Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Bak pinang dibelah dua, kisah Liverpool dan sepak bola Indonesia dulu dan sekarang bisa dibilang mirip-mirip.
Fans Malaysia: “eh bro, kapan ya terakhir kali timnas senior Indonesia juara?”
Indonesia: “emm….”
Malaysia: “hahaha sudah terlalu lama bro, sampai lupa ‘kan!”
Mungkin begitu percakapan yang terjadi andai ada fans asal Indonesia dan Malaysia saling ejek tentang prestasi timnas masing-masing.
Ejekan tersebut mungkin terasa menyakitkan, menyakitkan karena hal itu benar adanya sesuai fakta yang ada.
Indonesia memang hanya bisa jadi penonton saat timnas negara tetangga silih berganti menjadi juara.
Pernah dengar hal serupa?
Pasti pernah. Andai ada fans Liverpool di sekitar kalian, ejekan serupa pasti sering terdengar.
Tak hanya sekadar itu, sama-sama sudah lama puasa gelar, Liverpool dan Indonesia saat ini juga sepertinya memiliki kemiripan dan secercah harapan dalam sepak bola mereka.
Sama-sama (Tidak) Keren
SEA Games 1991 di Manila. Itu adalah jawaban pertanyaan yang diajukan oleh fans Malaysia di atas.
Sudah 28 tahun timnas senior Indonesia puasa gelar setelah medali emas yang saat itu diraih Ferril Hattu dkk dengan mengalahkan Thailand di partai puncak.
Kala itu, gelaran sepak bola SEA Games memang masih mempertandingkan timnas senior. Aturan untuk wajib menurunkan timnas U-23 baru dimulai pada SEA Games 2001.
Bukan waktu yang singkat memang untuk tak pernah meraih gelar, bahkan mungkin saat ini sudah sangat sedikit orang Indonesia yang mengingat tentang kemenangan tersebut.
Selisih satu tahun sebelumnya, lebih tepatnya musim 1989-1990, Liverpool berhasil menjadi juara kasta teratas Liga Inggris yang saat itu masih bernama First Division.
Diarsiteki oleh “King” Kenny Dalglish, gelar tersebut menjadi gelar terakhir Liga Inggris yang diraih Liverpool hingga saat ini.
Sejak sepak bola negeri Elizabeth II berubah nama jadi Premier League pada 1992, Liverpool belum pernah mengangkat piala itu lagi.
Paling pol, Liverpool hanya jadi runner-up, yaitu pada musim 2008-2009 dan 2013-2014.
Indonesia lebih keren (atau tidak keren?) daripada Liverpool soal hal ini.
Tim Garuda lima kali (LIMA KALI!) hampir juara dan hanya jadi runner-up dalam gelaran Piala AFF atau yang dulu disebut dengan Piala Tiger.
Tapi kini pendukung Liverpool dan Indonesia mungkin bisa melupakan sejarah kelam itu. Kini muncul secercah harapan untuk mereka berjalan menuju ke arah yang lebih baik.
Harapan Baru
Kedatangan Virgil van Dijk dan Alisson Becker seperti mengubah wajah pertahanan Liverpool.
Dari yang sebelumnya mirip tim yang cuma bisa menyerang dan gelagapan ketika bertahan, The Reds kini menjelma jadi tim dengan pertahanan terbaik di Eropa.
Statistik dan puncak klasemen sementara Liga Inggris mengatakan hal itu.
Musim ini, lebih dari dua kesempatan saat jadi runner-up dahulu, sepertinya jadi kesempatan terbaik bagi Liverpool untuk buka puasa gelar Liga Inggris yang sudah mereka jalani hampir tiga dekade lamanya.
Mirip dengan Liverpool, Indonesia punya cerita serupa.
Di Indonesia, sosok Van Dijk dan Alisson muncul dalam diri Kapolri Tito Karnavian dan Satgas Antimafia Bola hasil bentukannya.
Berawal dari keresahan warga dan pecinta sepak bola nasional, kini satuan tugas khusus dari pihak kepolisian itu sudah bekerja dan mulai menangkap beberapa tersangka mafia bola di Indonesia.
Sejak medali emas di Manila, mungkin ini adalah momen paling cemerlang dalam sejarah sepak bola Indonesia dalam tiga dekade terakhir. Lebih dari penampilan terbaik timnas di Piala Asia 2007, atau hingar bingar publik nusantara soal Piala AFF 2010.
Bayangkan sepak bola kita bersih dari mafia, ya mungkin masih ada tapi mereka sudah takut beraksi dengan polisi yang sudah ikut campur tangan, hal yang selama ini sepertinya belum pernah terjadi.
Bayangkan kita memiliki kompetisi yang bersih, pemain dan klub saling berjuang secara kompetitif, berusaha meningkatkan kemampuan secara masif, demi sepak bola kita mendapat hasil positif.
Timnas yang berprestasi sepertinya bukan lagi mimpi.
Jika Van Dijk dan Alisson datang untuk mengatasi masalah lini belakang Liverpool, Kapolri Tito Karnavian muncul sebagai penyelamat untuk mengatasi mafia – masalah yang belum bisa dituntaskan oleh PSSI.
Memang, seperti kekalahan Liverpool atas Manchester City musim ini, mungkin bakal ada hambatan yang terjadi dalam perjalanan sepak bola Indonesia dan pekerjaan satgas nantinya.
Tapi toh itu sepertinya tak mengecilkan harapan publik Liverpool dan Indonesia untuk kembali berprestasi.
Apakah Liverpool akan juara Liga Inggris di akhir musim ini?
Apakah sepak bola Indonesia akan jadi lebih baik lagi setelah ini?
Kita hanya bisa berharap.
Hanya saja, semoga tak ada kejadian terpelesetnya Steven Gerrard lagi.