Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Bagaimana rasanya menjadi Lionel Messi saat ini, ketika mengetahui bahwa pada akhirnya ia sampai di pengujung?
Rasa sakit, sakit hati, stres, amarah, frustrasi, keceriaan, harapan, suka cita, kebanggaan.
Inilah semua emosi yang mengalir melalui tubuh Lionel Messi setiap kali ia menarik seragam putih dan biru langit Argentina di atas kepalanya. Demikian tulis kolumnis Deadspin, Billy Haisley.
Pada saat-saat seperti ini, Lionel Messi harus menghadapi tekanan internal dan eksternal untuk meraih Piala Dunia bagi Argentina.
Sesudah laga melawan Kroasia, Messi tak ikut kawan-kawannya yang ramai-ramai menghibur diri di sebuah cafe.
Ia mengurung diri di kamarnya. Sendirian. Terpencil dalam keterasingan yang nyeri.
(Baca Juga: Beda Gestur Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo Saat Menyanyikan Lagu Kebangsaan)
Bait ketiga dari sajak Friedrich Nietzsche, penyair dan filsuf Jerman, berjudul “Kesepian” menuturkan: Dunia itu pintu gerbang, ke seribu gurun bisu dan dingin, yang kehilangan, yang kau kehilangan, takkan berhenti di mana pun jua.
Usai pertempuran melawan Kroasia, pelatih Argentina, Jorge Sampaoli, dikepung dan diserbu para jurnalis.
Mereka tidak melakukan wawancara; melainkan interogasi. Sampaoli hampir tidak bisa mengangkat matanya.
Dalam berbagai kesempatan, ia menegaskan bahwa hanya satu orang yang harus bertanggung jawab atas fakta bahwa Argentina sekarang berada di ambang eliminasi, yaitu dirinya sendiri.
Argentina memang berada di tepi jurang yang dalam. Menghadapi Nigeria pada laga terakhir fase grup (Selasa (26/6/2018), La Albiceleste harus menang untuk membuka peluang lolos ke babak knock-out.
Laga itu niscaya adalah laga hidup-mati bagi Lionel Messi dan kawan-kawan.
Seri atau kalah akan mengantar Argentina ke dasar jurang. Sedangkan jika menang masih tergantung hasil laga Kroasia vs Islandia.
(Baca Juga: Lionel Messi di Piala Dunia 2018 - Catat Tembakan Terbanyak, Nihil Gol)
Harian Argentina, El Tribuno, memuat berita dengan tajuk, “Las frustraciones afectaron la autoestima de la Selección Argentina” (Frustrasi memengaruhi harga diri Tim Nasional Argentina).
Portal tersebut memuat pendapat Edmundo Di Lella, seorang psikolog olahraga.
Menurut Di Lella, segala sesuatu berhubungan dengan kohesi. Apakah ada kohesi antara Lionel Messi dan kawan-kawannya?
Menghadapi Nigeria, tantangan utama adalah kepemimpinan tim.
Pemimpin harus mengambil alih situasi. Tim harus fokus dan tahu bahwa semua kemungkinan ada di gelanggang pertempuran.
Ibarat perjalanan, tinggalkan “bagasi” Islandia dan Kroasia. Satu-satunya yang dibawa hanyalah “bagasi” Nigeria.
Karena akan terlalu berat bagi Argentina jika beban bagasi Islandia dan Kroasia terus dibawa.
Rabu (27/6/2018) pukul 01.00 WIB, Tim Tango akan berhadapan dengan Tim Elang Super Nigeria.
Seperti Nietzsche, Argentina, yang terpencil kesepian di babak awal Piala Dunia 2018, tak pernah berhenti mengejar angan.
Nasib Argentina dipertaruhkan di gelanggang pertempuran. Laga di Krestovsky Stadium itu adalah misteri.
(Baca Juga: Jerman Kini Harus Selesaikan Masalah Internal yang Melibatkan 2 Geng Pemain)
"Life is a mystery to be lived, not a problem to be solved.” Hidup adalah misteri untuk dihidupi bukanlah masalah untuk dipecahkan, kata Soren Kierkegaard.
Lain halnya dengan Luca Antonini yang bertutur dalam lirik lagunya "Play like children falling down into yellow fields try to stop the flow of time life's a mistery" (bermainlah seperti kanak-kanak, jatuh di lapangan kuning cobalah hentikan aliran waktu karena hidup adalah misteri).
Lapangan hijau adalah misteri. Karena, siapakah yang bisa memastikan bahwa kemenangan itu akan dapat diraih?