Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Piala Dunia 2018 bukan cuma melambungkan pemain tertentu, tetapi juga sebuah band bernama Pussy Riot.
Nama Pussy Riot tiba-tiba mencuat seiring berakhirnya pesta sepak bola di Rusia.
Mereka banyak diberitakan setelah beberapa anggotanya menerobos ke lapangan saat berlangsungnya final antara Prancis dan Kroasia di Stadion Luzhniki, Minggu (15/7/2018).
Siapa Pussy Riot?
Pussy Riot adalah kelompok band asal Moskow yang beranggotakan 11 wanita, termasuk aktivis cantik bernama Nadezhda Tolokonnikova.
Grup yang berdiri pada 2011 itu dikenal sebagai pro-LGBT dan bertentangan dengan Presiden Rusia, Vladimir Putin.
Rata-rata usianya adalah 20 sampai 33 tahun.
Mengusung genre punk rock, Pussy Riot kerap menggelar konser ilegal dan bersifat porovokatif di tempat umum.
Adapun tujuan Nikulshina dkk masuk ke arena pertandingan adalah agar beberapa tuntutan mereka dikabulkan.
(Baca juga: Tuah Baju Biru di Balik Kesuksesan Prancis pada Piala Dunia 2018)
Kasus-kasus Lain
Pussy Riot mulai dikenal setelah menyelenggarakan pertunjukkan di dalam Cathedral of Christ the Saviour, Moskow, pada 2012.
Tiga anggota mereka dipenjara selama dua tahun atas tuduhan tindakan asusila.
Pada 2016, Pussy Riot kembali menggebrak dengan merilis video tentang Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.
Tayangan berjudul 'Make American Great' tersebut berisikan sindiran untuk sang pemimpin.
(Baca juga: 3 Kutukan Masih Eksis di Piala Dunia 2018)
Efek Ulah di Final Piala Dunia
Kroasia menjadi kubu yang paling dirugikan dengan kemunculan Pussy Riot di tengah pertandingan.
Pasalnya, insiden terjadi ketika mereka sedang menyerang.
Luka Modric cs pun tengah dalam kondisi tertinggal.
Pada akhirnya, Kroasia gagal membawa ulang trofi karena mengakhiri laga dengan kekalahan 4-2.
Pussy Riot pun harus menerima ganjaran berupa penjara selama 15 hari.