Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
BOLASPORT.COM - Liga 1 musim 2021/22 mencatat rasio gol per laga terendah dalam sejarah Liga Indonesia sejak musim 2007-08. Apakah hal ini menandakan turunnya kualitas tim peserta Liga 1?
Liga 1 Indonesia baru berakhir seminggu yang lalu, namun ada satu catatan buruk yang harus segera menjadi catatan oleh semua pihak.
Pada musim 2021/22, rasio gol per laga dalam satu musim mencapai angka terendah dalam sejarah Liga Indonesia dalam dua belas musim.
Sebagai catatan, penghitungan rasio gol per laga sudah mencantumkan kompetisi Liga Indonesia pada masa dualisme kompetisi, yaitu pada musim 2011-12 dan 2013.
Dualisme kompetisi itu antara Liga Prima Indonesia yang dikelola oleh PT LPIS dan Liga Super Indonesia yang dikelola oleh PT Liga Indonesia akibat konflik dalam tubuh federasi.
Untuk Liga Prima Indonesia musim 2013 sendiri tidak masuk dalam hitungan, karena berakhir tanpa jawara.
Liga 1 musim 2021/22 hanya menghasilkan 735 gol dalam 305 pertandingan.
Artinya, rasio gol per laga pada musim ini hanya mencapai 2,41.
Angka itu jadi yang terendah dalam sejarah Liga Indonesia dalam dua belas musim terakhir.
Liga Indonesia musim 2007/2008 jadi edisi terakhir dimana rasio gol per laganya tidak mencapai 2,5 gol/musim.
Pada edisi tersebut, rasio gol per laganya hanya mencapai 2,33 gol per laga.
Musim itu adalah edisi terakhir dari format Divisi Utama sebelum beralih menuju Indonesia Super League di musim berikutnya.
Baca Juga: Kepincut PSIS Usai Pratama Arhan ke Tokyo Verdy, Agen Duga Taisei Marukawa Ingin Tembus Liga Jepang
Yang jadi tanda bahaya adalah bahwa rasio gol per laga di era Liga 1 (dimulai pada musim 2017) terus mengalami penurunan.
Pada musim 2017, rataan gol per laga sempat mencapai 2,89, lalu menurun terus secara konsisten hingga sekarang.
Ada 163 pertandingan di Liga 1 musim 2021/22 berakhir ≤ 2 gol/laga. Jumlah itu mencapai 53 persen dari keseluruhan laga.
Sebagai contoh Arema FC yang mempunyai catatan tanpa kekalahan beruntun terpanjang musim ini. Mereka berhasil mengakhiri laga ≤2 gol dalam 21 dari 34 pertandingan.
Dengan catatan yang sama, tim lima besar lainnya seperti Bali United menyelesaikan 14 kali, Bhayangkara 20 kali, Arema FC 21 kali, Persebaya Surabaya 16 kali, dan Persib mencapai 24 kali.
Dari 163 pertandingan, 94 laga diantaranya berakhir dengan skor 0-0 atau 1-0 saja.
Baca Juga: Belum Ikhlas Turun Kasta, Persipura Jayapura Siap Lapor FIFA untuk Investigasi 2 Pertandingan
Namun melorotnya performa rasio gol per laga tim-tim Liga 1 musim 2021/22 juga tak bisa dilepaskan dari pandemi covid-19 yang membuat kompetisi berhenti selama satu tahun lebih sejak awal tahun 2020.
Terhentinya kompetisi membuat performa pemain menurun drastis, karena tak adanya kompetisi yang berlangsung reguler tiap musim dengan sistem liga.
Hal ini sebenarnya pernah terjadi pada periode 2015-2016, dimana PSSI mengalami sanksi FIFA dan tidak bisa menggelar liga secara reguler.
Di musim 2016, saat liga kembali digelar dalam format Indonesia Soccer Championship sebagai pemanasan menuju Liga yang diakui oleh FIFA dan PSSI, rataan golnya pun menurun.
ISC 2016 hanya mencatat 803 gol dalam 306 laga atau 2,65 gol per laga, sedikit menurun dari kompetisi musim 2014 yang mencapai 2,71 gol per laga.
Sejak 2017, tim-tim mulai mengadopsi permainan pragmatis secara perlahan-lahan untuk mengamankan hasil akhir.
Baca Juga: Link Streaming Piala AFF Futsal 2022, Timnas Indonesia Lawan Thailand
Arema FC adalah contoh terbaik dan Eduardo Almeida sebagai pelatih mengakuinya secara terbuka di hadapan media pada musim ini.
"Terkadang seperti itu dalam sepak bola, terkadang permainan tidak bisa berjalan cantik tanpa karakter, attitude, dan segala macamnya," ujar Almeida sesudah mengalahkan Persipura (28/1/2022).
"Terpenting bagi kami bukan bagaimana mengendalikan permainan mereka," tegasnya.
"Selain itu kami jadi banyak peluang melakukan counter attack karena kami lebih banyak waktu di belakang." pungkasnya.
Sudah jarang ada tim seperti Persipura medio 2008-2014 atau Sriwijaya FC musim 2011-12 yang juara dengan permainan yang sangat cair dan menghibur.
Dalam empat musim terakhir, mungkin hanya Bali United di paruh musim kedua tahun 2017 dan Persebaya Surabaya musim ini yang punya ciri khas yang sama dengan dua tim diatas.
Namun sayang keduanya sama-sama tidak mengakhiri Liga dengan gelar juara.
Permainan pragmatis itu tentu terjadi karena tuntutan besar manajemen atau bahkan suporter terhadap tim mereka atas hasil di akhir pertandingan, tidak penting filosofi apapun yang ditanamkan oleh seorang pelatih.
Baca Juga: Bruno Moreira Sulap Keluarga Besar di Brasil Jadi Bonek, Persebaya Way Jadi Modal Berharga ke Eropa
Memang hal ini bukan pertama kali terjadi, namun fenomena ini tetap mengkhawatirkan dan berperan dalam merosotnya rasio gol per laga tim-tim Liga 1 sejak musim 2017.
Liga 1 musim 2021/22 sudah membuktikan betapa kuatnya tuntutan suporter atau manajemen klub.
Sudah ada 11 pelatih yang dipecat klub di tengah jalan, belum lagi dengan nama-nama pelatih yang memutuskan mengundurkan diri, karena tidak bisa mengamankan hasil akhir yang diinginkan.
Lalu, dengan hadirnya tiga klub super kaya musim depan, apakah Liga 1 bakal semakin menghibur dan terjadi banjir gol? Hanya waktu yang bisa menjawab.
RASIO GOL PER LAGA LIGA INDONESIA SEJAK MUSIM 2007/08
Musim | Jumlah Gol | Jumlah Laga | Rasio Gol Per Laga |
2007-08 | 1459 | 627 | 2.33 |
2008-09 | 814 | 306 | 2.66 |
2009-10 | 809 | 306 | 2.64 |
2010-11 | 612 | 210* | 2.91 |
2011-12 | 359 | 132 | 2.72 |
918 | 306 | 3.00 | |
2013 | 898 | 306 | 2.93 |
Kompetisi IPL Tidak Tuntas | |||
2014 | 670 | 247 | 2.71 |
2015 | Dihentikan karena pembekuan PSSI oleh pemerintah | ||
2017 | 884 | 306 | 2.89 |
2018 | 873 | 306 | 2.85 |
2019 | 838 | 306 | 2.74 |
2021-22 | 735 | 305 | 2.41 |
Keterangan
Tabel warna abu-abu = Kompetisi Indonesia Premier League yang sempat diakui oleh PSSI pada musim 2011-12 dan 2013.
* = Tiga tim memutuskan mundur dari ISL 2010-11 sehingga hanya diikuti oleh 15 tim saja.