Terverifikasi Administratif dan Faktual oleh Dewan Pers

Kenapa Juara MotoGP Tak Semeyakinkan Zaman Rossi dan Marquez?

By Ardhianto Wahyu Indraputra - Senin, 5 Desember 2022 | 07:00 WIB
Dari kiri: Joan Mir, Fabio Quartararo, dan Francesco Bagnaia berada di podium setelah balapan MotoGP Portugal 2021.Tiga pembalap angkatan 2019 ini menjadi juara MotoGP dalam tiga musim terakhir. (TWITTER.COM/MOTOGP)

BOLASPORT.COM - MotoGP masih mencari sosok serial winner yang baru. Dalam tiga musim terakhir, selalu ada catatan minor di balik kesuksesan sang juara.

Terkini adalah Francesco Bagnaia dengan keberhasilannya menjadi juara MotoGP walau lima kali mencetak hasil gagal finis.

Bagnaia terselamatkan oleh paruh musim kedua yang kuat dan melempemnya sang pesaing utama yaitu Fabio Quartararo pada saat yang bersamaan.

Seperti diberitakan sebelumnya, Bagnaia menjadi pembalap MotoGP pertama yang berhasil menjadi juara walau lima kali gagal finis.

Rekor sebelumnya adalah empat kali gagal finis yang dialami Marc Marquez pada MotoGP 2018.

Angka ini jauh lebih banyak daripada rerata DNF (did not finish/tidak finis) milik para juara dari era sebelumnya.

Sebagaimana diberitakan Crash.net, dalam 10 tahun pertama MotoGP (2002-2011), rerata hasil DNF dari pembalap yang menjadi juara cuma 0,1.

Sementara dalam satu dekade terakhir (2013-2022), angkanya naik menjadi 2,2.

Francesco Bagnaia, Marc Marquez, dan Joan Mir menjadi para juara MotoGP dengan statistik DNF di atas nilai rerata ini.

Baca Juga: Informasi A1: Tim Valentino Rossi Bakal Jadi Tim Satelit Yamaha pada MotoGP 2024

Di samping musim yang dominan seperti ketika hanya finis di posisi 1 atau 2 pada 2019, Marquez pernah menghadapi tantangan ekstra saat terlalu sering pulang dengan tangan hampa.

Si Alien mengalaminya dua kali dari enam titel yang diraihnya di kelas utama yaitu pada 2017 (3 DNF) dan 2018 (4 DNF).

Adapun Mir gagal finis sebanyak tiga kali dari 14 balapan yang membawanya mengakhiri puasa gelar Suzuki pada 2020 silam.

Kesuksesan Mir menghadirkan catatan tersendiri karena dia menjadi juara kelas para raja kedua dengan rerata poin terkecil sepanjang sejarah MotoGP.

Mir mencatat 7 podium dan hanya 1 kemenangan hingga akhirnya merengkuh gelar dengan koleksi 171 poin atau 48,85 persen dari poin maksimal yang bisa diraih.

Kesuksesan Fabio Quartararo pada 2021 menjadi pembeda ketika pembalap asal Prancis ini hanya sekali gagal finis.

Meski begitu, performa naik turun El Diablo masih terlihat ketika melihat rerata poinnya (15,44 poin/lomba).

Catatan Quartararo ini hanya lebih baik dari tiga juara MotoGP lainnya: Bagnaia, Mir, dan Nicky Hayden (14,82) pada 2006.

Lantas apa penyebabnya? Alasan trivialnya jelas kompetisi yang lebih ketat dibandingkan sebelumnya.

Baca Juga: Menanti Hibrida Aerodinamika MotoGP x F1 di KTM RC16

Penyeragaman teknis di sektor ECU dan ban yang terjadi pada 2016 berhasil mempersempit gap antara tim dan pembalap MotoGP.

Tahun ini ada 14 pembalap berbeda yang berhasil finis tiga besar, tujuh di antaranya mencetak kemenangan.

Ditambah sensitifnya ban Michelin dengan perubahan temperatur, pembalap akan mengalami kesulitan besar begitu membuat kesalahan dalam pengaturan.

Pembalap anyar Red Bull KTM, Jack Miller, melihatnya penyebab lebih seringnya pembalap untuk gagal menyelesaikan balapan.

"Semua orang berlomba di level yang sangat menegangkan, untuk menciptakan kecepatan yang diperlukan agar tampil kompetitif di setiap akhir pekan," ucapnya.

"Saya pikir ini sedikit lebih mempersulit kami untuk tampil sekonsisten mungkin dibanding sebelumnya."

"Dahulu kita tidak bisa bersaing dalam perburuan gelar jika gagal finis lebih dari sekali."

Miller juga mengalami lima DNF tetapi masih terlibat dalam persaingan untuk gelar juara sampai gagal finis di GP Australia, balapan ketiga dari belakang.

"Dengan banyaknya motor yang kencang sekarang, kita akan mengalami kesulitan untuk mencetak angka saat harinya tidak sedang bagus," tambahnya.

Baca Juga: Francesco Bagnaia Bicara Andil Valentino Rossi dalam Kesuksesannya  

"Saya mengalaminya! Di Mugello dan Barcelona saya mengalami akhir pekan yang buruk, gapnya tidak begitu jauh, tetapi saya bersaing untuk dua poin (posisi ke-14)."

"Sementara pada masa lalu kita paling buruk finis di posisi ke-4 atau ke-5."

"Kita akan menganggapnya sebagai sebuah kekalahan, menghadapi balapan berikutnya dan saat motornya kembali menyala, kita akan baik-baik saja. Kita tidak akan memaksakan diri."

"Sekarang, saya pikir kita harus memaksakan diri di beberapa area atau sirkuit. Dan inilah yang menyebabkan inkonsistensi, selain level motor, pembalap, kepemimpinan, dan jumlah balapan."

"Semua itu ada hubungannya, saya pikir begitu," kata Miller menutup.

Baca Juga: Saran dari Pengamat, Marc Marquez Bikin Honda Maju Kena Mundur Kena?

Nikmati berita olahraga pilihan dan menarik langsung di ponselmu hanya dengan klik channel WhatsApp ini: https://whatsapp.com/channel/0029Vae5rhNElagvAjL1t92P