Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Kasus Pengaturan Skor di Bulu Tangkis, 2 Pemain Indonesia Ajukan Banding ke CAS

By Delia Mustikasari - Senin, 11 Januari 2021 | 17:40 WIB
3 Pebulu tangkis Indonesia melakukan pertemuan dengan PBSI terkait kasus pengaturan skor di pelatnas Cipayung, Jakarta, Senin (11/1/2021). (BADMINTON INDONESIA)

BOLASPORT.COM - Tiga dari delapan pebulu tangkis Indonesia yang terlibat dalam kasus pengaturan hasil pertandingan bertemu dengan pengurus pusat PBSI di pelatnas Cipayung, Jakarta Timur, Senin (11/1/2021).

Mereka diterima Wakil Sekretaris Jenderal PP PBSI Eddy Sukarno.

Tiga pemain yang datang tersebut adalah Agripinna Prima Rahmanto Putera, Mia Mawarti, dan Putri Sekartaji. Sementara itu, lima pemain lain yang dihukum adalah Hendra Tandjaya, Ivandi Danang, Androw Yunanto, Afni Fadilah, dan Aditya Dwiantoro.

Baca Juga: Persembahan WWE untuk Pegulat dan Masyarakat di India

Dua dari tiga pemain tersebut yaitu Agripinna dan Mia akhirnya memilih mengajukan banding ke Pengadilan Arbitrase Olahraga (CAS) di Swiss.

Mereka banding karena merasa tidak bersalah melakukan rekayasa hasil pertandingan atau berjudi.

Adapun Putri Sekartaji tidak melakukan banding dan menerima hukuman meski dihukum 12 tahun skorsing dan denda 12.000 dolar AS.

"Mereka masih sebagai warga PBSI, maka ketika mereka meminta bantuan dan perlindungan, tentu kami bantu dan dampingi," kata Eddy dilansir BolaSport.com dari Badminton Indonesia.

Memori banding tersebut, menurut Eddy, setelah ditandatangani pemain akan segera dikirim. Hal ini sebagai bentuk bahwa PBSI tidak lepas tangan terhadap warganya yang tengah terlilit kasus.

Agri yang dijatuhi vonis BWF berupa hukuman enam tahun tidak boleh berkecimpung di bulu tangkis dan denda 3.000 dolar AS, mengaku hanya sabagai korban. Pasalnya, dia tidak pernah melakukan pengaturan skor saat turnamen Vietnam Open 2017 seperti yang dituduhkan.

Tuduhan bahwa dia bertaruh dengan Hendra Tandjaya pun tidak benar. Yang benar, dia hanya akan mentraktir Hendra makan di restoran cepat saji apabila Dionysius Hayom Rumbaka yang dijagokannya memenangi pertandingan melawan Hashiru Shimono (Jepang) yang saat itu tengah bertanding.

Namun, pilihan Agri tersebut oleh Hendra dimasukkan ke rekening perjudian online yang dimiliki Hendra yang kemudian menjerat Agri.

"Kesalahan saya adalah karena tidak melaporkan terjadinya perjudian tersebut ke BWF. Namun, sebagai pemain, saya pun tidak mengetahui kalau tidak melapor itu adalah melanggar Etik BWF," aku Agripinna.

Baca Juga: Danilo Petrucci Ungkap Keretakan Pertemanan dengan Andrea Dovizioso

"Saya pun tidak tahu harus melapor ke siapa, yang saya tahu, pelanggaran Etik BWF itu hanya soal perjudian saja," tutur Agripinna.

Pada kasus Mia, dia dituduh karena menyetujui dan menerima uang sebesar Rp 10 juta dari hasil perjudian, tidak melaporkan terjadi perjudian kepada BWF. Dia juga tidak hadir dalam wawancara atau undangan investigasi oleh BWF.

Atas kesalahnnya itu, Mia diskorsing 10 tahun tidak boleh terlibat dalam pertandingan dan denda 10.000 dolar AS.

"Terhadap hukuman itu, saya mengajukan banding agar Pengadilan CAS membatalkan keputusan BWF," ujar Mia yang kini membela klub Semen Baturaja, Palembang.

Pembelaan pemain berusia 24 tahun ini karena uang hasil kesepakatan dengan Hendra tersebut sejatinya merupakan uang saku untuk dirinya selama mengikuti kejuaraan. Mia juga tidak mengetahui bahwa uang tersebut berasal dari hasil perjudian yang dilakukan oleh Hendra.

"Lalu dalam hal tuduhan saya menyetujui retired pada New Zealand Open 2017 pada partai ganda putri, juga sama sekali tidak benar. Bahkan saya berdebat dengan Hendra di tengah lapangan," ujar Mia.

"Saya tidak mau retired, tetapi Hendra sebagai ofisial meminta ke wasit agar pertandingan dihentikan dengan menyebut saya tidak mungkin melanjutkan pertandingan karena cedera. Padahal, saya tidak cieera," tutur Mia.

Soal, tidak melaporkan terjadi perjudian kepada BWF, seperti halnya Agri, Mia pun tidak mengetahui kalau tidak melaporkan ke BWF adalah sebagai pelanggaran kode etik. Yang dia tahu, pelanggaran kode etik hanya berupa perjudian saja.

"Selain itu, BWF tidak pernah melakukan investigasi langsung kepada saya sehingga saya tidak dapat menjelaskan apa yang terjadi sesungguhnya. Dengan demikian, putusan BWF dilakukan secara sepihak tanpa mendengar penjelasan dan pembelaan dari saya sebagai korban," kata Mia.

Baca Juga: Greysia Polii Mengaku Rindu Bertanding di Lapangan dengan Atmosfer Berbeda

Karena itu, Mia meminta CAS bisa menerima permohonan bandingnya. Dia juga meminta Pengadilan CAS membatalkan keputusan BWF karena dirinya masih ingin terus berkarier sebagai pemain untuk mata pencahariannya.

"Hukuman BWF itu keliru dan tidak berdasarkan fakta yang sebenarnya. Oleh karena itu, saya meminta agar Pengadilan CAS memeriksa, mengadili dan memutuskan saya tidak melanggar kode etik BWF."

"Dia dinyatakan tidak bersalah dengan menyatakan putusan BWF dinyatakan batal," tulis Agri dalam memori banding yang akan dikirim ke Pengadilan CAS.

"Apabila yang mulia CAS berpendapat lain, saya mohon minta keadilan karena hukuman yang dijatuhkan kepada saya terlalu berat. Profesi pebulu tangkis merupakan satu-satunya mata pencaharian saya dan keluarga," ucaoAgri yang kini membela klub Berkat Abadi Banjar, Kalimantan Selatan

Nikmati berita olahraga pilihan dan menarik langsung di ponselmu hanya dengan klik channel WhatsApp ini: https://whatsapp.com/channel/0029Vae5rhNElagvAjL1t92P