Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Menantikan Happy Ending dari Drama Korea ala Shin Tae-yong di Timnas Indonesia

By Hugo Hardianto Wijaya - Selasa, 4 Agustus 2020 | 06:30 WIB
Ivan Kolev (kanan) saat melatih timnas Indonesia, berjabat tangan dengan mantan pelatih timnas Indonesia, Peter Withe. (Mamet)

BOLASPORT.COM - Agaknya 'drama Korea' ala Shin Tae-yong di timnas Indonesia jadi sebuah tontonan yang masih asik dinantikan kelanjutannya.

Seperti kita tahu, beberapa minggu lalu dunia sepak bola Indonesia geger dengan adanya friksi antara pelatih timnas Indonesia, Shin Tae-yong, dengan PSSI.

Salah satu pemicunya adalah perbedaan pendapat kedua belah pihak soal rencana dan lokasi pemusatan latihan (TC) timnas U-19 Indonesia.

Shin Tae-yong bersikeras ingin memboyong para pemain tim Garuda Nusantara ke Korea Selatan untuk berlatih di sana.

Baca Juga: Son Heung-min Ogah Menikah Sebelum Pensiun sebagai Pesepak Bola

Alasannya, Korea Selatan menyediakan kemungkinan bagi Egy Maulana Vikri dkk untuk berlatih tanding dengan tim-tim yang punya kualitas di atasnya.

Plus, ancaman Covid-19 di Korea Selatan jauh lebih rendah ketimbang dengan Indonesia yang kondisinya justru semakin memprihatinkan.

Di lain pihak, PSSI lebih ingin menggelar TC di Jakarta. Selain alasan biaya, PSSI juga tak ingin Shin Tae-yong meninggalkan timnas Indonesia yang juga akan berlaga di Kualifikasi Piala Dunia 2022.

Sebenarnya kalau kita melihat ke belakang, Shin Tae-yong bukanlah pelatih timnas pertama yang punya rencana menggelar TC di luar negeri.

Baca Juga: Dampak Serangan Antonio Conte ke Manajemen, Inter Bidik Massimiliano Allegri

Strategi itu sudah beberapa kali dilakukan oleh para pendahulu Shin Tae-yong di skuad Garuda.

Namun selama ini strategi berlatih di luar negeri seringnya berakhir tragis bagi timnas Indonesia.

Pada 2006, timnas U-23 Indonesia pernah berkesempatan mencicipi pengalaman berlatih di Belanda.

Tak tanggung-tanggung, skuad Garuda Muda saat itu diasuh oleh Foppe de Haan, pelatih yang berhasil memenangkan Euro U-21 edisi 2006 dan 2007 bersama timnas U-21 Belanda.

Baca Juga: Juara Piala FA, Kiper Pelapis Sebut 1 Pertandingan Jadi Titik Balik Arsenal

Pemusatan latihan itu sendiri dilakukan untuk mempersiapkan Ferry Rotinsulu Cs yang akan mengikuti Asian Games 2006 di Qatar.

Selama berada di Belanda, timnas U-23 Indonesia mendapat hasil yang kurang baik.

Dari lima laga uji coba yang dijalani, skuad Garuda Nusantara hanya bisa memenangi dua laga, sedangkan sisanya berakhir seri atau kalah.

Mirisnya, satu-satunya kekalahan timnas U-23 Indonesia saat itu didapatkan ketika menghadapi timnas U-21 Belanda yang notabene usianya lebih muda.

Baca Juga: Cech Tertawa Ditanya soal Transfer Pemain, Havertz Sudah Pasti ke Chelsea?

Meski mampu menahan imbang 1-1 di babak pertama, Ahmad Bustomi dkk harus mengakui keunggulan lawannya setelah skor berubah menjadi 1-3 di babak kedua.

Pengalaman kurang mengenakkan di Belanda nyatanya tak membuat timnas U-23 Indonesia belajar banyak.

Pasukan Foppe de Haan bahkan tak berkutik di babak kualifikasi ronde pertama Grup B.

Hanya mengumpulkan satu poin dari tiga pertandingan membuat Indonesia terpuruk di dasar klasemen.

Baca Juga: Petarung Wanita ini Alami Nasib yang Tragis di Laga Comebacknya

Kisah tragis dari pemusatan latihan Indonesia di luar negeri berlanjut pada persiapan timnas U-23 Indonesia jelang SEA Games 2007.

Pengasuh skuad Garuda Muda saat itu, Ivan Kolev, mengajak para pemainnya untuk menimba ilmu ke Argentina.

Seperti mengulang lagu lama, timnas U-23 Indonesia juga mendulang hasil yang kurang baik selama berlatih di Negeri Samba itu.

Indonesia hanya mampu bermain imbang ketika melawan empat dari tujuh tim, termasuk timnas U-20 Argentina.

Baca Juga: Kalahkan Ronaldo dan Raih Sepatu Emas Eropa, Immobile Catatkan 3 Prestasi Gemilang

Sementara Atep dan rekan-rekannya harus mengalami kekalahan saat menghadap tiga tim lainnya.

Pun pelajaran dari Argentia tak membuat timnas U-23 Indonesia mampu tampil apik di SEA Games 2017.

Tim Garuda Muda gagal lolos ke semifinal setelah hanya finis di peringkat ketiga Grup A di bawah Myanmar dan Thailand.

Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah mampukah Shin Tae-yong menghapus kisah tragis di masa lalu dengan plot anyar yang berbeda?

Baca Juga: Juara Piala FA, Aubameyang Ingin Si Bocah Bengal Barcelona Main di Arsenal

Layaknya kisah drakor yang kebanyakan berakhir bahagia, publik sepak bola Indonesia tentu mengharapkan satu happy ending dari kehadiran Shin Tae-yong di timnas Indonesia.

Di awal kepemimpinannya, Shin Tae-yong mengetahui dengan pasti pokok persoalan yang dimiliki oleh para pemain timnas Indonesia: fisik.

Secara blak-blakan pelatih 51 tahun itu mengatakan bahwa para pemain Indonesia hanya kuat bermain selama 20 menit.

"Secara fisik, pemain Indonesia kelelahan setelah hanya 20 menit main. Karenanya, selama TC di Thailand kami berkonsentrasi pada peningkatan fisik para pemain timnas,” ungkap Shin Tae-yong dilansir dari laman resmi PSSI, pada Maret lalu.

Baca Juga: MotoGP Rep Ceska 2020 - Marc Marquez Diprediksi Akan Ambil Risiko untuk Menang

Hal itu terbukti pula dalam laga-laga Kualifikasi Piala Dunia 2022 yang dijalani oleh timnas Indonesia era Simon McMenemy.

Timnas Indonesia jarang tampil jelek sebelum turun minum, dengan catatan memimpin 2-1 kontra Malaysia pada laga pertama dan imbang 0-0 dengan Thailand.

Saat menghadapi Uni Emirat Arab dan Vietnam, Irfan Bachdim Cs juga hanya tertinggal tipis 0-1.

Timnas Indonesia baru tak bisa berkutik di hadapan lawan-lawannya saat memasuki babak kedua.

Baca Juga: Lolos ke Liga Europa Musim Depan, AC Milan Bidik Bek Klub Degradasi Liga Inggris

Dalam roadmap yang diserahkan kepada PSSI pada Juni lalu, Shin Tae-yong juga memasukkan program peningkatan fisik sebagai fokus pemusatan latihan.

Dalam rancangannya, Shin Tae-yong tetap ingin meningkatkan kualitas fisik pemain timnas Indonesia saat menggelar TC di Korea Selatan.

Melihat kondisi tersebut, rasanya happy ending dari drama Shin Tae-yong di timnas Indonesia tak perlu muluk-muluk.

Meski gelar juara memang penting, ukuran itu masih bisa dikesampingkan atau ditoleransi hingga beberapa waktu ke depan.

Baca Juga: Kembalinya Liga 1, Kim Kurniawan Nilai Tanggung Jawab Jadi Lebih Besar

BENJAMIN CREMEL / AFP
Pemain Korea, Son Heung-min, dalam laga kontra Jerman pada penysihan grup Piala Dunia 2018 di Kazan Arena.

Sekadar melihat para pemain timnas Indonesia mampu berjuang selama 90 menit tanpa keteteran sudah menjadi kepuasan tersendiri bagi para pendukung tim Garuda.

Paling tidak, timnas Indonesia bisa menunjukkan semangat yang sama saat Korea Selatan asuhan Shin Tae-yong menaklukkan raksasa Jerman di Piala Dunia 2018.

Bila kita mengulang highlight laga fenomenal itu, dapat disadari bahwa sejatinya timnas Korea Selatan tampil tertekan sepanjang 90 menit.

The New York Times mencatat Jerman mampu melesakkan 26 tembakan berbanding 11 ke sisi pertahanan Korea Selatan.

Baca Juga: Jika Finis 5 Besar di MotoGP Rep Ceska 2020, Rossi Mantap Gabung Petronas SRT

Kiper Jo Hyeon-woo juga harus berjibaku menjaga gawangnya dari gempuran Mezut Ozil dkk.

Dalam pertandingan itu, fisik berbicara banyak saat para pemain Korea Selatan memanfaatkan kelelahan para pemain Jerman.

Dua gol Korea Selatan pada masa injury time menjadi bukti bahwa pada titik tertentu fisik menjadi penunjang kemenangan.

Oleh sebab itu, marilah kita bersama-sama menantikan akhir yang bahagia dari kisah Shin Tae-yong dan timnas Indonesia.

Nikmati berita olahraga pilihan dan menarik langsung di ponselmu hanya dengan klik channel WhatsApp ini: https://whatsapp.com/channel/0029Vae5rhNElagvAjL1t92P