Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
BOLASPORT.COM - Banyak yang bilang keputusan Juventus melantik Andrea Pirlo itu gambling alias perjudian besar. Bukan sekadar gambling, boleh jadi tercium rencana besar di baliknya.
Dalam artikel sebelumnya disinggung tentang risiko yang bakal dihadapi Juventus saat menunjuk Andrea Pirlo.
Motif ekonomi kental sebagai alasan pelantikan eks playmaker jempolan ini.
Dengan memecat Maurizio Sarri sebelum kontraknya usai, masih ada kompensasi sekira 20-an juta euro yang harus dibayar Juventus hingga akhir masa bakti yang tertera dalam perjanjian awal.
Kecuali jika pihak Sarri menempuh resolusi dengan menihilkan gaji buta setelah dia mendapatkan klub baru dalam waktu dekat.
Sepanjang 2019-2020, Juventus juga harus menanggung kompensasi penyelesaian kontrak Massimiliano Allegri mencapai total 16,05 juta euro.
Oh iya, jangan lupakan pula pengeluaran spektakuler buat menggaji Cristiano Ronaldo yang bisa dipakai mengupah 4-6 orang pelatih top di Liga Italia.
Di masa serbasulit pasca-pandemi, klub wajib putar otak untuk menekan ongkos produksi sekecil mungkin, sementara nafsu belanja mereka masih sangat besar.
Dengan beban finansial ini, masuk akal bila manajemen Juve menghindari untuk merekrut Mauricio Pochettino, yang standar gajinya 10-12 juta euro per musim.
Karena itulah memilih pelatih muda seperti Pirlo menjadi logis. Gaji buat ukuran new entry pasti lebih kecil.
Calcio e Finanza menyebut upah Pirlo hanya 1,8 juta euro per musim. Cuma sepertiga Sarri, bahkan kalah dari Sinisa Mihajlovic di Bologna (3 juta euro per musim), apalagi Antonio Conte di Inter (11 juta).
Jadi, kalaupun keputusan pahit memecat Pirlo harus dilakukan, beban kompensasinya jelas tak akan sebesar Sarri. Kontraknya pun cuma dua tahun.
Sebagai pelatih yang kariernya baru akan menetas, tuntutan Pirlo di bursa transfer juga diprediksi tak akan macam-macam, tidak sebesar Pochettino, Allegri, apalagi kaliber Pep Guardiola.
Kendali Pirlo tak akan lebih besar dari keinginan manajemen.
Selain itu, ada asumsi "jahat" yang menggelincir di media bahwa Pirlo sepertinya sudah diset untuk gagal di Juventus.
Dengan rekam jejak dan gaji minim, ekspektasi yang diberikan buat Pirlo pun tak akan berat-berat.
Baca Juga: Penunjukan Andrea Pirlo oleh Juventus Menghina Asosiasi Pelatih
Andai finis sebagai runner-up Serie A, finalis Coppa Italia, dan perempat finalis Liga Champions, kinerja Pirlo sudah bisa dicap bagus banget mengingat ini adalah debutnya.
Dia dan klub mendapatkan amnesti dan pemakluman dari suporter, seperti halnya Chelsea bersama Frank Lampard musim ini: tak mendapat apa pun, tetapi banyak yang bilang sukses.
Nah, musim depannya lagi, barulah muara dari skenario rencana besar Juventus bakal ketahuan, seandainya itu memang ada.
Pirlo mungkin hanya diplot sebagai pemimpin transisi untuk mengemudikan kapal Bianconeri di tengah badai ketidakpastian. Syukur-syukur tidak oleng parah.
Setelah kondisi finansial membaik, revolusi besar siap digelar. Tak apalah dominasi di Liga Italia terganggu sementara dan trofi Liga Champions melayang lagi.
Istilahnya, Juve rela mundur 1-2 langkah mengambil ancang-ancang untuk melakukan lompatan lebih jauh demi mencapai target ultimate: meminang Pep Guardiola atau Zinedine Zidane.
Bukan rahasia lagi jika dua pelatih top itu dikabarkan menjadi pengantin impian Si Nyonya Tua.
Kenapa Guardiola dan Zidane belum bisa direkrut musim ini?
Selain karena gaji yang wah, mereka masih punya komitmen yang harus diselesaikan di klub masing-masing.
Skenarionya, Juve menunggu Pep menghabiskan kontraknya dulu di Manchester City, yang tersisa sampai 2021.
Adapun Zidane masih terikat di Real Madrid hingga 2022, tetapi kegagalan El Real di Liga Champions bisa saja membuatnya bercerai lebih cepat.
Baca Juga: Jadi Pelatih Baru Juventus, Andrea Pirlo Bisa Lebih Baik dari Zinedine Zidane
Barulah musim depan, ketika krisis keuangan dan pandemi diprediksi mereda, kompetisi bergulir normal seperti sedia kala, serta beban untuk pemain bergaji mahal berkurang, agenda pemakzulan halus Pirlo digelar.
Klub jadi memiliki anggaran dan ancang-ancang cukup untuk membuka pintu buat Pep atau Zidane.
Ini barangkali yang dibilang Renzo Ulivieri bahwa Presiden Andrea Agnelli sudah berpikir sangat matang soal penunjukan Pirlo, bukannya gambling asal-asalan.
Kalau itu terjadi, Pirlo tetap bisa bersyukur lantaran meninggalkan Juve dengan keuntungan pengalaman membesut klub terkuat di Italia, langsung dalam musim debut. Ini yang bikin para pelatih senior iri.
"Pirlo beruntung. Dia memulai karier dari atas dan dengan tim terbaik. Mungkin saya tidak memulai dari dasar, tetapi saya mengawalinya dengan Fiorentina, bukan Juve," kata Roberto Mancini.
Tadi sudah kita bahas soal risiko yang terjadi bila Pirlo gagal perform di Juventus. Sekarang mari berandai-andai sebaliknya.
Jika ternyata dia sukses, apalagi kalau sampai juara Liga Champions, ini akan menjadi lompatan kuantum bagi dunia kepelatihan Italia.
Agnelli bakal disanjung habis-habisan karena berhasil menciptakan Guardiola atau Zidane versi mereka sendiri.
Terbukti dengan polesan pelatih sekelas Carlo Ancelotti, Marcello Lippi (periode kedua), Fabio Capello, Claudio Ranieri, Antonio Conte, Allegri, hingga Sarri, Bianconeri tetap gagal menjadi raja Eropa sejak 1996.
Ngapain bayar pelatih top mahal-mahal kalau ujung-ujungnya gagal juara terus?
Baca Juga: Andrea Pirlo dari Murid Jadi Musuh Utama, Antonio Conte: Saya Merasa Tua!
Mungkin justru dengan ide radikal mengangkat pelatih hijau, tapi katanya sangat cerdas seperti Pirlo, dahaga gelar seperempat abad itu berakhir.
Jadi, kesimpulannya boleh jadi ada dua. Kalau memang jeblok bersama Pirlo, jeblok sekalian agar klub punya alasan valid melakukan revolusi besar-besaran.
Tapi kalau sukses, Pirlo bakal langsung masuk ke daftar salah satu pelatih elite di dunia dan dipercaya memimpin proyek jangka panjang.