Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Joko Driyono Belum Ditahan, Ketua Presidium Indonesia Police Watch: Prestasi Satgas Bisa Tercoreng

By Metta Rahma Melati - Rabu, 6 Maret 2019 | 12:15 WIB
Plt Ketua Umum PSSI, Joko Driyono, tatkala diwawancarai secara ekslusif oleh Kompas.com. (KOMPAS.COM)

BOLASPORT.COM - Meski sudah ditetapkan sebagai tersangka sejak 15 Februari 2019, namun hingga kini Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) Joko Driyono belum ditahan alias masih bebas berkeliaran.

Hal itu bisa mencoreng nama Satuan Tugas (Satgas) Antimafia Bola yang sudah terlanjur kinclong karena prestasinya. “Prestasi Satgas bisa tercoreng karena dianggap tak serius,” ungkap Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane, Rabu (6/3/2019).

Penyidik, diakui Neta, memang memiliki alasan obyektif dan subyektif untuk menahan atau tidak menahan seorang tersangka. Alasan obyektif itu ialah ancaman hukumannya kurang dari lima tahun, sebagaimana tertera dalam Pasal 21 ayat (4) Undang-Undang (UU) No 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Adapun alasan subyektifnya adalah tersangka bisa melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau mengulangi perbuatannya, sebagaimana tertera dalam Pasal 21 ayat (1) KUHAP.

“Mestinya penyidik memilih menggunakan alasan subyektif karena lebih dominan,” saran Neta sambil merujuk tersangka lain juga sudah ditahan seperti Ketua Asosiasi Provinsi (Asprov) PSSI Jawa Tengah Johan Lin Eng yang juga anggota Komite Eksekutif PSSI, dan anggota Komisi Disiplin (Komdis) PSSI Dwi Irianto alias Mbah Putih.

Apalagi dari sisi keadilan masyarakat, kata Neta, sangat “njomplang” bila dibandingkan dengan maling sandal atau maling ayam yang begitu tertangkap langsung dijebloskan ke penjara kendati ancaman hukumannya cuma tiga atau empat bulan. “Rasa keadilan masyarakat bisa terusik,” cetusnya merujuk adagium "equality before the law" (kesetaraan di muka hukum).

Lagi pula, katanya, proses hukum kasus Joko Driyono ini ditunggu-tunggu oleh masyarakat sepak bola Indonesia dan dunia.

Dengan menahan tersangka Joko Driyono, lanjut Neta, Satgas Antimafia Bola bahkan bisa melakukan percepatan penyidikan kasus lainnya yang juga diduga melibatkan Jokdri, panggilan akrab Joko Driyono, yakni match fixing atau mafia pengaturan skor pertandingan, dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). “Penyidikan kasus lainnya akan lebih cepat bila tersangka ditahan,” tukasnya.

Penahanan Jokdri, tegas Neta, juga menjadi bukti lain keseriusan Polri dalam menuntaskan kasus mafia bola, sebagaimana instruksi Presiden Joko Widodo saat berkunjung ke GOR Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Jumat (22/2/2019). "Instruksi Presiden itu harus jadi atensi Polri," tandasnya.

Baca Juga:

Sebelumnya diberitakan, Jokdri menjalani pemeriksan lanjutan atau pemeriksaan ketiga sebagai tersangka oleh Satgas Antimafia Bola di Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (27/2/2019). Pemeriksaan ketiga ini berlangsung empat jam atau lebih cepat dibanding dua kali pemeriksaan sebelumnya yang berlangsung selama 20 jam. Namun, Jokdri tidak ditahan.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono berdalih, salah satu alasan polisi tidak menahan Jokdri karena ancaman hukumannya tidak sampai 5 tahun penjara. "Karena ancaman hukumannya hanya dua tahun penjara, jadi belum ada penahahan," kata Argo di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (28/2/2019).

Jokdri merupakan tersangka aktor intelektual perusakan barang bukti kasus pengaturan skor di Kantor Komdis PSSI, Jakarta, Jumat (1/1/2019). Jokdri dijerat tindak pidana pencurian dengan pemberatan dan/atau memasuki dengan cara membongkar, merusak atau menghancurkan barang bukti yang telah dipasang garis polisi oleh penguasa umum. Hal itu dimuat dalam Pasal 363 KUHP dan/atau Pasal 265 KUHP dan/atau Pasal 233 KUHP.

Nikmati berita olahraga pilihan dan menarik langsung di ponselmu hanya dengan klik channel WhatsApp ini: https://whatsapp.com/channel/0029Vae5rhNElagvAjL1t92P