Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Selain tidak mudah didapatkan, harga satu unit peralatan dan perlengkapan olahraga untuk atlet difabel juga bisa mencapai ratusan juta rupiah.
Salah satu contoh peralatan olahraga difabel yang harganya tergolong tinggi ialah kursi roda balap pada cabang para atletik.
Pada test event Asian Para Games (APG) yang tengah berlangsung di Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Sabtu (30/6/2018), BolaSport.com berbincang-bincang dengan Jaenal Aripin, atlet balap kursi roda Indonesia.
Menurut pria asal Bandung, Jawa Barat tersebut, untuk kursi roda balap berstandar internasional, harganya bisa mencapai lebih dari Rp 200 juta.
(Baca juga: Atlet Difabel Telat Makan, Volunteer Asian Para Games Diminta Perbaiki Komunikasi)
Mahalnya kursi roda balap berstandar internasional, kata Jaenal, tak terlepas dari bahan material yang digunakan.
Semakin mahal, tentu semakin bagus pula kualitasnya.
"Ada kursi roda yang kualitasnya lebih bagus dari yang saya pakai, bahannya full carbon. Kalau punya, bahan carbonnya cuma sebagian," ujar Jaenal kepada BolaSport.com dan para awak media lainnya.
"Kalau yang full carbon, otomatis bahannya juga beda (lebih ringan). Untuk kursi roda yang baru, harganya bisa di atas Rp 200 juta. Alatnya dari Amerika Serikat," tutur dia.
Jaenal menyatakan bahwa kebanyakan atlet difabel Indonesia yang tergabung di pelatnas masih menggunakan peralatan rakitan dalam negeri.
Tak cuma kursi roda balapnya saja yang mahal, tetapi juga sarung tangan khusus yang digunakan oleh atlet bersangkutan.
Sepasang sarung tangan khusus untuk balap kursi roda, kata Jaenal, bisa mencapai Rp 6 juta, dan minimal harus membeli setengah lusin.
(Baca juga: 2 Hari Jelang Indonesia Open 2018, Maskot BIO Ramaikan CFD Jakarta)
Sejauh ini, di Indonesia belum ada yang menjual sarung tangan tersebut.
Beruntung, Pemerintah Indonesia, dalam hal ini Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), berjanji akan mengakomodir kebutuhan Jaenal dan atlet-atlet difabel lainnya.
"Sarung tangan itu penting banget. Nah, yang punya saya sudah habis. Padahal sekali beli menghabiskan Rp 30 jutaan karena minimal harus beli setengah lusin," ucap Jaenal.
"Saya kemarin sudah coba cari-cari tukang jahit andal sekalipun di Indonesia, tetap dia nggak bisa. Masalahnya nggak ada mesin yang buat jahit karetnya," tutur dia.
(Baca juga: Kehilangan Kaki karena Kecelakaan, Jaenal Aripin Kini Jadi Atlet Difabel Andalan Indonesia)
Peralatan untuk atlet berkebutuhan khusus memang tak sembarangan.
Alat yang dipakai harus menyesuaikan dengan ukuran tubuh sang atlet agar nyaman dipakai layaknya sepatu.
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, tentu perlu sokongan dari berbagai pihak agar para atlet difabel bisa mencapai prestasi yang diharapkan.
Sebuah kiriman dibagikan oleh BolaSport.com (@bolasportcom) pada