Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
BOLASPORT.COM - Olimpiade Barcelona 1992 menjadi momen yang tak terlupakan bagi mantan pebulu tangkis tunggal putra Indonesia, Alan Budikusuma.
Bagaimana tidak, ia yang saat itu tidak diunggulkan untuk menang justru berhasil mempersembahkan medali emas bagi Indonesia dari kejuaraan tertinggi di dunia.
Raihan Alan kala itu sukses menambah kejayaan bulutangkis Indonesia di mata dunia. Karena sebelumnya, satu medali emas sudah berhasil dikantongi pemain tunggal putri, Susy Susanti, yang juga merupakan kekasih Alan.
Alan mengalahkan Ardy B Wiranata dengan skor 15-12, 18-13 pada babak final. Ia mengaku tak menyangka bisa mengungguli rekannya tersebut.
Menurut Alan, dia tak membayangkan sebelumnya bisa merebut podium tertinggi Olimpiade.
"Sama sekali saya tidak menyangka bisa menang. Blank dan tidak ada firasat apa-apa. Yang pasti saya hanya berjalan, menyelesaikan perjalanan saya satu persatu pada Olimpiade ini," kata Alan dilansir BolaSport.com dari Badminton Indonesia.
"Saya tidak pernah berpikir bisa jalan sejauh itu. Setiap babak, habis menang, saya baru lihat, oh ini lawan besok. Ya sudah dihadapi lagi. Saya tidak terlalu berangan-angan dan itu mungkin yang membuat saya jadi lebih tenang. Jadi, step by step saja, dan tidak pernah meremehkan lawan."
Dikisahkan Alan, sejak bulu tangkis akhirnya dipertandingankan pada Olimpiade untuk yang pertama kali, para atlet mulai bersaing dengan ketat.
Ia pun bertekad untuk bisa tampil membawa nama Indonesia di Barcelona. Kualifikasi Olimpiade Barcelona saat itu berlangsung selama satu tahun, sejak Mei 1991.
Baca Juga: Austrian Open 2020 - Teges/Indah Dihentikan Wakil Taiwan
Sebanyak lima atlet tunggal putra diproyeksikan untuk ambil bagian, mereka adalah Alan Budikusuma, Joko Suprianto, Ardy B Wiranata, Hermawan Susanto, dan Haryanto Arbi.
"Saat sudah ditunjuk bulu tangkis masuk Olimpiade, tentunya sangat luar biasa. Persaingan mulai terasa. Mungkin kalau turnamen perorangan yang lain seperti All England dan pertandingan Open yang lain kan bisa satu tahun sekali," ucap Alan.
"Tetapi, kalau Olimpiade ini merupakan turnamen terbesar di seluruh cabang olahraga. Istilahnya di seluruh jagat ini kalau turnamen ya puncaknya pasti di Olimpiade. Jadi, setiap atlet tentunya ingin ikut," tutur Alan.
Alan mengakui bahwa proses kualifikasi menuju Olimpiade Barcelona 1992 cukup bersaing.
Alan dan empat pebulu tangkis tunggal putra lainnya bersaing dalam jangka waktu setahun untuk memperebutkan tiket Olimpiade.
"Saat itu, kalau pemain tunggal lolos delapan besar masuk ranking dunia, bisa tiga pemain ikut (Olimpiade). Kalau tidak ada pemain yang lolos delapan besar, hanya mengirim dua wakil. Akhirnya saat itu yang lolos ada tiga, saya, Ardy dan Hermawan," tuturnya.
Alan menceritakan perjalanannya menuju Olimpiade tidaklah mudah. Setelah terpilih menjadi wakil Indonesia di Barcelona, penampilan Alan justru mengalami penurunan.
Baca Juga: Ihsan Maulana Masuk Daftar 5 Wakil Indonesia pada Orleans Masters 2020
Alan yang diharapkan mampu mencuri kemenangan pada Piala Thomas 1992 yang digelar Mei, tak bisa menjalankan tugasnya dengan baik.
Grafik penampilannya pun terus menurun tajam. Padahal, pertandingan Olimpiade akan berlangsung dalam dua bulan ke depan. Alan mengaku cukup stres dengan kondisinya saat itu.
"Performa saya berada di titik paling bawah saat itu. Jadi, itu yang membuat saya cukup syok, kok begini ya. Padahal Olimpiade sudah dekat. Pada Piala Thomas, Indonesia kalah dari Malaysia. Saya yang saat itu diharapkan menyumbang poin, malah kalah."
"Saya sampai hari ini juga masih bingung, kenapa penampilan saya saat itu bisa sejelek itu. Ada yang cerita mungkin itu ada hal-hal non teknis, tetapi saya pikir kalah ya kalah. Kepercayaan diri saya menurun terus, padahal Olimpiade tinggal dua bulan," ujar Alan.
Di tengah krisis kepercayaan diri yang dialaminya, Alan mendapat dukungan dari Susy dan juga pelatihnya. Hal tersebut membuat Alan secara perlahan mampi bangkit dan berusaha memperbaiki penampilannya.
"Peran Susy, nomor satu adalah kepercayaan diri. Susy meyakinkan saya, kalau saya bisa mengembalikan performa dalam dua bulan. Dia bilang kalau kekalahan bukanlah akhir dari segalanya.
Baca Juga: Kisah Susy Susanti Rebut Emas Olimpiade 1992 dari Tidak Bisa Tidur hingga Makan Ikan Asin
"Dengan kalah pada pertandingan sebelumnya, apa di Olimpiade pasti kalah? Kan belum tentu, karena pertandingan kan belum dimulai. Yang pasti adalah bagaimana bisa menganalisa kekalahan dengan baik, dan bagaimana berlatih untuk lebih baik dari sebelumnya. Jadi peran Susy sangat besar buat saya," aku Alan.
Saat sedang terpuruk, Alan sempat merasakan pusing selama sepekan.
"Saya sudah latihan seperti biasanya, semua instruksi pelatih sudah saya jalankan, tapi kok saya mainnya seperti itu, saya juga bingung. Akhirnya Susy bilang, ya sudah kamu latihan saja, sambil pelan-pelan kita koreksi secara bertahap," ucap Alan.
Selain itu, untuk mengembalikan performanya, Alan memutuskan untuk melakukan latihan tambahan di luar jadwal.