Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Saat fisioterapi sudah sangat berkembang seperti sekarang, nyatanya masih ada pesepak bola nasional yang tetap pergi ke tukang urut saat mengalami cedera. Hal ini diyakini sebagai buntut dari kebiasaan lama.
Penulis: CW-1/Suci Rahayu
“Dahulu, saat belum marak fisioterapi, para pemain pergi ke tukang urut saat cedera. Jangan heran jika sekarang banyak pemain yang masih tergantung pada tukang urut karena itu sudah turun temurun,” ujar Erwin Aripudin, fisioterapis PS TNI.
Penyembuhan melalui fisioterapi memang cenderung menghabiskan waktu yang lebih lama.
Terkadang, banyak pemain yang tak sabar sehingga pergi ke tukang pijat tradisional.
Sebuah kiriman dibagikan oleh TABLOID BOLA (@tabloid_bola) pada
“Ada pemain yang sudah ditangani fisio kemudian tidak sabaran, lalu pergi ke tukang urut. Itu sangatlah berisiko bagi pemain. Pengobatan melalui tukang urut memang lebih cepat akan tetapi jaringan yang terkena cedera nantinya sulit beregenerasi,” ujar Ari Sudarsono, fisioterapi Bhayangkara FC.
“Perlu pengawasan ketat dari klub. Akan tetapi, masih ada klub Liga 1 yang justru masih percaya tukang urut. Perlu diketahui juga, hanya 25 persen klub Liga 1 yang fisioterapisnya dari sarjana, sisanya hanya tukang urut," ujar Ari.
(Baca Juga: Waduh, Pesona Kim Kurniawan Kembali Makan Korban)
Fisioterapis Madura United, Erwan, mengakui bahwa Madura United masih menggunakan jasa tukang urut untuk menyembuhkan.
Bagi Erwan, jika cedera pemain tidak terlalu parah, tukang urut sudah dirasa cukup untuk menyembuhkan pemain.
“Tergantung dari cederanya, kalau masih ringan kami pakai alternatif dengan kompres atau urut. Tapi, jika rekomendasi dokter bilang parah, barulah kami lakukan secara medis. Fisio dan tukang urut sama saja, fisio itu lebih menggunakan sains dan alatalat, sementara tukang urut itu meraba-raba keluhan kita,” tutur Erwan.
Fisioterapis berlisensi
Beberapa klub di Liga 1 memang masih belum memiliki fisioterapis berlisensi.
Hal tersebut lantaran memang tidak ada aturan khusus yang mewajibkan klub memiliki fisioterapis berlisensi.
“Setiap klub memang harus punya fisioterapis. Tapi, tidak mewajibkan fisioterapis yang berlisensi atau dari sarjana,” ujar Bento Madubun, media officer Persipura.
Walhasil, setiap klub di Liga 1 kini memiliki setidaknya satu fisioterapi. Padahal, jumlah tersebut dirasa kurang sebab tugas yang diemban begitu banyak, apalagi jika pemain yang cedera banyak.
“Bayangkan saja jika ada pemain yang cedera di mes, sementara di waktu yang sama saya harus ikut tim ke laga tandang. Jadi, satu fisio saja saya rasa kurang cukup. Idealnya harus ada 2-4 fisio per tim,” ujar Erwin.