Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Bulls*** Kalau Radja Nainggolan Dibilang Tak Cocok buat Taktik!

By Dwi Widijatmiko - Selasa, 22 Mei 2018 | 13:43 WIB
Ekspresi pemain AS Roma, Radja Nainggolan, usai mencetak gol saat melawan Lazio pada pertemuan kedua klub di Stadion Olimpico, Sabtu (18/11/2017) waktu setempat. ( FILIPPO MONTEFORTE/AFP )

Pada hari-hari belakangan ini, emosi-emosi bermunculan menyusul pengumuman skuat para negara kontestan Piala Dunia 2018.

Para penggemar sepak bola terkejut ketika mengetahui sejumlah pemain top tidak berhasil masuk skuat negara mereka.

Sebut saja Mauro Icardi (Argentina), Jack Wilshere (Inggris), Mario Goetze (Jerman), Anthony Martial (Prancis), dan Alvaro Morata (Spanyol).

Tapi bagi saya, tidak ada yang lebih mengesalkan daripada tidak dipanggilnya Radja Nainggolan oleh timnas Belgia.

Melihat performanya di atas lapangan membela AS Roma dalam 4 tahun terakhir, keputusan pelatih timnas Belgia, Roberto Martinez, untuk tidak memasukkan nama Nainggolan benar-benar tidak bisa dimengerti.

Rasanya saya tidak kesal sendirian. Banyak orang juga akan sependapat bahwa tidak dipanggilnya Radja Nainggolan adalah sesuatu yang absurd.

Petisi dan protes yang dilancarkan oleh puluhan ribu masyarakat Belgia menegaskan konyolnya keputusan Roberto Martinez.

Sejauh ini tidak ada pencoretan pemain menjelang Piala Dunia 2018 yang mendapatkan reaksi sekeras tidak dipanggilnya Nainggolan oleh timnas berjulukan Setan Merah itu.

Buat saya, Martinez tidak jujur. Alasannya tidak memasukkan gelandang kelahiran 4 Mei 1988 itu adalah bull s***, omong kosong.

"Alasannya taktikal. Dalam dua tahun terakhir, tim saya bekerja dengan sistem yang spesifik. Kami tahu Radja punya peran yang sangat penting bagi klubnya. Kami tidak bisa memberikan peran seperti itu di dalam skuat kami," kata Roberto Martinez.

Radja Nainggolan tidak cocok untuk taktik Belgia? Yang benar saja!

Saya beri tahu kamu, Martinez: Radja Nainggolan cocok untuk taktik semua tim di dunia!

Terutama dalam dua tahun terakhir, Nainggolan memperlihatkan betapa fleksibelnya dia dalam hal menyesuaikan diri dengan taktik tim.

Pada 2016-2017, saat AS Roma masih dilatih Luciano Spalletti, eks gelandang Piacenza dan Cagliari ini diminta untuk bermain lebih dekat ke gawang lawan.

Hasilnya, Radja Nainggolan mampu mencetak 14 gol di semua ajang, rekor gol terbanyaknya dalam satu musim.

Musim 2017-2018, AS Roma berganti pelatih. Eusebio Di Francesco memintanya bermain lebih ke belakang, membatasi kebiasaannya musim lalu untuk sering maju ke depan.

Tidak ada protes dari mulut maupun sikap Nainggolan. Sebaliknya, tugas berbeda itu mampu juga dijalaninya dengan bagus.

Menurunnya jumlah gol dikompensasi dengan menanjaknya koleksi assist, yang semakin mengonfirmasi perannya sebagai pelayan tim.

“Saya tidak peduli di mana saya bermain. Tidak ada perbedaan apakah saya bermain 10 meter lebih ke depan atau ke belakang. Mencetak gol tidak penting bagi saya. Yang utama adalah membuat tim meraih kemenangan,” ujar Nainggolan seperti dikutip Bolasport.com dari ESPN.

Pendapat Roberto Martinez soal posisi ideal Radja Nainggolan jadi terdengar menggelikan.

"Radja paling bagus ketika memainkan peran 'pemain nomor 10'. Di posisi itu, kami memiliki Eden Hazard dan Dries Mertens yang lebih bagus," ujar Martinez.

Bagaimana mungkin Martinez tidak bisa melihat bahwa Nainggolan juga bisa bagus bermain di luar 'posisi nomor 10'?

Beri dia posisi mana pun di lini tengah, saya yakin pemain berdarah Batak ini akan rela menjalaninya buat timnas Belgia.

Jangan-jangan sang pelatih sendiri yang tidak punya kemampuan atau malah tidak mau menemukan posisi bagi Nainggolan di dalam timnya.

Yang saya tahu, pelatih mana pun akan bahagia memiliki pemain multifungsi, pemain yang bisa memainkan banyak peran. Sekarang saya juga jadi tahu bahwa hanya Roberto Martinez yang tidak bahagia mempunyai pemain seperti itu.

Saya akan lebih legawa kalau Martinez menyatakan Nainggolan tidak dipilihnya karena merokok atau karena datang terlambat ke tempat latihan.

Dia memang punya sejumlah isu indisipliner walaupun minor dan bukannya tidak ada pemain Belgia lain yang juga melakukannya.

Saya lebih baik mengetahui itulah alasan Martinez mencoret Nainggolan, seperti dulu saya juga cuma nyengir saat mengetahui pelatih Argentina, Daniel Passarella, tidak mau memanggil pemain yang berambut gondrong.

Tapi, jangan menjadikan hal teknis sebagai alasan. Sebagai orang yang hampir setiap hari memelototi statistik klub-klub Liga Italia, saya tidak rela melihat Radja Nainggolan, yang punya mimpi bermain di Piala Dunia, tak berangkat ke Rusia 2018 karena disebut tidak kompatibel dengan taktik.

Sekarang, seperti Nainggolan, saya juga berjanji tidak akan melewatkan setiap pertandingan timnas Belgia di Piala Dunia 2018.

Hanya, saya akan menonton dengan mempersiapkan analisa bahwa tidak memanggil Radja Nainggolan adalah sebuah kesalahan.


Nikmati berita olahraga pilihan dan menarik langsung di ponselmu hanya dengan klik channel WhatsApp ini: https://whatsapp.com/channel/0029Vae5rhNElagvAjL1t92P