Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Persiapan atlet menghadapi Asian Para Games (APG) menghadapi problem serius. Penyebabnya adalah ancaman dari Kemenpora yang berniat melengserkan Presiden National Paralympic Committee (NPC) Indonesia Senny Marbun.
Langkah tersebut disampaikan Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga (Sesmenpora) Gatot S Dewobroto.
Rencana mengganti Presiden NPC diungkapkan setelah Gatot menerima pengaduan enam atlet dari Jawa Barat yang tidak dipanggil mengikuti pemusatan latihan APG 2018.
Mereka yang tidak dipanggil adalah Farid Surdin (tolak peluru, lempar cakram), Ganjar Jatnika (lari), Asri (lari), Junaedi (judo), Elda Fahmi (judo), dan Sony Satrio (judo).
Padahal, NPC memiliki pertimbangan dan alasan tersendiri yang berdasarkan data saat tidak memanggil mereka. Misalnya, catatan prestasi yang jauh di bawah tingkat Asia, faktor usia, dan cabang dari atlet tersebut memang tidak dipertandingkan pada APG 2018.
Menurut Senny, Gatot yang mendapat pengaduan sepihak langsung mengklaim bila NPC telah mematikan karier atlet tersebut.
Gatot juga mempertanyakan potongan bonus atlet yang berprestasi. Menurut dia, pemotongan itu bertentangan dengan Perpres 95 tahun 2017.
Kemenpora merencanakan melakukan audit terkait adanya rumor soal pemotongan bonus atlet. Bila ditemukan adanya pelanggaran, Kemenpora akan melakukan penggantian kepemimpinan NPC.
(Baca juga: Daren Liew Gantikan Lee Chong Wei pada Asian Games 2018)
Langkah Kemenpora yang ingin melengserkan pimpinan NPC dinilai tidak tepat. Menurut NPC, Kemenpora tidak memiliki kewenangan tersebut karena pimpinan NPC dipilih oleh anggotanya yaitu 34 provinsi.
"Kalau ada yang ingin saya diganti, silakan saja. Tetapi, yang jelas Kemenpora tidak bisa mengganti pimpinan NPC. Anggota yang bisa melakukannya. Anggota NPC sendiri ada 34 provinsi," kata Senny.
Terkait dengan pemotongan bonus, Senny menjelaskan bahwa itu bukan pemotongan, tetapi bentuk kontribusi dari atlet.
NPC dan atlet sudah sepakat bagi yang mendapatkan bonus atas prestasi yang diraihnya di multi-event internasional seperti ASEAN Para Games, Asian Para Games dan Paralimpiade, mereka berkewajiban memberikan 15 persen untuk organisasi.
"Kesepakatan itu selalu disahkan di setiap Rapat Kerja Nasional (Rakernas). Jadi, atlet pun tahu dan mereka punya kesadaran berkontribusi untuk organisasi dengan memberikan 15 persen dari bonus yang diterimanya," ucap Senny.
(Baca juga: Siman Sudartawa Optimistis Rebut Medali pada Asian Games 2018)
"Kewajiban ini hanya berlaku untuk multi-event seperti ASEAN Para Games sampai Paralimpiade," ujar Senny lagi.
Senny pun mempersilakan bila Kemenpora mengaudit keuangan NPC. Pasalnya, dana yang terkumpul dari atlet itu dipergunakan untuk organisasi, termasuk membayar iuran ke International Paralympic Committee (IPC).
Silakan kalau ingin mengaudit. Perlu ditekankan bahwa bonus atlet itu diterima langsung yang bersangkutan. Bonus langsung ditransfer ke rekening. Terkait dengan kewajiban 15 persen pun diterima atlet," tutur Senny.
"Mereka tahu kalau dana itu digunakan untuk organisasi. NPC tetap butuh dana operasional untuk menggaji staf, membayar iuran, itu uang dari mana," aku Senny.
Sekretaris NPC,Pribadi membantah bila pihaknya mematikan karier atlet. Menurut dia bila atlet tidak dipanggil, atlet masih memiliki kesempatan mengikuti seleksi untuk multi-event berikutnya.