Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers
BOLASPORT.COM - Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TIGPF) Tragedi Kanjuruhan menemukan adanya potensi konflik kepentingan di tubuh PSSI sebagai organisasi induk sepak bola Indonesia.
TGIPF melaporkan temuan tersebut lewat laporan yang berisi kesimpulan dan rekomendasi terkait hasil penyelidikan Tragedi Kanjuruhan pada Jumat (14/10/2022) sore WIB.
Menurut TGIPF, potensi konflik kepentingan di PSSI muncul karena adanya regulasi yang bermasalah dalam statuta resmi mereka.
Regulasi yang dimaksud adalah diperbolehkannya anggota Komite Eksekutif (Exco) berasal dari pengurus atau pemilik klub peserta liga.
"Adanya regulasi PSSI yang memiliki potensi konflik kepentingan di dalam struktur kepengurusan," tulis TGIPF.
"Khususnya unsur pimpinan PSSI (Komite Eksekutif) yang diperbolehkan berasal dari pengurus/pemilik klub," lanjut pernyataan TGIPF.
Temuan tersebut menjadi satu dari delapan poin kesimpulan TGIPF terkait peran PSSI dalam tragedi Kanjuruhan.
Selain terdapat potensi konflik kepentingan, PSSI juga disebut tidak melakukan sosialisasi atau pelatihan yang memadai tentang regulasi FIFA kepada penyelenggara pertandingan, baik panitia pelaksana, aparat keamanan, maupun suporter.
Di samping itu, PSSI juga tidak menyiapkan personel pertandingan yang memahami tugas dan tanggung jawab sesuai dengan SOP yang berlaku.
Hal inilah yang jadi pemicu penembakan gas air mata ke suporter Aremania dalamperistiwa kelam pada Sabtu (1/10/2022) di Stadion Kanjuruhan.
Baca Juga: Cerita Penyerang Andalan Shin Tae-yong, Sempat Pindah Posisi dan Dapatkan Les Privat Jadi Striker
Tembakan gas air mata dari aparat sendiri bertanggung jawab atas kematian 132 Aremania.
Gas air mata jadi salah satu alat yang dilarang digunakan oleh aparat keamanan saat melakukan pengamanan pertandingan sepak bola oleh FIFA.
Hal ini yang kemudian lalai dilaksanakan oleh PSSI untuk melakukan sosialisasi kepada seluruh pihak tentang pelaksanaan pertandingan sepak bola.
PSSI juga tidak mempertimbangkan faktor risiko saat menyusun jadwal pertandingan Liga 1.
Tak berhenti di situ, selanjutnya PSSI enggan bertanggung jawab terhadap berbagai insiden atau musibah dalam penyelenggaraan pertandingan yang tercermin di dalam regulasi mereka.
Baca Juga: Cerita Penyerang Andalan Shin Tae-yong, Sempat Pindah Posisi dan Dapatkan Les Privat Jadi Striker
PSSI pun dinilai kurang transparan dalam mengelola liga yang berada di bawah federasi.
Selain itu, TGIPF menyebut masih ada praktik-praktik yang tidak memerhatikan faktor kesejahteraan petugas di lapangan.
PSSI juga tidak melaksanakan tugas dan kewajibannya dalam pengendalian pertandingan sepak bola di Liga Indonesia dan pembinaan klub di Tanah Air.
Berdasarkan kesimpulan tersebut, TGIPF memberikan sejumlah rekomendasi kepada PSSI.
Beberapa rekomendasi yang menjadi sorotan adalah mempercepat agenda Kongres Luar Biasa (KLB).
TIGPF juga menuntut perubahan signifikan terhadap sistem serta keberlangsungan kompetisi hingga merevisi statuta PSSI.