bawa adalah marga kami," ucap Riko kepada BolaSport.com, Senin (12/3/2018).
Yang menarik, saat berkostum Semen Padang, Riko sempat menggunakan nama punggung berbeda yakni, "Riko Juntak".
"Keputusan menggunakan 'Simanjuntak' sekaligus penegasan bahwa Indonesia memiliki beragam suku, salah satunya Batak," tutur pemain berusia 26 tahun itu.
Mengamati peran krusial Riko di Persija pada awal musim, boleh dianalogikan pemain mungil ini seperti andaliman, yang selalu ada di kuah arsik.
Run, Riko, Run!
Seruan itu digubah dari film drama komedia lawas, Forrest Gump.
Dalam film itu, tokoh Forrest, yang dibintangi oleh Tom Hanks, kerap diolok, salah satunya karena keterbatasan fisiknya.
(Baca Juga: Riko Simanjuntak Disebut Punya 6 Paru-Paru, 5 Pemain Ini juga Punya Nafas Kuda)
Meski begitu, Forrest ternyata memiliki kemampuan berlari yang cepat.
Riko adalah pemain mungil dan lincah, fakta yang bisa menjadi keunggulan pemain bertinggi 160 sentimeter itu untuk menjadi pembeda.
Dalam tiga laga terakhir Persija, dua di Piala AFC dan satu pada pekan perdana Liga 1, Riko menjadi penerima bola paling banyak di lini serang tim ibu kota.
Mantan pemain PSMS Medan itu bakal membawa lari bola-bola hasil distribusi rekannya tersebut hingga garis batas lapangan sambil sesekali menusuk ke pertahanan lawan.
Setelah itu, Riko akan mencari Marko Simic sebagai sasaran assist.
Positifnya, strategi tersebut berhasil. Kalaupun tidak, ruang-ruang terbuka akan didapat pemain lain karena fokus lawan melulu untuk menyetop Riko dan mengawal Simic.
Negatifnya, rencana tersebut akan mudah tebaca dengan pertahanan berlapis. Artinya, serangan Persija bakal monoton jika terus mengandalkan Riko.
Kalimat terakhir terbukti pada laga pembuka Liga 1 saat Persija ditahan imbang Bhayangkara FC tanpa gol di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jumat (23/3/2018).
Masih Polos
Kalau tidak salah, Persija belum banyak mendapatkan penalti sejak Riko Simanjuntak menghuni skuat utama tim berjulukan Macan Kemayoran tersebut.
(Baca Juga: Apa Kata Super Simic soal Relasinya dengan Riko)
Padahal, instruksi kepada Riko untuk terus berlari dan menusuk sebetulnya sangat berpotensi untuk dilanggar lawan.
Apalagi, skema bola mati masih menjadi kegemaran Persija. Musim lalu, tim arahan Stefano Cugurra tersebut jagonya gol-gol dari sepak pojok pun tendangan bebas.
Mengambil contoh Raheem Sterling di Manchester City atau Riyad Mahrez di Leicester City, mereka terbilang "hobi jatuh" di kotak penalti lawan.
Boleh jadi, sentuhan minimal lawan menjadi opsi lain bagi kedua pemain itu untuk merangsek ke kotak 16, mengelabui wasit, dan mendapatkan penalti.
Ya, Riko kayaknya tidak boleh polos-polos amat. Apalagi, saat Persija belum mampu mencetak gol hingga menit ke-75 dan main di kandang.