Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Chris Froome (Inggris) telah menjadi ikon balap sepeda dunia. Namun, status kebintangannya mendadak diragukan setelah sampel urine miliknya positif mengandung salbutamol.
Sampel urine yang diambil ketika Chris Froome tampil di Vuelta a Espana, September 2017 itu, menunjukkan kadar salbutamol di atas ambang batas.
Kadar salbutamol yang diperbolehkan WADA (Badan Anti Doping Dunia) adalah 1.000 nanogram per mililiter, sedangkan kadar salbutamol dalam sampel urine Froome ditemukan sebanyak dua kali lipat, 2.000 nanogram per mililiter.
Pebalap tim Sky ini pun menyatakan bahwa dia menggunakan salbutamol untuk pengobatan asma yang dideritanya. Ya, pebalap sepeda asal Inggris berusia 32 tahun ini memang mengidap asma dan kerap menggunakan inhaler yang mengandung salbutamol guna mengobati penyakitnya tersebut.
Hingga saat ini, belum ada kepastian tentang hukuman atau perkembangan dari kasus Froome.
Sementara itu, kasus penggunaan salbutamol bukanlah hal baru di dunia balap sepeda.
Salbutamol adalah substansi yang bisa dimasukkan ke dalam tubuh melalui inhaler atau suntikan. Penggunaan salbutamol dilakukan menanggulangi asma karena zat ini berfungsi memperlebar jalur udara ke paru-paru bagi penderita asma.
(Baca juga: Saina Nehwal: Aturan Baru BWF Pengaruhi Kebugaran Pemain)
WADA mengizinkan penggunaan salbutamol melalui inhaler untuk pengobatan asma dan pemakaian dengan cara ini dianggap bukan untuk meningkatkan performa atlet.
Akan tetapi, beberapa pebalap sepeda malah memiliki kadar salbutamol yang melebihi standar WADA. Hasilnya, para pebalap sepeda ini mendapatkan hukuman tak boleh berkompetisi.