Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

He Bingjiao Tolak Isi Tempat yang Ditinggalkan Carolina Marin pada BWF World Tour Finals 2018

By Delia Mustikasari - Sabtu, 1 Desember 2018 | 15:33 WIB
Tunggal putri China, He Bingjiao, terjatuh saat melawan Nozomi Okuhara (Jepang) di final Kejuaraan Beregu Asia 2018, Minggu (11/2/2018) di Alor Setar, Malaysia. (BADZINE.NET)

Pebulu tangkis tunggal putri China, He Bingjiao, menolak menggantikan tempat yang ditinggalkan Carolina Marin (Spanyol) pada BWF World Tour Finals 2018 yang digelar di Guangzhou, China, 12-16 Desember.

Seperti dilansir dari Federasi Bulu Tangkis Dunia (BWF), Carolina Marin dipastikan mundur karena mengalami cedera.

Pemain berusia 25 tahun ini mendapat tiket ke BWF World Tour Finals 2018 setelah menempati urutan ketujuh dalam race to Guangzhou.

Dengan mundurnya Marin, slot yang ditinggalkannya akan diisi oleh He Bingjiao (China) karena peringkat kesembilan yang ditempati oleh Sayaka Takahashi (Jepang) berasal dari Jepang.

Sementara itu, Jepang sudah memenuhi dua kuota maksimal pemainnya yakni Nozomi Okuhara (peringkat kedua) dan Akane Yamaguchi (nomor ketiga).

Baca juga:

Namun, He menolak mengisi tempat tersebut karena cedera. Jika dilihat berdasarkan urutan poin dalam race to Guangzhou, He akan digantikan Zhang Beiwen (Amerika Serikat) yang menempati posisi ke-11.

Jika Zhang menerima undangan tersebut, ada dua pemain Pan Amerika yang mengisi slot tunggal putri. Sebelumnya, ada Michelle Li (Kanada) meraih tiket ke Guangzhou setelah menduduki peringkat kedelapan.

Berikut ini daftar delapan tunggal putri yang tampil di BWF World Tour Finals 2018 di Guangzhou, China.

  1. Tai Tzu Ying (Taiwan) - 93.090 poin
  2. Nozomi Okuhara (Jepang) - 90.730 poin
  3. Akane Yamaguchi (Jepang) - 86.860 poin
  4. Chen Yufei (China) - 79.340 poin
  5. Ratchanok Intanon (Thailand) - 76.210 poin
  6. Pusarla Venkata Sindhu (India) - 72.620 poin
  7. Michelle Li (Kanada) - 70.280 poin
  8. Zhang Beiwen - 64.150 poin
 
 
 
Lihat postingan ini di Instagram
 
 

Jurnalis olahraga senior, Weshley Hutagalung, mempertanyakan peran media dalam mengungkap dugaan pengaturan skor pada sepak bola Indonesia. Kurang aktifnya media dalam melakukan investigasi mendalam dinilai Weshley Hutagalung sebagai salah satu penyebab sulitnya pengungkapan praktik kotor ini. Pria yang akrab disapa Bung Wesh itu menilai pemberitaan media saat ini kerap luput untuk menyajikan 'why' dan 'how' terhadap suatu topik. "Saya jadi wartawan sejak 1996, pernah bertemu dengan beberapa orang pelaku sepak bola sampai wasit. Kasihan dari tahun ke tahun, federasi (PSSI) mewarisi citra buruk," kata Weshley Hutagalung dalam diskusi PSSI Pers di Waroeng Aceh, Jumat (30/11/2018). "Pertanyaannya, wartawan sekarang itu ingin mendengar yang saya mau atau yang saya perlukan? Kemudian muncul karya kita. Lalu masyarakat juga memilih (informasi)," ujarnya. Ditambahkannya, fenomena ini terjadi karena perubahan zaman terhadap gaya pemberitaan media akibat permintaan dan tuntutan redaksi yang kini mengutamakan kuantitas dan kecepatan. Pria yang wajahnya sudah akrab muncul sebagai pundit sepak bola pada tayangan sepak bola nasional ini sedikit memahami perubahan zaman, meski tetap mempertanyakan peran media. "Dulu kami punya waktu untuk investigasi dan analisis, sekarang tidak. Kemana aspek 'why' dan 'how' atas peristiwa ini?" tuturnya mempertanyakan. "Sekarang malah adu cepat. Ditambah lagi sekarang ada media sosial, sehingga media massa bukan lagi menjadi sumber utama informasi terpercaya," ucapnya miris. #pssi #journalist #sportjournalist #matchfixing

Sebuah kiriman dibagikan oleh BolaSport.com (@bolasportcom) pada