Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
BOLASPORT.COM - Liverpool FC perkasa memuncaki klasemen sementara Liga Inggris dengan hasil sempurna. Namun, sejarah mengajarkan mereka agar tetap berpijak di tanah.
Liverpool menjadi satu-satunya tim yang membukukan rekor seratus persen dari 3 pekan perdana Liga Inggris 2019-2020.
Kontingen racikan Juergen Klopp memborong 3 kemenangan beruntun atas Norwich 4-1, Southampton 2-1, dan Arsenal 3-1.
Si Merah nangkring di posisi teratas dengan koleksi 9 poin sebagai pemuncak klasemen soliter.
Start gemilang bisa bikin suasana tim riang. Namun, ada baiknya jangan kepalang senang terus.
Ada catatan bahwa tim yang mampu mencatatkan 3 kemenangan dalam 3 partai perdana tidak selalu dijamin bakal juara di akhir musim Premier League.
Fakta itu dipersempit menjadi pengalaman sejak 2012, di mana cuma Chelsea yang mampu mewujudkannya jadi trofi pada musim 2014-2015 dan 2016-2017.
Pada start Liga Inggris 2014-2015, The Blues mengalahkan Burnley 3-1, Leicester 2-0, dan Everton 6-3, bahkan sampai 4 pertandingan beruntun.
Mereka pun jadi juara di akhir musim bersama Jose Mourinho.
Pada 2016-2017, Chelsea memulai musim dengan kemenangan atas West Ham 2-1, Watford 2-1, dan Burnley 3-0.
Ujungnya, Si Biru kembali jadi kampiun, kali ini dengan Antonio Conte sebagai komandan di balik tuas ruang kepelatihan.
Liverpool juga kudu mengambil pelajaran soal tahan menahan euforia pada pekan-pekan awal.
Sejarah memperlihatkan kiprah hebat The Reds pada awal musim 1993-1994 dan 1994-1995 tidak menjamin apa-apa di akhir kompetisi.
Saat itu Liverpool juga sukses mengawali Liga Inggris dengan catatan 3 kemenangan beruntun, tapi jeblok di akhir-akhir.
Baca Juga: Hasil Piala AFC 2019, Penjebol Gawang Indonesia di Piala AFF Loloskan Hanoi FC ke Final
Pada 1993-1994, tiga kemenangan The Reds pada start kompetisi diraih atas Sheffield Wednesday 2-0, QPR 3-1, dan Swindon Town 5-0.
Mereka tersungkur di partai keempat saat menjamu Tottenham (1-2).
Sejumlah gejolak pun terjadi. Kemudi kepelatihan terlibat suksesi dari Graeme Souness ke Roy Evans pada medio kompetisi.
Ujung-ujungnya, The Reds gagal mempertahankan konsistensi dan finis di peringkat ke-8 Premier League, babak III Piala FA, serta babak IV Piala Liga.
Semusim berikutnya atau di periode penuh Evans, start gemilang terulang dengan hasil akhir yang mengalami peningkatan, tetapi tidak begitu cemerlang.
Pekan pertama EPL 1994-1995, Liverpool menggebuk Crystal Palace 6-1.
Kemudian dilanjutkan dengan kemenangan 3-0 atas Arsenal yang diwarnai hat-trick kilat Robbie Fowler dalam interval 4 menit, 35 detik saja.
Dengan komposisi musuh yang nyaris sama dengan musim ini, The Reds kala itu memukul Southampton 2-0 pada pekan ketiga. Bagaimana cerita akhirnya?
Liverpool finis keempat di klasemen Liga Inggris, ronde keenam Piala FA, tapi menjuarai Piala Liga 1994-1995.
Kata kuncinya adalah konsistensi. Memori buruk bisa dihindari jika Mohamed Salah cs menjaga momentum positif awal musim hingga pengujung kompetisi.
Sebagai komparasi kekinian, Man City "hanya" membukukan 7 poin dari 3 partai awal musim lalu atau minus 2 angka dari torehan Liverpool musim ini.
Namun, kunci yang dipegang The Citizens ialah cara untuk melesat di saat para rival sedang kendur.
Hal itu terutama dilakukan pada 14 pekan terakhir, di mana Man City sukses memenanginya secara beruntun hingga menjadi kampiun di ujung kompetisi.
Di lain pihak, start Liverpool musim lalu sebenarnya lebih baik dari Man City dengan torehan kemenangan beruntun hingga pekan keenam.
Akan tetapi, awalan yang mengesankan saja tak cukup sebagai modal juara di akhir musim dengan selisih satu angka saja dari Man City.