Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Menuhankan Sepakbola Tidak Akan Menyelamatkan Manusia

By Hugo Hardianto Wijaya - Senin, 12 Juli 2021 | 07:15 WIB
Suporter Persija Jakarta, The Jak Mania. (MUHAMMAD ALIF AZIZ/BOLASPORT.COM)

BOLASPORT.COM - Menuhankan sepakbola, khususnya di tengah pandemi Covid-19 seperti sekarang, tak akan menyelamatkan kita, manusia.

Jam sudah menunjukkan pukul 18.25 WIB.

Saya bersiap, menyalakan televisi, menyeduh teh, mengambil posisi duduk yang nyaman.

Suara Bung Valent Jebret dan Bung Kus bersahut-sahutan di layar kaca, bersaing dengan rekaman gemuruh suporter yang memenuhi stadion.

Baca Juga: Akhiri Paceklik Gelar Bersama Argentina, Lionel Messi Direken Sah Jadi GOAT

Lima menit kemudian, saya sudah bisa melihat orang-orang kecil berlarian di tengah lapangan hijau.

Sebanyak 20 pemain berjibaku berebut satu bola di tengah stadion, panas dan bergairah.

Aksi-aksi terbaik dari setiap tim juga ditampilkan dalam 90 menit pertandingan yang disiarkan lewat televisi.

Marko Simic mencetak gol khasnya ke gawang PSS Sleman usai menerima umpan dari Riko Simanjuntak, PSIS Semarang masih konsisten dengan permainan terbuka saat melawan Persela Lamongan, lalu duel panas PSM Makassar versus Arema FC sudah tak perlu diragukan.

Baca Juga: Penundaan Liga 1 2021 Dinilai Pengaruhi Psikis dan Mental Para Pemain

Lalu masih ada pula duel Persib Bandung dan mantan pelatihnya, Djadjang Nurdjaman yang kini melatih Barito Putera, penampilan kuda hitam Persiraja Banda Aceh menghadapi Bhayangkara FC, hingga permainan cantik Bali United melawan Persik Kediri.

Seharusnya reka adegan di atas bisa menjadi pemandangan yang kita saksikan dalam tiga hari terakhir.

Sayangnya, kita harus puas hanya bisa membayangkan adegan-adegan di atas lewat imajinasi lantaran PSSI telah memutuskan untuk menunda pelaksanaan Liga 1 2021.

PSSI memutuskan untuk menunda liga, hingga Agustus mendatang, usai mengevaluasi kenaikan kasus Covid-19 yang signifikan dalam beberapa pekan terakhir.

Baca Juga: Hasil Final EURO 2020 - Italia Menang Adu Penalti, Football is Coming to Rome

Bila melihat alasan yang digunakan oleh PSSI, menerima putusan soal penundaan liga saya kira bukan hal yang sulit.

Akan tetapi, layaknya dua sisi koin yang berseberangan, suara-suara protes terhadap batalnya sepakbola Indonesia comeback di tengah pandemi masih lantang terdengar.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Muhammad Ali Vikry  (@alivikry)

Sebagian orang, baik dari kalangan suporter maupun para stakeholder sepakbola, masih menyayangkan penundaan liga.

Beberapa bahkan berharap liga bisa kembali dimulai setelah pelaksanaan PPKM Darurat selesai pada 20 Juli nanti.

Baca Juga: Satu Hal yang Buat Egy Maulana Vikri Belum Diperkenalkan Klub Barunya

Sebagian yang lain bersuara kalau sepakbola seharusnya masih ideal digelar di tengah pandemi Covid-19.

Alasannya, tak ada hubungan langsung antara pelaksanaan kompetisi, PPKM, dan pandemi Covid-19 itu sendiri.

Toh setiap klub sudah menerapkan protokol kesehatan yang ketat.

Toh liga tidak akan dihadiri oleh penonton.

Baca Juga: EURO 2020 - Masuk Menit 120, Rashford-Sancho Ambyar dalam Satu-satunya Tugas

Apalagi sepakbola di luar negeri, Euro 2020, Copa America 2021, dan liga-liga lainnya bisa berjalan dengan baik, di tengah pandemi Covid-19.

Pemain-pemain yang terkena Covid-19 pun bisa sembuh dan kini sudah bermain 'dengan normal' kembali.

Pertanyaannya, benarkah sepakbola Indonesia bisa berjalan seiring pandemi Covid-19?

Bagaimanakah seharusnya kita harus bersikap terkait penundaan liga di tengah lonjakan Covid-19?

Baca Juga: Pemain Asing Persija Yann Motta Bicara Makanan Favorit di Indonesia

Arti Kematian dan Kematian yang Berarti

Perasaan kecewa sudah barang tentu menjadi hal yang wajar dirasakan, terutama jika harapan yang sudah dipupuk sekian lama tak bisa terwujud.

Saya, yang cuma jadi penonton, juga merasa kecewa ketika sepakbola Indonesia tak bisa kunjung dimulai.

Saya tak membayangkan sebesar apa rasa kecewa yang dirasakan oleh para pemain, pelatih, manajemen tim yang berulang kali di-PHP oleh penundaan liga.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Harian Kompas (@hariankompas)

Satu setengah tahun berlatih tanpa kejelasan pasti memberikan beban mental tersendiri bagi para pelaku sepakbola Tanah Air.

Baca Juga: Eks Pemain FC Porto Beri Kode Gabung ke Arema FC

Belum lagi mempertimbangkan beban ekonomi yang harus ditanggung para pemilik klub, serta risiko pemotongan gaji yang dialami oleh pemain dan tim pelatih.

Namun, tanpa bermaksud meremehkan itu semua, saya menilai penundaan liga saat ini adalah hal yang wajib dilakukan.

Perkembangan Covid-19 di Indonesia saat ini sudah masuk dalam taraf memprihatinkan.

Secara statistik, kasus Covid-19 di Indonesia meroket hanya dalam dua pekan saja.

Baca Juga: Akhirnya Juara Bareng Argentina, Lionel Messi Berterima Kasih pada Sosok Ini

Bahkan rekor-rekor harian yang selama enam bulan terakhir tidak terjadi, langsung dipatahkan hanya dalam kurun waktu beberapa hari.

Misalnya pada Sabtu (10/7/2021), tercipta rekor jumlah kasus aktif Covid-19 sebanyak 373.440 kasus, seperti dikutip dari Kompas.com.

Padahal sebelumnya, kasus aktif Covid-19 bisa ditekan ke angka 100-an ribu.

Sebelumnya, pada Rabu (7/7/2021), Indonesia juga mencatatkan rekor penambahan kasus harian tertinggi dengan angka 34.379 kasus, serta kasus kematian harian tertinggi mencapai 1.040 kasus.

Baca Juga: Hasil Lengkap EURO 2020 - Chiellini Trending Topic karena Pelanggaran Menit 95, Italia Kubur Inggris di Wembley

Bila kita menganggap data-data itu hanya sebagai statistik belaka, tentu kita bisa berkata, "Ah, tingkat kematian karena Covid-19 masih kecil, coba lihat berapa yang sembuh."

Memang, secara persentase angka kematian akibat Covid-19 jauh lebih kecil ketimbang pasien yang sembuh.

Per 9 Juli kemarin, terdapat 2.023.548 pasien yang sembuh berbanding 64.631 orang meninggal dunia akibat Covid-19.

Akan tetapi, satu yang perlu diingat, kematian-kematian itu tidak boleh dilihat sebagai angka-angka belaka.

Baca Juga: EURO 2020 - Gianluigi Donnarumma, dari Musuh Milanisti Jadi Pahlawan Negara

Mereka adalah ayah, ibu, suami, istri, anak, saudara, kakek, nenek, sepupu, sahabat, orang yang berarti bagi masing-masing dari kita.

Saya menyaksikan sendiri bagaimana banjir duka karena Covid-19 melanda orang-orang di dekat saya.

Seorang teman kehilangan kakak kandungnya hanya dalam kurun waktu tiga hari, ayah teman yang lain harus menunggu belasan jam setelah kematiannya hanya untuk bisa dimakamkan.

Duka ini nyata dan sedikit empati dari sepakbola akan jadi sesuatu yang sangat berarti di masa-masa seperti ini.

Baca Juga: 'Curi' Strategi Shin Tae-yong, Malaysia Kirim Timnas Muda ke Kualifikasi Piala Asia U-23 2022

Sepakbola yang Menyelamatkan

Bila kita mau jujur, seketat apa pun protokol kesehatan yang sudah dilakukan, tetap ada insan sepakbola yang terkena Covid-19.

Gelaran Piala Menpora 2021 layaknya bisa menjadi contoh, dengan sistem bubble to bubble dan penerapan protokol kesehatan yang ketat, Covid-19 tetap bisa colong-colong menulari pemain dan tim pelatih.

Direktur Operasional PT LIB, Sudjarno, sempat blak-blakan mengaku kalau ada pemain dan ofisial yang tertular virus corona.

"Ada pemain yang kena, kemudian ofisial juga ada, tetapi kenanya ini pada awal-awal datang dari homebasenya," ujar Sudjarno, Selasa (6/4/2021).

Baca Juga: Curhatan Neymar Usai Dikalahkan Lionel Messi di Final Copa America 2021: Ini Menyakitkan!

"Waktu baru datang itu kami langsung melakukan swab terus ada yang reaktif, langsung kami observasi dan kita isolasi langsung."

"Tetapi setelah itu kami Swab PCR dan sudah dinyatakan negatif ya sudah berkegiatan seperti biasa," lanjutnya.

Dari contoh kasus itu saja, kita tentu bisa memprediksi bila pelaksanaan Liga 1 dan Liga 2 nanti, dengan protokol kesehatan seketat apa pun, tetap memiliki peluang pemain dan ofisial tertular Covid-19.

MEDIA PERSIJA
Striker muda Persija Jakarta, Taufik Hidayat melakukan selebrasi usai mencetak gol cepat atas Persib di final Piala Menpora 2021.

Beruntungnya Piala Menpora 2021, varian kasus Covid-19 belum berkembang seperti sekarang.

Baca Juga: EURO 2020 -Nonton di Rumah sejak 28 Juni, Cristiano Ronaldo Jadi Top Scorer

Tentu kita semua sudah mendengar bagaimana saat ini Covid-19 memiliki begitu banyak nama, berkat mutasi dari banyak negara.

Pada Piala Menpora yang lalu, rumah sakit juga masih mampu mengatasi gelombang pasien Covid-19.

Namun kini, rumah sakit sudah mulai tumbang, tenaga kesehatan menyerah dan kelelahan.

Teman saya seorang dokter sering mengeluh di media sosialnya tentang betapa mengerikan situasi di rumah sakit saat ini.

Baca Juga: Sambil Makan Nasi Uduk, Sandiaga Uno Tawar Angel di Maria ke Indonesia

Ketiadaan kamar membuat banyak pasien terlantar di tenda-tenda darurat dan selasar-selasar rumah sakit.

Sebanyak apa pun uang yang kita miliki, kita tak bisa mendapat prioritas lantaran kamar yang memang tidak tersedia.

Banyak orang meninggal di IGD karena tak bisa mendapat perawatan.

Belum lagi orang-orang yang harus meregang nyawa sendirian di kamar kostnya karena terpaksa menjalani isoman.

Di antara mereka-mereka yang menderita, ada yang seumur hidupnya mendukung Persib Bandung, ada yang mengaku Bonek Mania, ada yang mencintai Persija sepenuh hatinya.

Baca Juga: Espargaro: Keputusan Vinales Tinggalkan Yamaha Bukan Langkah Mundur

Berangkat dari kesadaran itu, tegakah kita menambah beban mereka-mereka yang berjuang melawan Covid-19 dengan memaksa menggelar pertandingan sepakbola?

Sekiranya sudah saatnya kita mendahulukan sepakbola yang menyelamatkan.

Berani berhenti dan menyepi, seperti lirik lagu Navicula, menjadi usaha paling baik dari para penikmat dan pelaku sepakbola untuk melawan pandemi.

Satu yang perlu kita yakini, sepakbola akan kembali, tapi bukan saat ini.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by BolaSport.com (@bolasportcom)

 

Nikmati berita olahraga pilihan dan menarik langsung di ponselmu hanya dengan klik channel WhatsApp ini: https://whatsapp.com/channel/0029Vae5rhNElagvAjL1t92P