Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Bisa jadi, selain para atlet, panitia Inapgoc, volunter, atau pekerja lapangan, saya mengklaim diri sebagai pewarta "penunggu" Stadion Gelora Bung Karno (GBK) tempat dihelatnya lomba para atletik Asian Para Games 2018.
Maklum, selama satu minggu lebih saya berada di sana untuk meliput berbagai hal yang ada di Stadion GBK selama Asian Para Games 2018 berlangsung.
Bukan cuma tentang medali, tapi juga mengenai jati diri dan pesan yang ingin disampaikan para atlet istimewa dari 39 negara yang ambil bagian di cabor atletik.
Semangat para atlet Asian Para Games 2018 sudah bisa saya rasakan sejak menginjakkan kaki di Stadion Madya, untuk melihat mereka berlatih sebelum turun di turnamen pada Jumat (5/10/2018).
Tak tanggung-tanggung, jadwal latihan yang berbarengan dengan latihan negara lainnya, tak membuat mereka berhenti berlatih.
Mereka malah menggunakan lapangan secara bersama-sama dari pagi hingga sore.
Waktu bersama itu sengaja mereka gunakan untuk mengenal atau mengakrabkan diri dengan kontingen lain yang akan menjadi musuhnya.
Hal itu merupakan pemandangan yang luar biasa.
"Lapangan memang digunakan bersama-sama, tapi hal itu tak membuat kami berhenti berlatih," ujar pelatih tim sprinter Indonesia, Kevin Fabiano.
Memasuki hari pertama perlombaan, pada Senin (8/10/2018), animo masyarakat untuk menonton langsung cabor yang merupakan ibu dari olahraga itu luar biasa.
Siswa dari berbagai sekolah di Jakarta sengaja datang untuk bisa menangkap pesan yang ingin disampaikan oleh para atlet Asian Para Games 2018, yakni kesetaraan dan mengatasi keterbatasan.
(Baca juga: Energi Optimisme di Electric Jakarta Marathon 2018)
Sungguh sebuah momen istimewa untuk saya bisa selalu berdiri di samping para atlet atletik terbaik se-Asia yang tak mengenal istilah perbedaan.
Hanya perbedaan bahasa yang cukup menguras tenaga saya untuk berbicara panjang lebar dengan para atlet, khususnya mereka yang berasal dari sang kontingen juara umum di Asian Para Games 2018, yaitu China, yang tak terlalu fasih berbahasa Inggris.
Lapangan Gelora Bung Karno sanggup menjadi tempat yang baik bagi 714 atlet.
GBK pun menjadi saksi bahwa mereka pun bisa berlomba dengan jujur, tanpa embel-embel curang.
Sesungguhnya momen yang paling berkesan bagi saya di Asian Para Games 2018 ialah ketika bisa menjadi saksi sebuah perlombaan estafet 4x100 meter T 11-13, T 35-39, T 42-47, dan T 33-34/51-54.
Mengesankan karena para pelari memiliki klasifikasi yang berbeda-beda. Pelari pertama khusus untuk klasifikasi penglihatan rendah, dilanjutkan oleh pelari kedua dengan klasifikasi permasalahan pada kaki.
(Baca Juga: Legenda Tenis: Ada 1 Gelar yang Belum Dimiliki Roger Federer)
Selanjutnya, pelari ketiga dengan klasifikasi gangguan koordinasi dan dibereskan oleh para pembalap kursi roda.
Perbedaan cara berlari tak menghambat mereka untuk berkompetisi.
Hal ini spesial karena Asian Para Games 2018 kali ini banyak mengajarkan sesuatu yang lain dari sebelumnya.
Itu sebabnya, banyak pelajaran yang bisa saya petik selama berada di Stadion Gelora Bung Karno.
Seperti pesan bahwa hidup bukan tentang mempermasalahkan sebuah perbedaan, melainkan saling melengkapi kekurangan.