Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
BOLASPORT.COM - Sosok Michael Jordan memang sudah menjadi legenda bagi klub Chicago Bulls, NBA, maupun tim nasional basket Amerika Serikat (AS) yang dijuluki "The Dream Team".
Selama berkarier sebagai pebasket, Michael Jordan memiliki segudang prestasi, termasuk di antaranya adalah menjuarai NBA sebanyak 6 kali, meraih 6 titel MVP Final NBA dan 5 gelar MVP NBA, serta menyabet dua medali emas Olimpiade.
Fakta-fakta inilah yang kemudian mendorong ESPN untuk membuat serial dokumenter mengenai Jordan.
Kini, serial dokumenter berjudul "The Last Dance" itu sudah tayang di seluruh dunia dan telah menampilkan delapan dari total 10 episode.
Pekan ini, dua episode terakhir akan diputar.
Baca Juga: Selain Cuan, Inilah Alasan Mike Tyson menggeluti Bisnis Ganja
"The Last Dance" menceritakan perjalanan karier Jordan bersama Bulls pada musim terakhirnya, 1997-1998.
Namun, untuk memperkuat dan memperkaya cerita, ESPN juga menceritakan banyak hal mengenai Jordan, baik kehidupan di lapangan maupun di luar lapangan.
Tak jarang, cerita-cerita yang baru terungkap itu mengagetkan banyak pihak.
Berikut lima fakta menarik Michael Jordan yang diketahui dari "The Last Dance", dikutip BolaSport.com dari Fox Sports Australia.
Baca Juga: Hasil Balapan MotoGP Virtual 4 - Alex Marquez Menang Lagi, Rossi Mulai Bertaji
1. Sosok yang kejam
Olahraga basket memiliki arti yang sangat mendalam bagi Michael Jordan.
Oleh sebab itu, Jordan pun ingin rekan-rekan setimnya memunyai visi yang sama, meski terkadang dia menunjukkan sikap kejam.
Dalam serial "The Last Dance", para eks rekan setim Jordan tidak menahan kenyataan tersebut.
Walau pada akhirnya mereka semua sepakat bahwa hasil yang didapat dari perilaku keji Jordan sangat baik, mereka juga setuju bahwa sosok yang identik dengan nomor 23 itu sangat kasar.
"Dia adalah seorang b***sat, dia adalah seorang yang brengsek, dia melewati batas berulang kali," ucap Will Perdue.
"Namun, seiring berjalannya waktu dan Anda memikirkan kembali apa yang ingin dia capai, Anda akan berkata 'Yah, dia adalah rekan setim yang hebat'," kata Perdue lagi.
Baca Juga: Punya Tujuan Sama Jadi Alasan Alex Rins Tetap Setia dengan Suzuki
2. Sang ayah jadi korban pembunuhan
Michael Jordan memiliki relasi yang sangat dekat dan kuat dengan ayahnya, James Jordan.
Hampir setiap momen terbaik yang didapat Jordan, dilalui bersama sang ayah.
Mulai dari terpilih pada NBA Draft 1984 sampai akhirnya membawa Chicago Bulls menjadi juara NBA untuk kali pertama.
Today in 1993 James Jordan is laid to rest in North Carolina. 2 months later Michael Jordan retires from the NBA pic.twitter.com/8DeOV0uBBo
— Steven James (@TheLaunchMag) August 16, 2016
Hal inilah yang kemudian membuat Jordan bak kehilangan arah dan motivasi saat sang ayah menghilang dan belakangan diketahui tewas terbunuh pada tahun 1993.
Jasad James Jordan ditemukan di sebuah sungai dengan luka tembakan peluru di bagian dada.
Dua bulan setelah sang ayah dikebumikan, Jordan memutuskan pensiun dari NBA.
Baca Juga: Saking Kerasnya, Manny Pacquiao Pernah Dipukul KO Hingga Hampir Sekarat
3. Sirkus kokain berjalan di Chicago Bulls terungkap
Pada era 80-an, Chicago Bulls bukanlah tim basket yang dihormati di NBA layaknya Boston Celtics atau Los Angeles Lakers.
Namun, Bulls adalah rumah pertama dan sejati bagi Michael Jordan.
Jordan menembus pentas NBA setelah di-draft sebagai pilihan ketiga putaran pertama oleh Bulls pada tahun 1984.
Saat itu, Bulls sudah mendapat label "sirkus kokain berjalan" dan tanpa menunggu lama setelah masuk ke tim, Jordan muda mengetahui kebenaran isu tersebut.
Dalam sebuah episode, Jordan menjelaskan bahwa dia pernah memergoki rekan-rekan setimnya berkumpul di satu kamar dan berada dalam keadaan setengah sadar.
Baca Juga: Flandy Limpele Masuk, 4 Pelatih Indonesia Ada di Tim Malaysia
4. Mengangkat derajat Nike di olahraga basket dunia
Sebelum Michael Jordan dan Nike berkolaborasi memroduksi sepatu basket "Air Jordan", apparel olahraga asal Amerika Serikat (AS) itu bukanlah pemain utama di olahraga basket.
Pamor Nike kalah tenar dibanding Adidas dan Converse, yang pada saat itu menjadi brand sepatu resmi NBA.
Jordan pun semula mengaku ingin dikontrak Adidas.
Dia bahkan terkesan ogah-ogahan saat Nike pertama kali mendekatinya.
Namun, sikap sosok yang akrab disapa MJ itu mulai berubah ketika sang ayah berhasil membujuknya dan membuatnya berbicara serius dengan kubu Nike.
Setelah mencapai kesepakatan dan menghasilkan sepatu "Air Jordan", Nike dan Jordan langsung mencetak lembar uang demi lembar uang.
"Ekspetasi Nike, saat kami menyetujui kontrak, adalah menyelesaikan empat tahun dengan penjualan senilai 3 juta dolar AS (Rp 44 miliar)," ucap agen Jordan, David Falk.
"Dalam setahun, kami menjual 126 juta dolar AS (Rp 1,8 triliun)," kata Falk lagi.
Semenjak itu, Nike langsung menjadi brand terkemuka di olahraga basket dan produk Air Jordan sampai saat ini masih laris manis.
Baca Juga: Francis Ngannou: Tak Bisa Dibayangkan, Pasti Harris Seperti di Neraka
5. Sosok pendendam
Tak banyak yang mengetahui bahwa Michael Jordan memiliki sisi pendendam di dalam dirinya.
Hal ini, salah satunya, terkuak secara luas pada episode "The Last Dance" yang menceritakan rivalitas antara Chicago Bulls dan Detroit Pistons di Wilayah Timur NBA.
Sebelum Bulls akhirnya mendapatkan masa kejayaan, Pistons adalah raja di Wilayah Timur.
Pistons membuktikan hal itu dengan mengalahkan Bulls pada tiga playoffs beruntun (1988, 1989, dan 1990).
Pada playoffs 1988, Bulls kalah dari Pistons pada babak kedua.
Baca Juga: Max Biaggi: Berkat Valentino Rossi, MotoGP Jadi Punya Sosok Antagonis
Musim berikutnya, Pistons menundukkan Bulls pada Final Wilayah Timur.
Hal serupa juga terjadi pada Final Wilayah Timur playoffs 1990.
Jordan dan Bulls baru bisa membalas kekalahan beruntun mereka pada musim berikutnya.
Tak tanggung-tanggung, kala itu Bulls mengalahkan Pistons dengan skor 4-0 pada Final Wilayah Timur jilid ketiga.
Ironisnya, tak seperti sikap Jordan dan Bulls yang selalu mengakui keunggulan Pistons pada tiga musim sebelumnya, Isiah Thomas dkk justru tak pernah mengucapkan selamat atas kemenangan Bulls pada playoffs 1991.
Alih-alih bersikap sportif, Thomas dkk malah meninggalkan lapangan sebelum pertandingan betul-betul selesai.
Hal ini terus diingat Jordan dan berimbas terhadap hubungannya dengan Thomas yang sampai sekarang masih belum baik.