Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Bencana Chelsea Lebih Besar dari Kepa Vs Sarri

By Firzie A. Idris - Senin, 25 Februari 2019 | 21:12 WIB
Kiper Chelsea, Kepa Arrizabalaga, menolak diganti dalam laga final Piala Liga Inggris melawan Manchester City di Stadion Wembley, Minggu (24/2/2019). (TWITTER.COM/SKYFOOTBALL)

BOLASPORT.COM - Sungguh pas sekali Penghargaan Academy Awards ke-91 pada Senin (25/2/2019) pagi WIB hanya selang beberapa jam setelah drama mencekam pada final Piala Liga antara Manchester City dan Chelsea.

Duel Maurizio Sarri versus kipernya sendiri, Kepa Arrizabalaga, setelah sang pemain menolak digantikan pada penghujung laga merupakan plot twist yang bisa membuat sutradara kawakan seperti Christopher Nolan sekali pun berdiri dan memberikan tepuk tangan.

Padahal, laga di Wembley tersebut berlangsung monoton dengan kedua tim sama kuat dalam 117 menit pertandingan sebelum itu.

Saya bahkan menyelesaikan TED Talk dari Alex Honnold, pemanjat tebing profesional yang menyelesaikan tanjakan solo setinggi 914 meter tanpa tali pengaman (sangat inspiratif, saya sarankan Anda untuk menontonnya juga di sini).

Seperti layaknya film Hollywood, plot twist pada penghujung laga berhasil membuat para penonton, termasuk saya, engage lagi ke pertandingan.

Jujur sih, saya ga pernah lihat hal seperti itu. Kepa Arrizabalaga, yang sempat merasakan hamstringnya tertarik, tidak mau keluar lapangan sesuai instruksi sang pelatih.

Kiper termahal dunia, yang masih berusia 24 tahun itu, sampai membuat Sarri yang tengah dalam tekanan untuk sukses di Chelsea hampir ngambek masuk ke dalam terowongan.

Tiga kali Maurizio Sarri turun dari bench untuk memanggil Kepa tetapi tak didengar.

Penjaga gawang Willy Caballero, senior Kepa yang 13 tahun lebih tua dan seorang spesialis penahan penalti serta mantan kiper Manchester City, sampai bingung di pinggir lapangan.

Bek Antonio Ruediger bahkan harus menahan Sarri dari mendekati Kepa ketika laga berakhir.

Baca Juga : Kepa Arrizabalaga Buat Jengkel Maurizio Sarri di Depan Bagas dan Bagus

Saya seperti menonton Hunt for the Red October, ketika kapten Marko Ramius (Sean Connery) melancarkan aksinya untuk membangkang dari Angkatan Laut Uni Soviet.

Fiuuh...

Menegangkan sekali insiden di Wembley tersebut.

Mengikuti kejadian tersebut secara real time adalah suatu pengalaman brilian, baik lewat tayangan langsung dan layar kedua (second screen), memantau live blog serta feed twitter.

Mereka yang percaya karma hanya perlu melihat bagaimana Kepa tak berdaya di ajang adu penalti.

Walau menahan penalti Leroy Sane, ia membiarkan tendangan Sergio Aguero menyusup lewat tangannya.

Tembakan David Luiz (satu-satunya pemain yang menghampiri Kepa dan tampak menghasut sang pemain untuk tidak meninggalkan lapangan) pun mengenai tiang.

Rasain lu! kata saya dalam hati.

Pada akhirnya, ada beberapa hal yang ingin saya angkat perihal kejadian ini.

Bencana Chelsea bukan hanya di Maurizio Sarri Vs Kepa Arrizabalaga.

Lebih dari persoalan apakah Sarri ingin mengganti Kepa karena cedera atau taktis di mana ia ingin memaksimalkan Willy Caballero, pahlawan adu penalti di final kontra Liverpool tiga tahun silam.

Baca Juga : VIDEO - Tolak Diganti, Kepa Arrizabalaga Tak Disalami Fan Chelsea

Bagi saya konflik Kepa dan Sarri mengangkat ke permukaan hal yang telah lama menjadi "gajah dalam ruangan" jika membicarakan Chelsea.

Kita tahu Chelsea punya masalah soal player power setelah melihat apa yang terjadi ke Jose Mourinho dan Antonio Conte.

Tentu kita ingat nasib Conte.

Walau memenangi Liga Inggris pada musim pertamanya, perilaku Conte yang temperamental dan memberikan anak buahnya sesi latihan berat pada fase padat musim membuatnya kehilangan dukungan ruang ganti dengan cepat.

Tentu kita ingat unggahan Instagram Willian setelah Chelsea menjuarai Piala FA musim lalu. Ia memasang foto seluruh pemain dan staff The Blues tetapi menutup muka Conte dengan tiga emoji.

Willian adalah pemain terbaik Chelsea pilihan skuat The Blues pada 2015-2016, menunjukkan popularitasnya di ruang ganti.

Pun, hal sama menimpa David Luiz yang hanya menjadi starter 4 kali setelah mempertanyakan pemilihan tim Conte sebelum Chelsea kalah besar kontra Roma pada 31 Oktober 2017.

Akan tetapi, baru sekarang kita melihat seberapa parah dan dalamnya persoalan itu.

Kepa itu masih belia loh.

Dia baru 24 tahun, dia baru pertama main di Inggris, Chelsea adalah tim keduanya di level teratas, ini adalah final bergengsi pertamanya, dia bermain di bawah pelatih baru, dan dia adalah kiper termahal dunia.

Baca Juga : Kepa Arrizabalaga Ogah Disebut Lakukan Pembangkangan terhadap Sarri

Menurut saya, Kepa tak akan berani melakukan apa yang dia lakukan tanpa dukungan dari sosok-sosok senior lain.

Dalam hal ini, atensi jelas mengarah ke David Luiz dan apa yang persisnya ia ucapkan kepada sang pemain.

Jika Luiz meminta Kepa menuruti sang pelatih seperti yang ia akui setelah laga, tentu tak ada alasan baginya menutupi mulut saat berbicara dengan sang kiper.

Lagi pula, bahasa tubuh Luiz sama sekali tak meyakinkan. Hal yang lebih tak meyakinkan ketimbang itu adalah pernyataannya setelah laga.

"Saya hanya mengatakan bahwa kami harus menghormati keputusan sang pelatih," ujar Luiz seperti dikutip Sky Sports.

Yeah, right...

Fakta kalau Cesar Azpilicueta yang notabene merupakan kapten tim di Wembley tak mengambil intervensi dalam bentuk apapun juga disayangkan.

Ia tidak menghampiri Kepa atau pun menyambangi Sarri di pinggir lapangan untuk memperjelas apa maksud sang pelatih.

"Jujur saya tidak tahu, saya berada di sisi lain lapangan jadi tidak bisa komentar," kata Azpi seusai laga. 

WOW.

Hal ini juga seharusnya bisa diperjelas sebelum laga, pada sesi latihan.

Hanya satu pertemuan kecil untuk menjelaskan skenario bahwa jika ada pergantian cukup, Caballero akan masuk.

Baca Juga : John Terry Khawatir Nasib Sarri Usai Cekcok dengan Kepa Arrizabalaga

Mudah sekali padahal.

Kecuali... Azpi dan Luiz melakukannya sebagai bagian dari pergerakan besar di ruang ganti Chelsea yang menginginkan Maurizio Sarri pergi.

Sepak bola ala Sarri atau Sarriball memang tak mudah dilakoni oleh semua pemain. Tim manapun pasti butuh waktu untuk memperagakan dengan tepat apa yang diinginkan sang bos.

Lagi pula, tim Chelsea ini masih warisan dari skuat yang dibentuk untuk bermain sepak bola serangan balik di bawah Mourinho dan juga Conte.

Namun, fakta kalau Sarri tak memenangkan trofi apa pun sebagai pelatih mungkin membentuk pemikiran para pemain Chelsea: "Buat apa repot-repot untuk bermain dengan gaya yang belum tentu efektif mendatangkan gelar?".

Teori konspirasi selalu menarik bukan?

Pada dasarnya, pemain bola sama saja dengan aktor film.

Mereka dibayar mahal, hidup dalam atensi publik serta sorotan media, dan mempertunjukkan kebolehannya di bawah jutaan pasang mata.

Seperti Oscars, setiap tahun pun ada penghargaan untuk pemain dan pelatih terbaik.

Ego para pemain menggelora.

Apalagi di Chelsea, di mana Roman Abramovich lebih sering mengganti pelatih ketimbang melepas pemain yang bermasalah.

Antonio Conte, pendahulu Sarri, adalah manajer ke-10 yang ditendang oleh Abramovich (termasuk Jose Mourinho dua kali).

Berbicara soal ego di ruang ganti, ada kutipan menarik dari kompatriot Sarri di dunia perfilman, sutradara Amerika Serikat berdarah Italia, Francis Ford Coppola.

Pemenang 5 penghargaan Academy Awards itu pernah berkata bahwa "hanya ada satu peraturan yang telah saya pelajari di bisnis ini, bahwa saya tak tahu apa pun soal karakter manusia"

Bagi Sarri, ia pun boleh jadi masih bertanya-tanya: Apa sih yang ada di benak para pemainnya sekarang?

Ket*: Penulis mengubah judul di artikel ini dari versi sebelumnya

Nikmati berita olahraga pilihan dan menarik langsung di ponselmu hanya dengan klik channel WhatsApp ini: https://whatsapp.com/channel/0029Vae5rhNElagvAjL1t92P