Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
Bunga adalah cara Tuhan memberi hadiah kepada semua tumbuhan yang sabar. Setidaknya begitu kata pujangga.
Waktu menunjukkan pukul satu dini hari di Stadion Benito Villamarin, bangku-bangku penonton sudah tak terisi, hanya ada beberapa orang yang tampak masih berlalu-lalang di tengah lapangan.
Satu pria di tengah, menggunakan setelan jas berwarna hitam, menenteng sebuah piala, ia tampak sedang berpose dengan beberapa pria lain untuk mengambil foto.
Pria dengan senyum lebar itu adalah Marcelino Garcia Toral, ia bersama staf pelatihnya masih merayakan gelar Copa del Rey yang baru saja mereka menangi beberapa jam sebelumnya.
Past 1am, the Benito Villlamarín empty... Marcelino and his staff pose with the Copa del Rey trophy out on the pitch.#FinalCopa #tsfpAtTheGames pic.twitter.com/vcFal66WUh
— The Spanish Football Podcast (@tsf_podcast) 26 May 2019
Baca Juga: Kunci Chelsea Kuasai Dunia: Uang adalah Raja, Pulisic adalah Segalanya
Valencia, klub asuhan Marcelino, berhasil mengalahkan Barcelona dengan skor 2-1 pada laga puncak yang dihelat di Kota Sevilla tersebut.
Jika beberapa jam sebelumnya stadion riuh dengan nyanyian 60 ribu suporter yang hadir, kini yang terdengar hanya hembusan angin malam.
Sepi. Tetapi kesepian ini bukan tentang kesedihan. Kesepian ini adalah tentang Marcelino dan senyum lebarnya.
Keadaan yang sebenarnya bisa saja berjalan berbanding terbalik 180 derajat. Dalam garis dunia yang lain, Marcelino bisa saja kini sedang kesepian dalam tangis dan kesedihan.
Kesepian yang bisa terjadi andai tak ada kesabaran dalam tubuh Kelelawar Mestalla lima bulan lalu.
Satu Abad, Penuh Drama dan Kesabaran
Musim ini adalah peringatan 100 tahun berdirinya klub sepak bola Valencia. Los Che, begitu mereka menyebut klub ini, berdiri pada tahun 1919 di Kota Valencia.
Sebagai peringatan satu abad klub, awal hingga akhir musim ini terbilang biasa saja, atau bahkan bisa dibilang memalukan.
Di atas lapangan, Valencia tak meyakinkan. Berita besar justru muncul dari luar lapangan. Logo peringatan satu abad Valencia dipermasalahkan oleh DC Comics karena dikatakan mirip dengan logo Batman.
DC Comics are suing Valencia for their 100 year anniversary crest.
Valencia's response: "When this team was already playing with a bat on their chest, people in the United States were still chasing buffalo."
— FootballFunnys (@FootballFunnnys) 20 March 2019
"Saat tim ini sudah bermain dengan lambang kelelawar di dada, orang-orang di Amerika Serikat masih memburu kerbau," tulis pernyataan Valencia saat itu.
Di luar itu, kekhawatiran sebenarnya muncul saat mereka melihat ke papan klasemen. Setengah musim berjalan, mereka hanya menang empat kali.
Valencia terpaut 20 poin dari puncak klasemen, 10 angka dari zona Liga Champions, dan hanya empat poin dari zona degradasi. Selain itu, Valencia tersingkir dini dari Liga Champions pada babak grup.
Suporter tentu tak lagi sabar, mereka meminta adanya perubahan di pinggir lapangan. Manajemen klub bahkan sampai dipanggil sang pemilik, Peter Lim, ke Singapura.
Tetapi klub tetap bersabar dan memberikan dukungan untuk Marcelino. Begitu juga para pemain yang berada di belakang sang pelatih.
"Klub bersabar, kami dapat melihat pekerjaan yang dilakukan sudah bagus," ujar CEO klub, Mateu Alemany.
"Tak seharusnya kami mengganti pelatih. Dia tak bisa membuat keajaiban, ia tak bisa masuk ke lapangan dan menyelesaikan peluang yang ada," tutur salah satu penyerang, Rodrigo Moreno.
Sebenarnya, Valencia main tak jelek-jelek amat. Hanya saja, mereka tak bisa menang.
"Apa yang terjadi musim ini tak pernah saya rasakan selama ini. Kami sering lebih baik dari lawan, bermain bagus, tetapi tak menang," ujar Marcelino kala itu.
"Kami mencetak 17 gol dari 263 peluang, jika pemilik menginginkan saya pergi, saya tak bisa berbuat apa-apa."
Tetapi kesabaran manajemen, pemilik, pemain, dan fan akhirnya terbayar tuntas pada akhir musim. Valencia terus membaik dan hanya kalah tiga kali pada paruh kedua tim. Posisi empat besar dan tiket Liga Champions musim depan bisa mereka raih.
Bukan tanpa drama, mereka bisa meraih posisi empat besar pada pekan terakhir saat menang 2-0 di kandang Real Valladolid. Pada saat yang sama, Getafe imbang 2-2 kontra Villareal, yang membuat Getafe bisa digeser oleh Valencia.
Sepanjang musim, Valencia hanya enam hari berada di pos empat besar, ENAM HARI! Kalau bukan keajaiban, entah apa namanya.
Kesabaran skuat Valencia menghadapi musim ini sangat nampak, lihat saja kata-kata sang Kapten, dani Parejo, lima bulan lalu.
"Saya menolak untuk menyerah pada bulan Januari, saya percaya tim ini. Anda punya lima bulan tersisa, Anda tak boleh menyerah pada bulan Januari," ujar Parejo.
Kesabaran juga nampak dari situasi sang penyerang Rodrigo Moreno. Ia mencetak gol pertama Valencia musim ini, tetapi kemudian mandul dalam 15 laga.
Valencia bersabar terhadapnya, mereka tak menyerah dengan keadaan. Rodrigo kemudian jadi penentu nasib Valencia saat mencetak gol terakhir musim ini di liga kontra Valladolid yang memastikan satu tempat di empat besar.
Tak hanya berhasil pada ajang liga, Valencia juga berhasil meraih gelar Copa del Rey dengan mengalahkan Barcelona yang perkasa.
Kesabaran Valencia musim ini bisa dibilang tak ada apa-apanya dibanding kesabaran mereka menanti trofi. Ini merupakan gelar pertama yang mereka raih dalam 11 musim terakhir!
Terakhir kali Valencia sesabar ini dalam menanti trofi, pasukan Mestalla kemudian menjelma menjadi Kelelawar paling mengerikan di seantero Eropa.
Mereka yang Pernah Ada dan Reinkarnasinya
Pada laga final Copa del Rey 1999, Valencia berhasil keluar sebagai juara dengan mengalahkan Atletico Madrid 3-0. Trofi tersebut merupakan gelar juara pertama yang mereka rasakan setelah 19 musim nirgelar.
Siapa mengira dalam lima tahun berikutnya, Valencia menjadi tim terbesar Spanyol dan mulai menjajah Eropa. Mereka dua kali juara La Liga Spanyol, dua kali masuk final Liga Champions, dan sekali memenangi Piala UEFA.
Pelatih Hector Cuper dan kemudian Rafael Benitez jadi bintang. Begitu juga dengan para pemain. Nama-nama seperti Santiago Canizares, Roberto Ayala, Pablo Aimar, Ruben Baraja, hingga Mista jadi bintangnya.
Sama-sama menunggu lama untuk meraih trofi seperti dua dekade silam, Valencia saat ini mungkin saja bisa mengikuti jejak tersebut.
Mereka kini mungkin tak punya bek setangguh Ayala, tetapi Valencia punya Ezequiel Garay yang sama-sama dari Argentina dan tak kalah garang.
Saat ini mungkin tak ada Aimar untuk membangun serangan, tetapi Dani Parejo dengan umpan magisnya juga tak tergantikan.
Selain itu ada Goncalo Guedes, penerus Cristiano Ronaldo dari Portugal. Ada duo striker tajam, Kevin Gameiro dan Rodrigo. Juga nama-nama lain seperti Jose Luis Gaya dan Geoffrey Kondogbia.
Meski tak punya komposisi tim yang mirip, Valencia saat ini punya senjata serupa dengan pendahulu mereka - kesabaran.
Era Baru Kelelawar Mestalla
Kini Valencia menatap era baru. Mereka mungkin tak punya pemain terbaik sepanjang masa dalam diri Lionel Messi. Mereka juga tak punya kekuatan uang seperti Real Madrid.
Valencia punya kekuatan yang lain, mereka punya kekuatan tersendiri. Kebersamaan dan kesabaran.
"Ya, kita bisa!" begitu teriak suporter Valencia saat wasit keempat mengangkat papan elektronik yang mengatakan lima menit tambahan waktu babak kedua kontra Barcelona.
Mereka tetap bernyanyi, mereka tetap berteriak. Lima menit bukan apa-apa dibanding 11 tahun. Mereka sudah bersabar selama ini, lima menit tambahan akan terasa sangat sebentar.
Kini setelah 11 tahun, lemari-lemari piala itu akhirnya kembali dibuka. Mereka dibersihkan dengan harapan tak harus menunggu lama untuk membukanya kembali.
Mereka yang bersabar, mereka yang akan meraih kemenangan.
Ini bukan kata-kata mutiara, tetapi sebuah harapan untuk Valencia. Kelelawar yang bersabar menunggu matahari terbenam, bersabar untuk bisa berburu pada malam hari yang kelam. Kelelawar yang bersabar untuk bisa kembali mengangkat trofi kemenangan.
*oikgerd