Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Alan Budikusuma dari Tak Diunggulkan hingga Raih Emas Olimpiade 1992 Setelah Susy Susanti

By Delia Mustikasari - Minggu, 23 Februari 2020 | 00:05 WIB
Eks pemain tunggal putra Indonesia, Alan Budikusuma, berbicara dengan awak media di sela konferensi pers Astec Open 2019 International Series di Jakarta, Kamis (7/11/2019). (LARIZA OKY ADISTY/BOLASPORT.COM)

BOLASPORT.COM - Alan Budikusuma (tunggal putra) adalah salah satu pahlawan Indonesia yang menyumbang keping medali emas dari cabang olahraga bulu tangkis pada Olimpiade Barcelona 1992.

Di balik keberhasilannya tersebut, Alan Budikusuma sempat merasakan keterpurukan sebelum tampil pada Olimpiade 1992 setelah gagal menyumbang poin pada Piala Thomas 1992.

Di tengah krisis kepercayaan diri yang dialaminya, Alan Budikusuma mendapat dukungan dari Susy Susanti yang saat itu masih menjadi kekasihnya dan juga pelatih.

Hal tersebut membuat Alan secara perlahan mampu bangkit dan berusaha memperbaiki penampilannya.

Setiap hari ia fokus meningkatkan kemampuan secara teknis dan kepercayaan diri di lapangan.

"Saya merasa itu yang membantu saya tampil lebih baik lagi. Dulu berbeda dengan di pelatnas Cipayung saat ini. Kami latihan di Senayan, begitu selesai latihan kan lapangannya disewakan ke orang, jadi tidak bisa bebas pakai lapangan, latihan seenaknya," kata Alan.

"Kalau perlu tambahan apa-apa, saya latihan di luar menyewa lapangan sendiri. Memang saya rasa persiapan Olimpiade waktu itu adalah yang paling the best. Saya merasa sebelum berangkat akhirnya bisa betul-betul yakin," ucap Alan dilansir BolaSport.com dari Badminton Indonesia.

Dari ketidakyakinan, dengan persiapan Alan mencapai 99 persen, akhirnya dia bisa maksimal dan yakin. Baik itu dari segi teknik, fisik, dan kepercayaan diri.

Perjuangan Alan akhirnya berbuah manis. Tampil sebagai pemain yang tidak diunggulkan, Alan justru sukses bermain tanpa beban karena seluruh harapan untuk mendulang medali, saat itu terbeban pada Ardy B Wiranata.

Baca Juga: Ada Peran Susy Susanti di Balik Kilau Emas Olimpiade Alan Budikusuma

Indonesia menurunkan Alan Budikusuma, Joko Suprianto, dan Ardy B Wiranata pada Olimpiade Barcelona 1992.

"Saya tidak diunggulkan, tekanannya tentu berbeda. Semua pelatih saat itu berharapnya kepada teman saya, Ardy. Tekanan lebih besar ada di Ardy. Jadi saya, ya sudahlah, asal ikut saja, main tanpa beban," aku Alan.

"Saya lihat juga perhatiannya agak berbeda. Ya tidak apa-apa,karena saya juga sadar saat itu penampilan saya sedang tidak bagus sehingga tidak terlalu ada tekanan. Untuk melepaskan hal itu rasanya tidak mudah. Apalagi Olimpiade, semuanya campur aduk, tidak bisa makan, tidur, banyak sekali yang muter-muter terus di kepala."

Baca Juga: Kisah Susy Susanti Rebut Emas Olimpiade 1992 dari Tidak Bisa Tidur hingga Makan Ikan Asin

Namun, kehadiran Susy Susanti menjadi semacam pegangan buat Alan, begitu pula sebaliknya.

Susy saat itu merasakan tekanan yang luar biasa sehingga keduanya saling mendukung.

"Yang pasti saat final, begitu tahu Susy menang, saya mainnya jadi tidak ada beban. Pada final toh saya menang atau kalah, yang menang Indonesia. Saya lebih nothing to lose," ujar Alan.

"Saya bermain lebih tenang dan menguasai pertandingan. Saya rasa semua keputusan saya pas, feeling-nya juga enak," aku Alan.

Setelah menjadi juara di Olimpiade, Alan mengaku kepercayaan dirinya meningkat sebab target utamanya sebagai atlet telah ia penuhi.

Baca Juga: Hasil Spain Masters 2020 - Lewati Wakil Inggris, Greysia/Apriyani Tantang Pasangan Bulgaria pada Final

Ia pun mendapat pengalaman berharga, bagaimana mengatasi permasalahan di lapangan dalam tekanan yang cukup tinggi.

Namun, Alan mengaku tak ingin jemawa. Titel juara hanya bagian dalam sejarah hidupnya. Bukan suatu hal istimewa yang harus ia terus banggakan.

"Setelah juara saat itu, saya jadi tahu gitu, di lapangan dengan masalah tertentu, saya jadi tahu solusinya. Walaupun pada akhirnya karena masalah tenaga juga. Kalau lawan yang lebih muda rubber game kalah, jadi saya pikir wah ini sudah tua."

"Sudah saatnya saya berhenti. Tahun 1996 saya ikut Olimpiade lagi, tetapi saya kalah pada perempat final dari juaranya, Poul Erick (Denmark). Saat itu, dia mainnya luar biasa, dan memang pantas dia menjadi juara," ucap Alan.

"Saya ingat banget pelatih saya bilang, inget ya Lan ya, elu juara pas naik podium, begitu turun elu bukan juara lagi, elu turun jadi orang biasa. Supaya beban itu nggak saya bawa terus, dan itu yang membuat saya tetap mawas diri," tutur Alan.

Nikmati berita olahraga pilihan dan menarik langsung di ponselmu hanya dengan klik channel WhatsApp ini: https://whatsapp.com/channel/0029Vae5rhNElagvAjL1t92P