Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
BOLASPORT.COM - Badai Covid-19 sedang berlaku kejam terhadap seluruh pemain Liga 1 musim ini, namun hal ini jadi kesempatan bagi sejumlah pemain muda untuk unjuk gigi.
Bulan Februari jadi bulan terkelam dalam penyelenggaraan Liga 1 musim ini.
Ratusan pemain sudah terinfeksi Covid-19 yang pertama kali melanda di pertengahan bulan lalu.
Pada akhirnya klub beserta dihadapkan pada tiga pilihan, bermain dengan skuad muda, bermain dengan cadangan terbatas, atau menunda pertandingan.
Dan beberapa klub yang terpaksa harus tampil, akhirnya memberi debut kepada para pemain reservenya di Liga 1.
Paling pertama jelas ada di Persib saat kehilangan sejumlah pemainnya jelang lawan Persikabo 1973 dan Bhayangkara FC.
Baca Juga: Alarm Buat Persib Bandung Meski Masih di Papan Atas, Duet Lini Depan Masih Mandul!
Persib memberi debut sosok Kakang Rudiyanto dan Syafril Lestaluhu ke tim utama.
Sementara itu, Persebaya Surabaya juga mengalami hal yang sama dalam beberapa pertandingan semenjak badai Covid-19 menyapu skuad.
Tim Bajul Ijo member debut untuk tiga pemain, yaitu Dicky Kurniawan saat melawan PSS Sleman, serta Ruy Arianto dan Akbar Firmansyah saat melawan Persipura Jayapura.
Namun apakah fenomena debut kepada sejumlah darah muda ini jadi sinyal positif bagi sepakbola Indonesia?
Jawabannya bisa iya dan tidak, mengingat kondisi sepakbola Indonesia yang belum ideal untuk perkembangan para pemain muda.
Karena itu, ada baiknya kita wajib mengutip ucapan Presiden Persebaya, Azrul Ananda terkait partisipasi olahraga.
”Partisipasi (masyarakat) adalah income, prestasi adalah cost. Kalau partisipasi terus dikembangkan, maka partisipasi akan membiayai prestasi,” ujarnya pada tahun 2019.
Baca Juga: Dua Pemain Borneo FC Positif Covid-19 Jelang Hadapi Tira Persikabo
Benar sekali, partisipasi sepakbola di Indonesia masih sangatlah kurang dibandingkan negara-negara tetangganya di Asia Tenggara.
Thailand punya 1,3 juta pemain dari 64 juta penduduk, Malaysia punya 585 ribu pemain dari 24,4 juta penduduk, sedangkan tim kelas dunia seperti Spanyol punya 4,1 juta pemain dari 46,8 penduduk
Bagaimana dengan Indonesia? Hanya 57.000 pemain dari 260 jutaan penduduk, alias 0,026 persen saja proporsinya.
Karena itu, Timnas Indonesia hanya punya 57000 pilihan untuk tampil di setiap turnamen, sebuah pilihan yang terlalu sedikit untuk sebuah negara berpenduduk besar di dunia.
Nama-nama seperti Marselino Ferdinan, Kakang Rudianto, Ruy Arianto, dkk. harusnya dapat diperoleh dengan mudah melalui kampanye masif untuk memasyarakatkan olahraga seperti yang dilakukan Pemerintah Indonesia pada tahun 1980-an.
Hasilnya, Indonesia rutin juara umum SEA Games sampai 1997 dan berhasil merebut emas pertama di Olimpiade.
Kampanye masif itu bisa dilakukan Federasi bekerjasama dengan klub di masing-masing kota (minimal untuk klub Liga 1 dan 2) untuk membentuk kompetisi internal secara rutin selama sembilan bulan tiap tahun dari usia 6 hingga 17 tahun.
Baca Juga: Piala Asia Wanita 2022: China Juara, Vietnam Ukir Sejarah Lolos ke Piala Dunia
Setidaknya apa yang sudah dilakukan Persebaya Surabaya kepada kompetisi internal mereka patut dijadikan contoh bagus klub-klub Indonesia lainnya untuk menambah angka partisipasi di akar rumput.
PSSI ada baiknya melupakan target tinggi sementara waktu kepada setiap pelatih Timnas untuk meraih juara di turnamen tertentu sebelum partisipasi bisa dibangun.
Seandainya jika Indonesia berhasil memiliki 3 juta pemain, berapa piala yang bakal dibawa pulang ke tanah air?