Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Irjen Asadoma: Atlet Berprestasi Di Olimpiade Harus Diberi Bonus Besar

By Mochamad Hary Prasetya - Minggu, 8 Agustus 2021 | 07:45 WIB
Pasangan ganda putri Indonesia, Greysia Polii/Apriyani Rahayu, berpose di podium dengan medali emas Olimpiade Tokyo 2020 di Musashino Forest Plaza, Senin (2/8/2021). (NOC INDONESIA)

BOLASPORT.COM - Indonesia patut berbangga diri atas raihan para atletnya di Olimpiade Tokyo 2020.

Meskipun tidak memberikan medali sebanyak perolehan Amerika Serikat maupun Tiongkok, tapi segelintir medali yang dibawa ke tanah air bukti Indonesia mampu bersaing di ajang bergengsi internasional.

Mantan petinju Indonessia di Olimpiade 1984 Los Angeles yang sekarang menjabat Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri, Irjen Pol Johni Asadoma, menyampaikan apresiasi tinggi kepada para atlet yang berlomba.

Dia menilai atlet berprestasi sudah selayaknya mendapat hadiah yang besar.

"Bonus itu sesuatu yang wajar diberikan kepada atlet kita yang berprestasi," kata Asadoma kepada wartawan, Sabtu (7/8).

Mantan Ketua Persatuan Tinju Nasional (Pertina) itu menjelaskan, ada 3 alasan atlet berprestasi harus diberi bonus besar.

Pertama sebagai penghargaan atas jerih payahnya.

Sebab, mendapat medali di olimpiade butuh kerja keras, tekad, komitmen dan kecerdasan intelektual. 

Baca Juga: Tes Medis Hari Minggu Ini, Romelu Lukaku Langsung Jadi Pemain Chelsea dengan Gaji Tertinggi

Kedua, bonus besar bisa menjadi motivasi bagi para atlet nasional lainnya.

Mereka akan sadar bahwa keberhasilan disebuah ajang bergengsi akan dihargai oleh pemerintah maupun swasta.

Sehingga mereka akan berlomba-lomba menjadi juara.

"Kalau tidak dihargai malas lah atlet ini, orang tua tidak mendukung di olahraga."

Baca Juga: Ditinggal Romelu Lukaku, Inter Milan Langsung Dekati Mantan Pemain Manchester City

"Orang tua lebih mendukung anaknya berkarir di seni, sinetron dan lain-lain, Ini kan bahaya. Tapi dengan penghargaan luar biasa, kemudian responnya luar biasa dari masyarakat ini betul-betul akan memotivasi," kata Asadoma.

"Filipina saja Rp 11 M untuk 1 medali emas. Jangan pikir besarnya. Tapi kalau tidak ada Indonesia Raya berkumandang, Merah Putih berkibar di sana (Olimpiade) malu kita, bangsa keempat terbesar penduduknya di dunia."

"Sekarang sudah juara kita berikan mereka bonus sebesar-besarnya, sebanyak-banyaknya," imbuhnya.

Alasan ketiga yakni, bonus besar bisa menjamin masa depan atlet.

Baca Juga: Kronologi Mourinho Kartu Merah, dari Gol Pakai Tangan Sah Sampai Bikin Wasit Lari

Sebagi mantan atlet Asadoma paham sekali jika pada masa lalu berkarir di olahraga tidak memberikan jaminan kesejahteraan hidup.

Kondisi itu pula yang membuat Asadoma berhenti menjadi atlet tinju dan banting setir menjadi anggota Polri.

Tak sedikit atlet nasional yang hidup miskin di hari tuanya.

Kondisi ini tidak boleh dibiarkan agar tidak memperburuk dunia olahraga tanah air.

Baca Juga: Eks Gelandang Arsenal Berikan Prediksi Empat Besar Liga Inggris 2021-2022

Kendati demikian, sebagai peraih medali emas kelas layang Sea Games 1983 di Singapura, Asadoma tak memungkiri memiliki kesedihan tersendiri.

Sebab, sudah 4 kali Olimpiade, Indonesia tidak bisa mengirim atlet cabang tinju.

Padahal negara tetangga Filipina bisa mencapai partai final di cabang tinju.

"Saya tuh tadi juga kagum dan bangga dengan Filipina, tapi saya juga sedih bagaimana mengangkat Indonesia itu butuh pekerjaan besar yang perlu dilakukan bersama-sama mulai dari tingkat Sasana, kabupaten/kota, pengurus provinsi sampai pusat," kata Asadoma. 

Baca Juga: Berbekal Rp 1,9 Triliun, Kepulangan Romelu Lukaku ke Chelsea Terwujud

Peraih medali emas Piala Presiden 1984 itu beranggapan Indonesia memiliki banyak bibit unggul atlet tinju.

Namun, butuh pembinaan yang baik dan dukungan finansial dari luar pemerintah agar bisa memajukan olahraga ini.

"Sebetulnya banyak (bibit unggul) terutama kelas-kelas bawah, kelas ringan, kelas bulu, kelas layang, kelas terbang di bawah 60 kg itu sebetulnya banyak bibit kita, kalau kelas di atas 60 itu kurang sekali karena postur kan," ucap Asadoma.

Perbaikan pembinaan harus dilakukan dari tingkat bawah. Mulai dari Sasana, kabupaten/kota, provinsi hingga pusat.

Baca Juga: Manchester United Masih Perlu Dua Pemain Baru untuk Juara Liga Inggris

Pembinaan di daerah memiliki peranan penting dalam pembentukan bibit atlet unggul.

Karena, tingkat pusat hanya bertugas mematangkan atlet binaan dari daerah.

Dengan cara mengirim atlet untuk berkompetisi di tingkat internasional.

Selain itu, butuh sokongan dana dari luar pemerintah untuk mensponsori calon atlet tinju.

Baca Juga: Hasil Uji Coba - Mourinho Ngamuk Masuk Lapangan, AS Roma Kena 4 Kartu Merah, Tumpah 7 Gol

Sebab, anggaran pemerintah tidak akan cukup untuk mengurusi tinju.

Mengingat masih banyak cabang olahraga lain yang juga membutuhkan dana operasional.

Nikmati berita olahraga pilihan dan menarik langsung di ponselmu hanya dengan klik channel WhatsApp ini: https://whatsapp.com/channel/0029Vae5rhNElagvAjL1t92P