Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Korea Masters 2018 - Son Wan-ho Jadi Satu-satunya Unggulan Teratas yang ke Final

By Diya Farida Purnawangsuni - Sabtu, 1 Desember 2018 | 15:34 WIB
Pebulu tangkis tunggal putra Korea Selatan, Son Wan-ho, bersiap melakukan smes ke arah Kento Momta (Jepang) pada babak semifinal Hong Kong Open 2018 di Hong Kong Coliseum, Sabtu (17/11/2018). (RAPHAEL SACHETAT/BADMINTON PHOTO)

Pebulu tangkis tunggal putra Korea Selatan, Son Wan-ho, menjadi satu-satunya pemain unggulan teratas yang berhasil menembus babak final turnamen Korea Masters 2018.

Tiket ke laga puncak diraih Son Wan-ho setelah menundukkan wakil Hong Kong, Lee Cheuk Yiu, 21-19, 21-14, di Gwangju Women's University Stadium, Sabtu (1/12/2018).

Pada pertandingan final, Son akan menjumpai pemain muda asal Malaysia, Lee Zii Jia.

Lee, yang digadang-gadang bakal menjadi suksesor Lee Chong Wei itu melangkah ke final seusai sang lawan pada babak semifinal, Sitthikom Thammasin, retired.

Saat memutuskan retired, laga baru berjalan satu menit dan Thammasin tengah dalam keadaan tertinggal 1-4.

Sementara itu, pasangan ganda campuran Indonesia, Praveen Jordan/Melati Daeva Oktavianti, yang juga menjadi unggulan pertama kalah dari wakil tuan rumah, Choi Solgyu/Shin Seung-chan.

Duet Praveen/Melati tumbang setelah melakoni pertarungan tiga gim dengan skor 20-22, 21-18, 17-21 pada babak empat besar.

Baca juga:

Sebelumnya, pasangan ganda putra unggulan teratas, Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto, sudah tersingkir pada babak kesatu.

Mereka kalah dari duet beda negara, Kim Sa-rang/Tan Boon Heong (Korea/Malaysia) dengan skor 13-21, 21-18, 12-21.

Adapun dua unggulan teratas dari sektor putri yakni Ratchanok Intanon (tunggal putri) dan Jongkolphan Kititharakul/Rawinda Prajongjai (ganda putri) memilih mundur sebelum turnamen berlangsung.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 

Jurnalis olahraga senior, Weshley Hutagalung, mempertanyakan peran media dalam mengungkap dugaan pengaturan skor pada sepak bola Indonesia. Kurang aktifnya media dalam melakukan investigasi mendalam dinilai Weshley Hutagalung sebagai salah satu penyebab sulitnya pengungkapan praktik kotor ini. Pria yang akrab disapa Bung Wesh itu menilai pemberitaan media saat ini kerap luput untuk menyajikan 'why' dan 'how' terhadap suatu topik. "Saya jadi wartawan sejak 1996, pernah bertemu dengan beberapa orang pelaku sepak bola sampai wasit. Kasihan dari tahun ke tahun, federasi (PSSI) mewarisi citra buruk," kata Weshley Hutagalung dalam diskusi PSSI Pers di Waroeng Aceh, Jumat (30/11/2018). "Pertanyaannya, wartawan sekarang itu ingin mendengar yang saya mau atau yang saya perlukan? Kemudian muncul karya kita. Lalu masyarakat juga memilih (informasi)," ujarnya. Ditambahkannya, fenomena ini terjadi karena perubahan zaman terhadap gaya pemberitaan media akibat permintaan dan tuntutan redaksi yang kini mengutamakan kuantitas dan kecepatan. Pria yang wajahnya sudah akrab muncul sebagai pundit sepak bola pada tayangan sepak bola nasional ini sedikit memahami perubahan zaman, meski tetap mempertanyakan peran media. "Dulu kami punya waktu untuk investigasi dan analisis, sekarang tidak. Kemana aspek 'why' dan 'how' atas peristiwa ini?" tuturnya mempertanyakan. "Sekarang malah adu cepat. Ditambah lagi sekarang ada media sosial, sehingga media massa bukan lagi menjadi sumber utama informasi terpercaya," ucapnya miris. #pssi #journalist #sportjournalist #matchfixing

A post shared by BolaSport.com (@bolasportcom) on

Nikmati berita olahraga pilihan dan menarik langsung di ponselmu hanya dengan klik channel WhatsApp ini: https://whatsapp.com/channel/0029Vae5rhNElagvAjL1t92P