Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Bagi penggemar F1, nama Michael Schumacher belum bisa dilupakan begitu saja walau kini adalah era keemasan Lewis Hamilton.
Schumacher adalah legenda, yang memiliki beberapa rekor terbaik dan baru satu bisa dipecahkan oleh Hamilton, yakni jumlah pole position.
Di antara rekor yang belum dipecahkan itu adalah jumlah gelar juara dunia, tujuh kali, dan menang balapan 91 kali.
Schumi, panggilan Michael, kini sedang menjalani pemulihan cedera berat di kepala dan otak akibat insiden terjatuh saat bermain ski pada Desember 2013.
Namun di tengah kabar belum sembuhnya Michael, sang anak tiba-tiba kini melambungkan nama Schumacher.
Semasa jadi pebalap F1 yang sulit dikalahkan bersama tim Ferrari, Michael pernah berujar bahwa anaknya, Mick, lebih baik menjadi pemain golf ketimbang jadi pebalap seperti dirinya.
Namun nyatanya Mick kini justru sedang meretas jalan keemasan, membangkitkan nama Schumacher.
Pelan tapi pasti, laju Mick di ajang single seater mulai jadi pembicaraan.
Pebalap yang kini berusia 19 tahun tersebut awalnya tak banyak dibicarakan karena jarang menang, tidak seperti yang diharapkan banyak orang karena nama besar ayahnya.
Bahkan di ajang FIA F3 Eropa tahun ini pun awalnya dia tak dianggap, walau ini adalah tahun kedua Mick di F3.
Sampai seri keempat dari sepuluh seri (tiap seri ada tiga race), Mick kalah jauh bahkan dari tiga rekannya di tim Prema Theodore Racing, Marcus Armstrong, Guan Yu Zhou, dan Ralf Aron.
Mick tertinggal 67 angka dari Armstrong yang saat itu memimpin klasemen.
"Problem terbesar Mick adalah di kualifikasi," kata bos Prema, Rene Rosin.
Tahun lalu di ajang yang sama, juga di tim Prema, posisi start rata-rata Mick adalah 12,7.
Tahun ini pun pada awal musim nyaris sama, hingga balapan pertama seri kelima di Belgia rataan posisi start Mick adalah 12,3.
Mick dan Prema mencari solusi bersama untuk memperbaikinya.
Rene pun menjelaskan solusi yang mereka lakukan, yakni sepanjang libur musim dingin lalu mereka berlatih keras walau hasilnya tidak langsung dirasakan.
Barulah pada race ketiga di Belgia itu Mick meraih pole position.
Di F3 Eropa, kualifikasi terdiri dari dua babak.
Babak pertama (Jumat) hasilnya menentukan posisi start race 1 (Sabtu).
Setelah race 1 selesai, digelarlah babak kedua kualifikasi untuk menentukan posisi start race 2 dan 3.
Posisi start race 2 berdasarkan waktu terbaik masing-masing pebalap di babak kedua kualifikasi.
Sementara posisi start race 3 ditentukan oleh waktu terbaik kedua masing-masing pebalap di babak kedua kualifikasi.
Sejak menempati pole position di Belgia itu Mick meraih tiga pole position lagi, selain memperbaiki rataan posisi startnya menjadi 3,4.
Bukan cuma itu, dia pun bisa memenangi enam dari 10 balapan terakhir di F3 Eropa.
Bahkan akhir pekan lalu pada seri terakhir di Tanah Airnya, Jerman, di Sirkuit Nurburgring, Mick menyapu bersih tiga kemenangan dengan dua di antaranya start dari posisi terdepan.
Tak heran kini selisih poinnya dengan pemuncak klasemen, Dan Ticktum, hanya tiga.
Bukan mustahil berbekal performanya kini Mick bisa melewati Ticktum yang merupakan pebalap junior tim F1 Red Bull.
"Saya tidak memikirkan posisi di klasemen. Saya hanya fokus menuntaskan musim ini yang masih tersisa dua seri di sirkuit yang saya suka, Red Bull Ring dan Hockenheim," kata Mick. "Balapan di Nurburgring memang menjadi akhir pekan terbaik saya selama ini."
Mick memang terkesan terlambat bersinar di single seater, tidak seperti Max Verstappen atau Charles Leclerc.
Kedua pebalap itu sudah menyita perhatian saat seusia Mick, di mana pada usia 18 Verstappen sudah bisa menang di F1 sementara Leclerc juara F2 di usia 19.
Mick selama ini memang kerap hadir di paddock F1 terutama di garasi Ferrari, semata karena penghormatan terhadap sang ayah.
Sabine Kehm, asisten pribadi Michael sekaligus media officer, kini menemani Mick ke mana pun dia berada termasuk saat bermain sepak bola seperti kegemaran ayahnya.
Kini dia lebih jadi pembicaraan karena prestasi meroketnya di ajang F3 belakangan ini.
Musim depan mungkin dia akan ikut F2, karena oleh keluarga dan manajemennya tidak dipaksakan segera ke F1 seperti kebanyakan pebalap muda lain.
Tapi cepat atau lambat nama Schumacher akan melambung lagi di F1.
Jalan sudah sama, dulu nama ayahnya mulai terkenal di Sirkuit Spa-Francorchamps, Belgia.
Dan kini sang anak pun menunjukkan taji di trek yang sama.
Like father, like son.
Another Schumacher is coming...