Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
BOLASPORT.COM – Sabtu, 7 April 2018, pagi diawali dengan tidak begitu cerah karena sedikit hujan datang menyapa Kota Manchester. Namun, hal itu tidak menyurutkan niat saya untuk lari pagi yang sudah menjadi ritual setiap berkunjung ke kota baru.
Ganti baju, ambil jaket, dan ikat tali sepatu... yess, akhirnya saya pun merasakan lari pagi di kota ini dengan suhu udara yang cukup dingin, yakni 9 derajat celcius .
Menyenangkan sekali bisa menghirup oksigen segar di kota yang sesungguhnya dalam beberapa jam lagi akan terjadi perubahan suhu udara yang sangat panas, yaitu perang harga diri di lapangan hijau.
Siapakah yang terbaik di Kota Manchester? Ya, Manchester derby.
Setelah menikmati lari, tepat pukul 12.00 siang waktu setempat saya dan kawan-kawan dari RCTI Sports bersiap menuju Etihad Stadium untuk mengambil ID card pertandingan.
Oh ya, hampir saya. Sebenarnya, kunjungan saya ke Kota Manchester adalah meliput secara langsung salah satu pertandingan penting di Premier League.
Kebetulan terpilihlah partai derbi Manchester yang juga disiarkan secara langsung oleh RCT. Saya bertugas memberikan live report atau tentang bagaimana suasana di lapangan, baik penonton dan juga pemain.
(Baca Juga: 2 Legenda Manchester United Berselisih Paham Gara-gara Rambut Paul Pogba)
Kegiatan itu adalah salah satu tugas wajib wartawan. Seperti yang pernah dikatakan salah satu wartawan olahraga idola, Martin Taylor.
Begini katanya, “Kita sebagai wartawan harus bertugas membuat dan menyampaikan berita kepada orang banyak. Berita yang bagus tidak cukup hanya dengan memiliki data dan fakta dari membaca saja. Akan lebih tajam bila berita itu didukung lewat liputan langsung ke lapangan. Jadi, kita bisa langsung merasakan dan mengetahui lebih up date tentang berita yang kita inginkan.”
“Kalau kita mendapat informasi dari membaca buku, koran, atau media on line berarti kita bukan pembuat berita, melainkan pihak ke-2 yang melanjutkan informasi tersebut kepada khalayak.”
Itulah ucapan Martin Tyler yang saya dapat dari Bung Hadi “Ahay” Gunawan yang secara langsung pernah berjumpa Martin Tyler... saya pun ngiri abiiissss.
Tepat pukul 13.00 waktu setempat, kami tiba di kawasan Etihad Stadium. Sebenarnya, jarak dari hotel kami ke Etihad tidak terlalu jauh. Akan tetapi, sebagai orang luar Kota Manchester tentu perlu beradaptasi .
Apalagi, bukannya gaptek, tetapi saat itu koneksi internet kami tengah tidak bagus. Jadi, Mbah Google tak bisa diandalkan.
Hal pertama kami lakukan sebagai wartawan “pemula” adalah... jelas foto-foto dulu, dong!
Maklum, supaya bisa mejeng di media sosial... ha ha ha.
Setelah itu, mengurusi akreditasi untuk mendapatkan ID card pers yang lokasinya tepat di depan Stadion Etihad. Kami beruntung karena menjadi salah satu media yang mendapatkan prioritas meliput derbi Manchester.
Derbi kali ini mendapatkan banyak sekali spotlight dari media asing di luar Inggris.
(Baca Juga: Jose Mourinho Tak Ingin Perkeruh Situasi Pep Guardiola dan Agen Paul Pogba)
Pertandingan derbi kemarin juga menjadi penentuan bagi tuan rumah. Jika menang, gelar juara Liga Inggris sudah pasti di tangan. Persiapan warga Cityzen untuk berpesta siap digelar.
Jadi, sebelum masuk stadion kami disuguhkan beberapa gimmick yang disiapkan panitia di luar stadion, seperti mini soccer game, konser musik mini, big screen unttk fans yang tidak bisa masuk stadion.
Juga ada blue carpet experince, yaitu penyambutan pemain dari dalam bus hingga masuk stadion. Meriah sekali. Sama halnya dengan wajah-wajah para pendukung City yang siap berpesta.
Pukul 17.00 waktu Manchester, kami masuk ke stadion untuk melakukan tugas perdana saya sebagai wartawan yang meliput langsung pertandingan mahabesar.
Stadion masih tergolong sepi. Saya masih bisa menerima beberapa telepon dari Studio RCTI di Jakarta untuk melakukan pengecekan suara.
Seiring berjalannya waktu, mulai berdatangan para penonton. Ada yang datang bersama teman, pacar, dan keluarga. Banyak sekali anak kecil yang ikut menonton langsung bersama ayahnya.
Mereka bisa tertawa bareng, teriak bareng, dan lompat-lompatan sambil berpelukan begitu tercipta gol. Hal itu mengingatkan saya saat menyaksikan laga Indonesia vs Islandia bersama anak saya tepat saat peresmian new Stadion Gelora Bung Karno.
(Baca Juga: Jose Mourinho Resmi Keluarkan Manchester United dari Masa Kegelapan Seusai Ditinggal Sir Alex Ferguson)
Menyenangkan sekali bisa punya alternatif hiburan untuk quality time bersama orang yang kita sayangi. Tidak selalu pergi ke mall, mall, dan mall terus... so borring you know!
Saya duduk di bangku atas bersama wartawan media cetak dan online dari berbagai negara, seperti Jepang, Korea Selatan, hingga Jerman.
Media yang memberikan live commentary mendapatkan sport yang lebih dekat ke lapangan. Fotografer? Sudah pasti mereka menjadi wartawan paling dekat dengan pemain alias berada di pinggir lapangan. Sesuai disiapkan dengan kebutuhan masing-masing media.
Sepuluh menit sebelum kick-off, suasana stadion semakin meriah dengan chant atau nyanyian dari suporter kedua kubu.
Tugas saya dimulai dengan menerima telepon dari studio RCTI untuk melaporkan atmosfir di stadion dan ekspresi para penonton, terutama publik tuan rumah yang siap berpesta.
Juga kisah pertemuan dengan pemain-pemain Manchester City usai turun dari bus tim.
Intinya, pesta telah siap digelar oleh kubu tuan rumah. Tetapi, si merah telah menyiapkan strategi kejutan.
Priiittt. Laga klasik dimulai. Udara di Kota Manchester memanas seiring pertandingan derbi Manchester City menjamu Manchester United.
Tak perlu membahas jalannya pertandingan. Semua kita dikejutkan oleh dua gol Manchester City yang dibalas tiga buah oleh Paul Pogba dkk. Si merah menunda pesta tuan rumah sebagai juara Liga Inggris 2017-2018.
Keseruan bagi saya tidak berhenti setelah pertandingan. Apakah karena bertemu dengan mantan pemain sepak bola atau Jose Mourinho dan Pep Guardiola di jumpa pers usai laga?
No, kawan. Semua itu bisa didapat dengan akses sebagai wartawan peliput.
Setelah pertandingan, saya adalah salah satu penonton yang terakhir bergerak dari kursi stadion. Sejumlah wartawan pun masih duduk di kursi media. Saya menyimak ke arah mereka.
Awalnya hanya ingin tahu, akan tetapi yang saya temui adalah wartawan olahraga kelas dunia yang sedang bertugas dengan mantan pemain dan kapten Manchester United, Gary Neville.
Bagi saya, kesempatan ini tak boleh disia-siakan untuk mendatangi Martin Tyler dan mengajaknya mengobrol.
Martin Tyler sudah berusia 73 tahun. Diawali sebagai penulis sepak bola, ia sudah menjadi komentator sepak bola sejak 28 Desember 1974. Suaranya pun kerap didengar di permainan FIFA video game.
Martin Tyler adalah wartawan terakhir yang keluar dari bangku pers di stadion. Sambil menuruni anak tangga, kami berbincang-bincang santai. Glad to meet you, Mr Tyler.