Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
BOLASPORT.com - Maurizio Sarri bisa disebut beruntung lantaran pergi dari Chelsea bukan disebabkan oleh pemecatan.
Pecandu rokok tersebut keluar atas permintaan sendiri. Hidup di London terbukti tak membuatnya bahagia.
Sekeras apa pun ia berusaha menerapkan Sarriball ke karpet mewah sepak bola Inggris, negara yang teramat sombong itu menganggap Sarri sebagai seorang tua nan keras kepala.
Selama 10 bulan di Cobham, ia cukup sering sambat di depan media.
Sewaktu para pemainnya tampil tak bergairah, ia berujar, “saya tak dapat memotivasi mereka.”
Saat posisinya terancam akibat rentetan hasil buruk, ia berkerut, “posisi saya tak pernah aman.”
Dalam beberapa momen, ketika sistem yang ia ciptakan justru membuat Jorginho terlihat sebagai pengumpan tanpa visi, para penggemar menyenandungkan lagu hinaan, “f*ck Sarriball, f*ck Sarriball”.
Alhasil, di akhir musim, agennya menemui Marina Granovskaia dan menyatakan Sarri ingin kembali ke Italia. Juventus menawarkan pekerjaan padanya, dan ia ingin menyaksikan orang tuanya yang amat sepuh menua dari dekat.
Catatannya di akhir masa kerja sebenarnya cukup gemilang: hanya dikangkangi oleh dua tim pemecah rekor poin terbanyak semusim di Premier League, trofi Liga Europa, serta finalis Piala Liga.
Baca Juga: Kalimat Terakhir Eden Hazard di Grup WhatsApp Chelsea
Sarri kembali ke Chelsea dengan kelegaan, tapi tak demikian dengan Chelsea. The Blues menghadapi musim panas yang menyusahkan segala lini klub.
Mereka berpeluh di meja hijau lantaran sedang mengajukan banding terhadap embargo transfer yang dijatuhkan FIFA.
Sanksi embargo ini menjadi penyebab mengapa Chelsea tidak akan mampu menyegarkan skuad, paling tidak dalam dua bursa transfer mendatang.
Pemain terbaik mereka, Eden Hazard, pergi dengan status rekor penjualan klub ke Real Madrid.
Situasi seperti itu akan membuat pelatih terbaik dunia sekalipun bergidik dan akan menolak panggilan dari Roman Abramovic.
Pelatih terbaik yang barangkali tersedia di pasar, Massimiliano Allegri, sudah memastikan akan cuti setahun.
Baca Juga: Sempat Gagal, Barcelona Kembali Coba Datangkan Penyerang Chelsea
Selain itu, siapa pula pelatih yang mau menangani klub yang tak akan memberinya dana transfer, atau, siapa pula yang mau melatih jika separuh skuad utama sudah menginjak kepala tiga?
Jawabannya: pelatih yang membutuhkan Chelsea, juga ia yang punya DNA klub. Oleh karena itu, nama Frank Lampard muncul sebagai sosok paling ideal.
Eks gelandang flamboyan memang hanya punya Derby County di CV-nya.
Semusim di Pride Park, ia mengantar Derby ke final play-off promosi dari Championship. Lampard berhasil membuktikan IQ-nya yang mencapai 150 bisa dipakai untuk melatih kesebelasan di level tinggi.
Lampard butuh Chelsea untuk menaikkan reputasi melatihnya, dan Chelsea membutuhkannya untuk mengambil alih kemudi klub dari tangan Sarri.
Pengkritik akan mengatakan Lampard tak berpengalaman, tapi Pep Guardiola juga hanya menghabiskan semusim di Barcelona B.
Selain itu, Lampard juga menawarkan apa yang tak akan pernah ditawarkan manajer impor: keterikatan dengan klub.
Baca Juga: Tangani Juventus, Sarri Diyakini Tak Kesulitan Kendalikan Ronaldo
Dalam dirinya, tersimpan kenangan 13 musim bermain dengan kostum biru, dengan kelengkapan trofi mengagumkan.
Persinggahannya di Manchester City pada 2014 memang membuatnya sempat dicap pengkhianat.
Akan tetapi, publik terbukti masih menyayanginya kala ia membawa Derby County menyambangi Premier League di gelaran Piala Liga pada Desember lalu.
Ia akan menjadi hal terbaik yang terjadi pada klub di saat sulit: kepastian larangan transfer.
CAS telah mempublikasikan daftar kasus yang mereka tangani sepanjang musim panas ini, dan Chelsea tidak termasuk di antaranya.
Apabila The Blues mau membayar kompensasi 4 juta pound yang dipatok Derby, kita akan melihat Lampard memimpin skuad rongsokan di Stamford Bridge pada musim depan.
Tak mampu mendatangkan pemain adalah kabar buruk, tapi bagi Chelsea, mungkin hukuman itu justru akan menjadi berkah, hanya jika dikendalikan oleh Lampard ... dan Jody Morris.
Nama terakhir merupakan sempat bekerja selama empat tahun di akademi Chelsea sebelum ditarik Lampard sebagai asistennya.
Pada tahun terakhirnya menangani tim U-18, ia mengantarkan The Blues muda meraih Piala FA Junior untuk kelima kali secara beruntun.
Ia menyaksikan dan membimbing para pemain muda sebelum menembus skuad utama dipinjamkan ke banyak klub lain. Morris adalah orang terbaik bagi Lampard untuk menjadi tangan kanannya.
Baca Juga: Segera, Reuni Conte dengan Kapten Chelsea di Inter Milan
Selama semusim di Derby, Lampard dan Morris telah memberi kesempatan pada sederet pemain muda, seperti Jayden Bogle (18 tahun), Harry Wilson (22), Fikayo Tomori (21), hingga Mason Mount (20).
Beruntungnya, dua nama terakhir merupakan pemain pinjaman dari Chelsea. Kesempatan bagi keduanya untuk merekah di Stamford Bridge barangkali tak akan datang bila Chelsea terus ditangani pelatih asing.
Tomori dan Mount bisa jadi pemain-pemain angkatan baru yang diperkenalkan Lampard ke tubuh tim.
Skuad Chelsea saat ini mengandung terlalu banyak pemain veteran: Willy Caballero (38 tahun), David Luiz (32), Willian (30), Pedro (31), hingga Olivier Giroud (32).
Tomori bisa dianggap sebagai pengganti langsung Gary Cahill (34) yang baru saja dilepas.
Adapun Mount, bersama Christian Pulisic (20) dan Callum Hudson-Odoi (19 ), bisa ditempa untuk mempertahankan daya sengat yang pernah ada dalam diri Eden Hazard, atau menambah level keseluruhan penghuni lini depan saat ini yang semuanya sudah menembus usia 30-an.
Embargo transfer memaksa Chelsea tak mencari pengganti di pasar pemain, melainkan melongok ke akademi.
Lampard belum menjadi pelatih kelas dunia, tapi ia mau dan mampu mengintegrasikan para pemain muda ke tim senior.
Baca Juga: Frank Lampard dan 3 Alasan Mengapa Belum Cocok Tangani Chelsea
Memang terlihat mustahil mengharapkan The Blues bersaing di top two, tapi setidaknya, Lampard akan mempertahankan tempat di Eropa dengan kemunculan pemain muda seperti Mount, Pulisic, atau Ruben Loftus-Cheek, yang menempati posisi sama dengan Lampard semasa bermain.
Satu hal lagi, kedatangan Lampard berbarengan dengan kepulangan legenda lainnya, Petr Cech.
Kiper asal Rep. Ceska tersebut kembali ke manajemen dalam kapasitas Direktur Sepakbola. Sebagai sekondan sejak pertama kali mendarat di Inggris, Cech akan menyambungkan Lampard dengan manajemen, termasuk Marina Granovskaia dan Roman Abramovic.
Kesenjangan hubungan antara pelatih-pelatih Chelsea sebelumnya dengan manajemen, seperti yang dialami Antonio Conte dan Sarri, semestinya tak terjadi lagi.
Lampard memiliki Morris untuk membantunya di bangku cadangan, serta Cech untuk membantunya dari kursi direktur.
Larangan transfer yang semestinya mempersulit Chelsea, nyatanya bisa menjadi mengapa pekerjaan Lampard akan jadi lebih mudah.
**
Mukhammad Najmul Ula
@najmul_ula